
MERAUKE- Jika sebelumnya petugas RSUD Merauke melakukan aksi ke DPRD Merauke untuk mempertanyakan kejelasan pembayaran insentif Covid-19, maka Kamis (19/11) kemarin, petugas RSUD Merauke kembali melakukan aksi mogok.
Aksi mogok yang dilakukan di pagi hari itu bukan karena insentif Covid belum dibayarkan namun mereka merasa tidak puas dengan pembayaran insentif yang dinilai tidak adil. Karena menurut mereka antara tenaga medis dengan tenaga non medis sangat berbeda padahal resiko tertular sama.
“Kalau saya sebagai sopir dibayar Rp 1,5 juta setiap bulannya. Tapi, teman lainnya yang ada di cleaning service yang mengangkat sampah dari para pasien covid yang punya resiko tertular sama dengan tenaga medis hanya dibayar Rp 500 ribu perbulan,” kata Rafael Bambang Subhakti kepada wartawan.
Seharusnya, kata dia, tidak ada perbedaan yang terlalu menyolok antara tenaga medis dan non medis. Karena menurutnya, pelayanan Covid tidak akan berjalan optimal jika tanpa didukung tenaga non medis. “Kalau dokternya dapat Rp 5 juta perbulan, mungkin yang non medis bisa dibayar antara Rp 4 juta atau Rp 3 juta perbulannya,” katanya.
Aksi mogok yang dilakukan tenaga medis ini sampai ke telinga Bupati Merauke Frederikus Gebze, SE, M.Si. Tak lama setelah aksi mogok tersebut terjadi, Bupati Frederikus datang dan mengajak mereka yang melakukan aksi tersebut untuk menyampaikan permasalahan mereka.
Didampingi Direktur RSUD Merauke dr. Yenny Mahuze dan pihak manajemen RSUD Merauke lainnya, perwakilan dari petugas yang melakukan aksi mogok tersebut menyampaikan alasan mereka melakukan aksi tersebut.
Direktur RSUD Merauke dr Yenny Mahuze menjelaskan bahwa jika merujuk pada Peraturan Menteri, tenaga non medis tidak mendapatkan insentif. Namun karena pihaknya melihat bahwa mereka juga bagian dari penanganan Covid-19, sehingga lewat kebijakan dengan SK Bupati, sehingga tenaga non medis tersebut bisa mendapatkan insentif. Namun yang diterima tidak sama karena disesuaikan dengan beban kerja dan profesi.
Kasubag Program dan Anggaran RSUD Merauke Hida Tukayo menjelaskan, bahwa dana yang diturunkan dari Kementerian Kesehatan untuk membayar insentif tersebut hanya Rp 5 miliar yang masuk ke rekening Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke. “Kalau itu yang kita pakai membayar maka yang bisa dibayar hanya tenaga medis. Sementara non medis tidak dibayar,” katanya.
Karena itu, lanjut Hida Tukayo, pihaknya mengajukan ke Pemerintah Daerah agar tenaga non medis tersebut bisa juga dibayar. Menurut Hida Tukayo, besarnya anggaran yang diajukan untuk pembayaran insentif dari Maret sampai Desember tersebut sebesar Rp 25 miliar. Namun yang disetujui sebesar Rp 15 miliar. Dari Rp 15 miliar itu, sudah digunakan membayar insentif untuk Maret-Agustus sebesar Rp 11 miliar. Sedangkan sisa Rp 4 miliar untuk membayar insentif September-Desember 2020. Kemudian pembayaran insentif tersebut berdasarkan SK bupati.
Meski bupati dan pihak manajemen RSUD Merauke memberikan penjelasan, namun petugas medis tersebut mengaku belum merasa puas, sehingga bupati dan pihak Manajemen RSUD Merauke melanjutkan melakukan rapat bersama. (ulo/tri)