Friday, November 22, 2024
34.7 C
Jayapura

Irjen Pol Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati

JPU Sebut Tak Ada Hal yang Meringankan Terdakwa

JAKARTA – Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Polisi Teddy Minahasa dituntut hukuman pidana mati, dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu yang disisihkan dari barang bukti pengungkapan sabu di Polres Bukittinggi. Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

“Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa Teddy Minahasa Putra bin H. Abu Bakar (Alm) dengan pidana mati dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ujar Jaksa membacakan tuntutannya, Kamis (30/3).

Tuntutan itu disampaikan, kata jaksa, mengingat bahwa terdakwa Teddy Minahasa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari lima gram.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

Untuk diketahui, Polres Bukittinggi awalnya hendak memusnahkan 40 kilogram sabu. Namun, Teddy Minahasa selaku Kapolda Sumatera Barat kala itu diduga memerintahkan Doddy selaku Kapolres Bukittinggi untuk menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.

Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan dan sedangkan 3,3 kilogram sisanya disita oleh petugas.

Baca Juga :  Sampaikan Permohonan Maaf, Ungkap Alasan Buat Podcast Demi Masyarakat Papua

Adapun pasal yang disangkakan kepada Teddy, yakni Pasal 114 Ayat 3 sub Pasal 112 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Jo Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara.

Sementara itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) meyebut tak ada hal yang meringankan Teddy Minahasa terkait dengan kasus yang menjeratnya soal peredaran narkotika jenis sabu. “Hal-hal yang meringankan tidak ada,” kata Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3) kemarin.

Pertimbangan tak adanya hal meringankan untuk Teddy ini berbeda dari para terdakwa lain dalam kasus ini, seperti AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Linda Pujiastuti, maupun Syamsul Maarif. Terhadap para terdakwa di atas, sebelumnya ada hal meringankan berupa pengakuan salah dan perasaan menyesal dari para terdakwa.

Sedangkan Teddy Minahasa sendiri, hingga sidang pemeriksaan terakhirnya sebelum pembacaan tuntutan hari ini memang mengaku tak bersalah dan tak menyesali perbuatannya. “Apakah Saudara merasa bersalah?” tanya Hakim Ketua Jon Sarman Saragih dalam persidangan Kamis, (16/3) lalu. “Tidak sama sekali, Yang Mulia,” jawab Teddy. “Apakah Saudara ada merasa menyesal?” tanya kembali Hakim Jon. “Saya menyesal karena satu hal, mengapa saya mengenalkan Linda Pujiastuti kepada Saudara Dody. Itu saja yang menjadi dampak dari semuanya,” pungkas Teddy.

JPU juga menyayangkan Teddy sebagai seorang Penegak Hukum terlebih dengan tingkat jabatan Kapolda seharusnya Terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap Narkotika, namun, kata jaksa, Teddy justru melibatkan diri dengan anak buahnya memanfaatkan jabatan dalam peredaran gelap narkotika.

Baca Juga :  Bio Paulin Resmi Tidak Dipakai

“Perbuatan Terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang anggotanya kurang lebih 400.000 personil,” jelasnya. “Perbuatan Terdakwa telah merusak nama baik Institusi Kepolisian Republik Indonesia,” imbuhnya.

Kuasa Hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea mengaku sempat naik tensi darahnya mendengar tuntutan hukuman pidana mati terhadap kliennya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hal itu menurutnya wajar.

“Jelas dong kalau dihukum mati tensi kita agak naik itu wajar, kan pada saat itu masih mikirin klien,” ujar Hotman kepada wartawan, Kamis (30/3).

Ia menyatakan bahwa sudah menjadi tugasnya selaku pengacara membela kliennya. Namun begitu, Hotman menampik bahwa dirinya membela kejahatan hanya karena membela Teddy dalam kasus peredaran narkotika ini. “Kita ini kan membela klien, mencari kebenaran, pengacara itu bukan membela orang jahat, tapi mencari kebenaran,” terangnya.

“Mengenai banyak usulan yang katanya Hotman Paris katanya pembela rakyat dan kini pembela narkoba, saya tidak membela narkoba, saya membela orang,” imbuh Hotman.

Perkara putusan persidangan apakah akan sesuai, kurang, atau lebih dari yang dituntut oleh jaksa terhadap Teddy, Hotman mengaku menyerahkan seluruhnya kepada hakim “Apakah itu nanti bersalah atau tidak itu terserah pada hakim,” pungkasnya.(jawapos.com)

JPU Sebut Tak Ada Hal yang Meringankan Terdakwa

JAKARTA – Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Polisi Teddy Minahasa dituntut hukuman pidana mati, dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu yang disisihkan dari barang bukti pengungkapan sabu di Polres Bukittinggi. Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

“Menjatuhkan Pidana terhadap Terdakwa Teddy Minahasa Putra bin H. Abu Bakar (Alm) dengan pidana mati dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” ujar Jaksa membacakan tuntutannya, Kamis (30/3).

Tuntutan itu disampaikan, kata jaksa, mengingat bahwa terdakwa Teddy Minahasa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari lima gram.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

Untuk diketahui, Polres Bukittinggi awalnya hendak memusnahkan 40 kilogram sabu. Namun, Teddy Minahasa selaku Kapolda Sumatera Barat kala itu diduga memerintahkan Doddy selaku Kapolres Bukittinggi untuk menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.

Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan dan sedangkan 3,3 kilogram sisanya disita oleh petugas.

Baca Juga :  Bocah 7 Tahun Alami Tindak Kekerasan hingga Bernasib Tragis

Adapun pasal yang disangkakan kepada Teddy, yakni Pasal 114 Ayat 3 sub Pasal 112 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Jo Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara.

Sementara itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) meyebut tak ada hal yang meringankan Teddy Minahasa terkait dengan kasus yang menjeratnya soal peredaran narkotika jenis sabu. “Hal-hal yang meringankan tidak ada,” kata Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3) kemarin.

Pertimbangan tak adanya hal meringankan untuk Teddy ini berbeda dari para terdakwa lain dalam kasus ini, seperti AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Linda Pujiastuti, maupun Syamsul Maarif. Terhadap para terdakwa di atas, sebelumnya ada hal meringankan berupa pengakuan salah dan perasaan menyesal dari para terdakwa.

Sedangkan Teddy Minahasa sendiri, hingga sidang pemeriksaan terakhirnya sebelum pembacaan tuntutan hari ini memang mengaku tak bersalah dan tak menyesali perbuatannya. “Apakah Saudara merasa bersalah?” tanya Hakim Ketua Jon Sarman Saragih dalam persidangan Kamis, (16/3) lalu. “Tidak sama sekali, Yang Mulia,” jawab Teddy. “Apakah Saudara ada merasa menyesal?” tanya kembali Hakim Jon. “Saya menyesal karena satu hal, mengapa saya mengenalkan Linda Pujiastuti kepada Saudara Dody. Itu saja yang menjadi dampak dari semuanya,” pungkas Teddy.

JPU juga menyayangkan Teddy sebagai seorang Penegak Hukum terlebih dengan tingkat jabatan Kapolda seharusnya Terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap Narkotika, namun, kata jaksa, Teddy justru melibatkan diri dengan anak buahnya memanfaatkan jabatan dalam peredaran gelap narkotika.

Baca Juga :  Cetak Hattrik, PLN Kembali Raih Kinerja Keuangan Terbaik Sepanjang Sejarah 2023

“Perbuatan Terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang anggotanya kurang lebih 400.000 personil,” jelasnya. “Perbuatan Terdakwa telah merusak nama baik Institusi Kepolisian Republik Indonesia,” imbuhnya.

Kuasa Hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea mengaku sempat naik tensi darahnya mendengar tuntutan hukuman pidana mati terhadap kliennya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hal itu menurutnya wajar.

“Jelas dong kalau dihukum mati tensi kita agak naik itu wajar, kan pada saat itu masih mikirin klien,” ujar Hotman kepada wartawan, Kamis (30/3).

Ia menyatakan bahwa sudah menjadi tugasnya selaku pengacara membela kliennya. Namun begitu, Hotman menampik bahwa dirinya membela kejahatan hanya karena membela Teddy dalam kasus peredaran narkotika ini. “Kita ini kan membela klien, mencari kebenaran, pengacara itu bukan membela orang jahat, tapi mencari kebenaran,” terangnya.

“Mengenai banyak usulan yang katanya Hotman Paris katanya pembela rakyat dan kini pembela narkoba, saya tidak membela narkoba, saya membela orang,” imbuh Hotman.

Perkara putusan persidangan apakah akan sesuai, kurang, atau lebih dari yang dituntut oleh jaksa terhadap Teddy, Hotman mengaku menyerahkan seluruhnya kepada hakim “Apakah itu nanti bersalah atau tidak itu terserah pada hakim,” pungkasnya.(jawapos.com)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya