Beberapa hari setelah itu Almarhum Yakob Batalayeri dan keluarga diancam oleh kepala kampung tepatnya tanggal, 6 Agustus 2024. Singkat cerita pada tanggal, 16 Agustus 2024 terjadilah pembunuhan dan pengeroyokan terhadap korban dan anak korban.
Adapun pembunuhan itu terjadi ketika korban tinggal sendiri di rumah sementara anaknya yang juga merupakan korban saat itu berada di belakang rumah tepatnya di kandang.
“Saat itu suami saya sedang sendiri dirumah, jadi mereka melakukan pembunuhan terhadap suami saya duluan setelah itu jalan ke belakang kandang dan melakukan pengeroyokan terhadap anak saya,” jelasnya.
Akibat dari Penganiayaan tersebut almarhum mengalami patah tulang rusuk dan limpa pecah. Hal itu diungkapkan sang istri berdasarkan hasil otopsi dari RS Bhayangkara Kotaraja setelah sebelumnya dibawa ke RS Ramela Koya Barat Muara Tami untuk dilakukan visum.
Di tempat yang sama, Yulius Lalaar selaku kuasa hukum keluarga korban mengatakan bahwa pihaknya meminta kejelasan proses hukum terhadap terdakwa kasus pembunuhan terhadap Almarhum Yakob Batalayeri dan tindak pidana yang terjadi pada anak korban.
“Karena keluarga datang kesini mau menuntut keadilan kepada majelis hakim agar keenam pelaku dapat dihukum seberat-beratnya sesuai undang-undang yang berlaku,” sebutnya.
Ia dan keluarga korban merasa tidak puas dengan tuntutan yang diajukan JPU terhadap keenam pelaku yang dianggap terlalu ringan jika dibandingkan dengan perbuatannya. Untuk itu kuasa hukum berharap JPU maupun hakim untuk lebih teliti dalam memeriksa kasus ini. Menurutnya kasus tersebut adalah pembunuhan berencana untuk itu pelaku harus dihukum setimpal.
Sementara itu Karel Alwer koordinator aksi berharap putusan majelis hakim nantinya dapat memberikan putusan yang terbaik untuk keluarga korban. Karena dasarnya ia tidak menginginkan hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah.
Dirinya pun meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan tuduhan yang disampaikan kuasa hukum terdakwa bahwa korban meninggal dunia disebabkan karena serangan jantung. Padahal kata Alwer pelaku telah mengakui perbuatannya, namun kuasa hukumnya membolak-balikkan fakta.