Sunday, April 28, 2024
26.7 C
Jayapura

Pakar Hukum Sebut Mekanisme Jokowi Ganti Ketua KPK Keliru

JAKARTA-Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Romli Atmasasmita menilai keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK Sementara menggantikan Firli Bahuri adalah langkah keliru.

Untuk diketahui, Nawawi Pomolango menjabat Ketua KPK Sementara setelah Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan dan gratifikasi terhadap Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Upaya penetapan status tersangka itu dilakukan penyidik Polda Metro Jaya.

Menindaklanjuti hal itu, Jokowi kemudian menerbitkan Keppres Nomor 116/P Tahun 2023
Tentang Pemberhentian Sementara Ketua Merangkap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2024 Dan Pengangkatan Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2024.

Keppres ini sendiri mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga :  Prabowo-Gibran Mulai Kuatkan Koalisi dan Matangkan Program

Namun, menurut Pomolango, seharusnya penggantian Ketua KPK mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK itu sendiri.

“Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 (diterbitkan) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Maka (harusnya) aturan hukum ini yang berlaku,” ujar Romli dalam keterangan tertulis yang diterima.

Romli melanjutkan, Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengatur soal penunjukan dan penggantian pimpinan KPK yang diberhentikan karena menjadi tersangka tindak pidana kejahatan. Akan tetapi, lanjutnya, upaya penggantian Ketua KPK saat ini cacat hukum karena menggunakan Perppu Nomor 1 Tahun 2015.

“Presiden menggunakan undang-undang yang sudah dicabut sebagai dasar penunjukan Nawawi,” kata Romli.

Baca Juga :  KPK Cegah Empat Orang ke Luar Negeri

Romli menjabarkan, dalam aturan Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disebutkan, dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau DPR RI.

Karenanya, menurut Romli, pengangkatan Nawawi Pomolango semestinya tidak sah dan harus batal demi hukum karena hal ini akan membuat KPK lumpuh.

“Semua kebijakan KPK, mulai dari penyelidikan, penyidikan termasuk penetapan tersangka dan penuntutan akan menjadi tidak sah dan bisa digugat ke praperadilan karena praperadilan itu untuk menguji kewenangan bukan barang bukti. Dengan kata lain, KPK lumpuh dengan Keppres itu. Kalau lumpuh siapa yang suka? Ya koruptor,” tutupnya. (*)

Sumber: Jawapos

JAKARTA-Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Romli Atmasasmita menilai keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK Sementara menggantikan Firli Bahuri adalah langkah keliru.

Untuk diketahui, Nawawi Pomolango menjabat Ketua KPK Sementara setelah Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan dan gratifikasi terhadap Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Upaya penetapan status tersangka itu dilakukan penyidik Polda Metro Jaya.

Menindaklanjuti hal itu, Jokowi kemudian menerbitkan Keppres Nomor 116/P Tahun 2023
Tentang Pemberhentian Sementara Ketua Merangkap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2024 Dan Pengangkatan Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2024.

Keppres ini sendiri mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga :  KPK Dalami Pengetahuan Saksi Perihal Distribusi Penggunaan APBD Papua

Namun, menurut Pomolango, seharusnya penggantian Ketua KPK mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK itu sendiri.

“Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 (diterbitkan) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Maka (harusnya) aturan hukum ini yang berlaku,” ujar Romli dalam keterangan tertulis yang diterima.

Romli melanjutkan, Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengatur soal penunjukan dan penggantian pimpinan KPK yang diberhentikan karena menjadi tersangka tindak pidana kejahatan. Akan tetapi, lanjutnya, upaya penggantian Ketua KPK saat ini cacat hukum karena menggunakan Perppu Nomor 1 Tahun 2015.

“Presiden menggunakan undang-undang yang sudah dicabut sebagai dasar penunjukan Nawawi,” kata Romli.

Baca Juga :  Prabowo-Gibran Mulai Kuatkan Koalisi dan Matangkan Program

Romli menjabarkan, dalam aturan Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disebutkan, dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau DPR RI.

Karenanya, menurut Romli, pengangkatan Nawawi Pomolango semestinya tidak sah dan harus batal demi hukum karena hal ini akan membuat KPK lumpuh.

“Semua kebijakan KPK, mulai dari penyelidikan, penyidikan termasuk penetapan tersangka dan penuntutan akan menjadi tidak sah dan bisa digugat ke praperadilan karena praperadilan itu untuk menguji kewenangan bukan barang bukti. Dengan kata lain, KPK lumpuh dengan Keppres itu. Kalau lumpuh siapa yang suka? Ya koruptor,” tutupnya. (*)

Sumber: Jawapos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya