Site icon Cenderawasih Pos

Pilkada Harus Jauh dari Money Politic

Yakobus Richard Murafer (foto:Elfira/Cepos)

JAYAPURA-Tahapan pendaftaran calon kepala daerah sedang bergulir di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Untuk bakal calon gubernur mencuat dua nama yakni Mathius D Fakhiri dan Benhur Tomi Mano. Sementara bupati-wakil bupati dan wali kota dan wakil wali kota lebih dari dua kandidat.

  Akademisi Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP  Uncen, Yakobus Richard mengatakan dengan adanya dua calon menjadi fenomena politik yang baik dan bisa memberikan  pendidikan politik.

   Hanya saja, yang perlu diantisipasi adalah adanya pemanfaatan politisasi, birokrasi dan isu netralitas.

“Kita berharap tidak menggunakan cara-cara yang tidak bermartabat diantaranya penggunaan isu isu politik identitas seperti pemanfaatan isu sara. Sebab strategi kemenangan yang dimainkan oleh tim sukses atau tim relawan dengan menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi yang sifatnya tidak benar atau hoax,” kata Yakobus saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Rabu (28/8).

   Untuk bakal calon gubernur, kata Yakobus, keduanya memiliki  latar belakang yang berbeda. Namun mereka merepsentasikan sebagai anak asli Papua. Karena itu, pertarungan di dalamnya adalah pertarungan ide, gagasan, program kerja dan visi misi.

   “Kedua calon ini bisa menjadi contoh bagi Pilkada di daerah lain, bagaimana mereka bisa mewujudkan  posisi mereka sebagai  politisi yang dalam pertarungan ini menggunakan cara-cara yang baik,” ucapnya.

   Terkait partisipasi publik dalam Pilkada, Yakobus menilai ada sedikit perubahan dibanding Pilkada sebelumnya. Moment partisipasi pemilih akan semakin meningkat tahun ini, memberikan daya tarik yang luar biasa khususnya bagi masyarakat.

  “Kita bisa menilai untuk kali pertama Pilkada serentak dilakukan pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati dan wali kota – wakil wali kota. Termasuk dulunya ada daerah yang tidak ada Pilkada kemudian dimanfaatkan masyarakat setempat untuk melakukan mobilisasi massa,” bebernya.

  Lanjutnya, namun Pemilu kali ini tidak ada pergerakan atau mobilisasi suara atau mobilisasi pemilih. Namun yang ada saat ini meningkatkan partisipasi masyarakat dalam posisi mereka  untuk menentukan kepala daerah bilamana di daerah tersebut calonnya lebih dari 1 Paslon.

  Terlebih ia menjelaskan, pemilihan gubernur tingkat provinsi dan kabupaten/kota memiliki  perbedaan dari sisi segmentasi pemilihnya. Kata Yakobus, kecenderungan partisipasi pemilih di tingkat kota dan luar perkotaan berbeda.

  “Daerah yang bukan dalam kawasan perkotaan kecenderungan masyarakat di sana memilih  berdasarkan politik kekerabatan, sedangkan di kota lebih kepada rasional dalam arti memilih karena tertarik dengan isu isu atau program program yang disampaikam para calon kepala daerah pada masa masa kampanye,” terangnya.

  Yakobus juga menyinggung bakal calon kepala daerah yang berasal dari kepolisian, pejabat, sipil dan ASN. Ini dipastikan berdampak yang salah satunya menyangkut kemungkinan terjadinya malpraktik dalam arti politisasi birokrasi.

  “Ini yang harus kita antisipasi, Pj Gubernur, bupati hingga wali kota bisa memastikan seluruh proses tahapan ini tidak terjadi politisasi birokrasi di dalamnya. Sebab netralitas ASN dan Polisi kali ini dipertanyakan,” ucapnya.

  Yakobus berharap Pilkada kali ini jauh dari politisasi uang money politic, belajar dari penyelenggaraan Pemilu yang banyak laporan terkait politik uang yang menyebabkan beberapa penyelenggara di tanah Papua diberhentikan.

  “Kita berharap Papua Induk menjadi barometer  berjalannya Pemilu yang demokratis. Saya juga berharap KPU dan Bawaslu bersikap profesional,” pungkasnya. (fia/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version