Saturday, April 20, 2024
26.7 C
Jayapura

Pakar Hukum Sebut Penting untuk Ikut Mengedukasi

JAYAPURA – Lembaga Bantuan Hukum, (LBH) Papua  menegaskan bahwa dalam memberi bantuan hukum, maka LBH tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana. 

 Direktur LBH Papua, Emanuel Gobai melalui rilis yang diterima Cenderawasih Pos,  mengatakan bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 1, UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum.

 Tentang Bantuan Hukum, maka dalam kasus asrama mahasiswa sakura dan asrama mahasiswa rusunawa yang digusur pada tanggal 10 Mei dan 11 Mei serta 21 Mei yang bertindak sebagai pemberi bantuan hukum adalah LBH Papua sementara penerima bantuan hukum adalah mahasiswa uncen aktif penghuni asrama mahasiswa sakura dan asrama mahasiswa rusunawa. Dalam pemberian bantuan hukum yang diberikan LBH Papua secara cuma-cuma sebab LBH Papua yang bernaung dibawah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dibentuk dengan maksud untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada masyarakat miskin,” kata Gobai.

 Menanggapi polemik tersebut pakar hukum, Prof Dr Melkias Hetaria dan DR Basir Rorohmana yang menyebut bahwa sudah tepat fungsi dari LBH adalah menerima pengaduan kemudian memproses pengaduan menurut aturan hukum yang ada. 

 Namun dari semangat beracara ini  penting juga memikirkan soal bagaimana memberikan edukasi kepada klien agar ketahuan bagaimana hukum mengatur kehidupan. Selain edukasi jika ada masalah yang bertentangan dengan hukum maka bisa juga para pihak yang bersengketa  didorong untuk melakukan mediasi. 

Baca Juga :  SMPN 1 Jayapura Raih Juara 1  PWBN Tingkat SMP se-Papua

 “LBH bisa membawa masalah ke pengadilan jika bukti- buktinya cukup dan kalau belum cukup maka akan sulit. Harusnya ini diselidiki dan dipastikan dulu, jika memang memenuhi unsur tuntutan hukum ya silahkan tapi jika kasus yang diterima dinilai masih lemah seharusnya penasehat hukum ini  memberikan edukasi kepada kliennya,” kata Prof Hetaria saat ditemui di Waena, Selasa (15/6). 

 Fungsi LBH kata Prof Hetaria tidak melulu harus menyelesaikan perkara dengan cara yustisi yang dalam arti terima kasus kemudian proses hukum tapi ada upaya yang disebut non yudicial. Itu harus dipahami agar masalah masyarakat bisa diselesaikan dengan baik.

 Kalaupun dilaporkan ke Komnas HAM dan Ombusdman, Prof Hetaria meyakini dua lembaga ini masih akan melakukan kroscek sebab memang itu aturan mainnya, mereka tidak langsung berbicara keluar. “Lalu kalau dikatakan melakukan pelanggaran HAM, itu pelanggaran HAM yang mana? Hak orang? Mahasiswa punya hak? Saya melihat prosedur sebelum penertiban sudah berjalan secara adil. Himbauan, dialog maupun penawaran solusi itu sudah dilakukan jadi dari keadilan procedural itu sudah dilakukan apalagi waktu yang diberikan cukup lama,” tambahnya. 

Baca Juga :  Nenek Moyang Orang Papua Tinggalkan Afrika Sejak 72.000 Tahun Lalu

 DR Basir Rorohmana menambahkan dalam beracara dan upaya penegakan hukum sejatinya  tidak sekedar advokasi melainkan ada juga mediasi. “Saya juga mantan LBH disitu sejak 1984 lalu bersama Pak Bambang Wijayanto, Pak Decky dan Ibu Betsye dan dalam melakukan pendampingan dan yustisi  ada prosedur dan aturan yang ditetapkan, tidak bisa seenaknya,” kata Basir. 

 Ia meyakini Uncen siap menjawab jika memang ada yang ingin dikonfirmasi. “Kami juga mengajarkan mahasiswa untuk tidak mendampingi klien begitu saja tetapi perlu melihat dari berbagai aspek. Tidak semua pengaduan  diterima dan dijalankan secara rata sebab  etika juga ada,” sambungnya.  Ia menambahkan jika cukup bukti ada bentuk pelanggaran HAM maka perlu diajukan dengan pembuktian yang riil. 

 “Pendampingan itu harus menjunjung profesionalitas sebab saya pikir Uncen tidak mungkin melakukan sesuatu yang tidak mendidik. Yang dilakukan Uncen adalah keadilan prosedural dan keadilan substantif. Pendapat saya LBH Papua boleh saja mendampingi tetapi jika argumet atau bukti dianggap lemah itu juga diberikan edukasi, kalau kuat silakan somasi dan jika masuk pengadilan silakan menunjukkan pembuktian,” tutupnya. (ade/oel/bet/wen) 

JAYAPURA – Lembaga Bantuan Hukum, (LBH) Papua  menegaskan bahwa dalam memberi bantuan hukum, maka LBH tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana. 

 Direktur LBH Papua, Emanuel Gobai melalui rilis yang diterima Cenderawasih Pos,  mengatakan bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 1, UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum.

 Tentang Bantuan Hukum, maka dalam kasus asrama mahasiswa sakura dan asrama mahasiswa rusunawa yang digusur pada tanggal 10 Mei dan 11 Mei serta 21 Mei yang bertindak sebagai pemberi bantuan hukum adalah LBH Papua sementara penerima bantuan hukum adalah mahasiswa uncen aktif penghuni asrama mahasiswa sakura dan asrama mahasiswa rusunawa. Dalam pemberian bantuan hukum yang diberikan LBH Papua secara cuma-cuma sebab LBH Papua yang bernaung dibawah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dibentuk dengan maksud untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada masyarakat miskin,” kata Gobai.

 Menanggapi polemik tersebut pakar hukum, Prof Dr Melkias Hetaria dan DR Basir Rorohmana yang menyebut bahwa sudah tepat fungsi dari LBH adalah menerima pengaduan kemudian memproses pengaduan menurut aturan hukum yang ada. 

 Namun dari semangat beracara ini  penting juga memikirkan soal bagaimana memberikan edukasi kepada klien agar ketahuan bagaimana hukum mengatur kehidupan. Selain edukasi jika ada masalah yang bertentangan dengan hukum maka bisa juga para pihak yang bersengketa  didorong untuk melakukan mediasi. 

Baca Juga :  SK Belum Ada Kejelasan, Ratusan Honorer Duduki Kantor Gubernur

 “LBH bisa membawa masalah ke pengadilan jika bukti- buktinya cukup dan kalau belum cukup maka akan sulit. Harusnya ini diselidiki dan dipastikan dulu, jika memang memenuhi unsur tuntutan hukum ya silahkan tapi jika kasus yang diterima dinilai masih lemah seharusnya penasehat hukum ini  memberikan edukasi kepada kliennya,” kata Prof Hetaria saat ditemui di Waena, Selasa (15/6). 

 Fungsi LBH kata Prof Hetaria tidak melulu harus menyelesaikan perkara dengan cara yustisi yang dalam arti terima kasus kemudian proses hukum tapi ada upaya yang disebut non yudicial. Itu harus dipahami agar masalah masyarakat bisa diselesaikan dengan baik.

 Kalaupun dilaporkan ke Komnas HAM dan Ombusdman, Prof Hetaria meyakini dua lembaga ini masih akan melakukan kroscek sebab memang itu aturan mainnya, mereka tidak langsung berbicara keluar. “Lalu kalau dikatakan melakukan pelanggaran HAM, itu pelanggaran HAM yang mana? Hak orang? Mahasiswa punya hak? Saya melihat prosedur sebelum penertiban sudah berjalan secara adil. Himbauan, dialog maupun penawaran solusi itu sudah dilakukan jadi dari keadilan procedural itu sudah dilakukan apalagi waktu yang diberikan cukup lama,” tambahnya. 

Baca Juga :  Nenek Moyang Orang Papua Tinggalkan Afrika Sejak 72.000 Tahun Lalu

 DR Basir Rorohmana menambahkan dalam beracara dan upaya penegakan hukum sejatinya  tidak sekedar advokasi melainkan ada juga mediasi. “Saya juga mantan LBH disitu sejak 1984 lalu bersama Pak Bambang Wijayanto, Pak Decky dan Ibu Betsye dan dalam melakukan pendampingan dan yustisi  ada prosedur dan aturan yang ditetapkan, tidak bisa seenaknya,” kata Basir. 

 Ia meyakini Uncen siap menjawab jika memang ada yang ingin dikonfirmasi. “Kami juga mengajarkan mahasiswa untuk tidak mendampingi klien begitu saja tetapi perlu melihat dari berbagai aspek. Tidak semua pengaduan  diterima dan dijalankan secara rata sebab  etika juga ada,” sambungnya.  Ia menambahkan jika cukup bukti ada bentuk pelanggaran HAM maka perlu diajukan dengan pembuktian yang riil. 

 “Pendampingan itu harus menjunjung profesionalitas sebab saya pikir Uncen tidak mungkin melakukan sesuatu yang tidak mendidik. Yang dilakukan Uncen adalah keadilan prosedural dan keadilan substantif. Pendapat saya LBH Papua boleh saja mendampingi tetapi jika argumet atau bukti dianggap lemah itu juga diberikan edukasi, kalau kuat silakan somasi dan jika masuk pengadilan silakan menunjukkan pembuktian,” tutupnya. (ade/oel/bet/wen) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya