Monday, April 29, 2024
26.7 C
Jayapura

Konsentrasi Pecah, RPP Bisa Disahkan Tanpa Pengawalan DPRP

JAYAPURA – Undang – undang Otonomi Khusus yang berlaku di tahun 2022 telah disahkan. Hanya untuk pelaksanaan teknisnya dibutuhkan peraturan pemerintah (PP). Nah sebelum beranjak ke PP ada namanya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Ini bisa digodok oleh pemerintah Provinsi Papua yang di dalamnya eksekutif dan legislative. Hanya hingga kini nampaknya konsentrasi para wakil rakyat di provinsi masih pecah dengan sejumlah moment. Ada PON dan pencalonan wagub. Belum lagi dengan sidang – sidang paripurna yang baru saja dituntaskan.
Terkait ini salah satu anggota Kelompok Khusus DPR Papua, Yonas Nusi mengaku khawatir PP tentang Otsus akan disahkan tanpa masukan atau pembobotan dari DPR Papua. “Kami merasa prihatin terkait dengan konsentrasi mengawal Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Otonomi Khusus, artinya undang – undang Otsus sudah disahkan namun ada hal yang masih harus dikawal. Ada beberapa hal yang sangat prinsip yang harus dikawal lewat peraturan pemerintah tapi pemikiran kita belum jauh kesana,” kata Yonas Nusi di Hamadi, Minggu (3/10) lalu.
Disini pihaknya megapresiasi pemerintah provinsi Papua yang sudah menelaah dan menyampaikan rancangan pikiran terkait RPP ke Jakarta. Namun sebagai yang legislator kata Yonas harusnya eksekutif ikut mengawal RPP tersebut. RPP yang sudah disampaikan pemerintah daerah ke pemerintah pusat sebab itu menjadi tanggungjawab legislatif. “Kita perlu membangun komunikasi public dengan siapa saja terkait persoalan pembangunan di Papua sebelum dikunci dalam undang – undang. Jangan sampai sudah disahkan baru kita ribut sendiri. Ingat waktunya tak lama, dibulan ini sudah disahkan,” wantinya.
Ia mencontohkan soal Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang selama ini masih menjadi PR dalam Otsus. KKR tidak pernah ada hingga kini meski diamanatkan sejak tahun 2001. “Kadang kita ribut soal HAM saya pikir negara ini sudah terbuka, tinggal bagaimana kita sikapi. Dan berbicara tentang persoalan bangsa itu harus bicara di atas bangsanya sendiri, bukan bicara di luar,” singgung Yonas. Menurutnya Menkopolhukam pernah mempersilahkan mempresentasikan apa yang sudah pernah diparipurnakan di DPR terkait dengan KKR untuk didorong.
Menyelesaikan persoalan hukum dan HAM perlu dilakukan dengan santun. Lalu ada persoalan ekonomi, social dan lingkungan yang juga perlu dituangkan dalam PP. “Ini agar kita tidak mengalami satu kegagalan dan persoalan ketika RPP berubah menjadi PP. Jika ini tak dikomunikasikan dengan baik dengan DPR RI, DPD RI maupun MPR maka saya khawatir RPP ini akan disahkan tanpa DPRP turut terlibat dalam mengawal aspirasi rakyat,” imbuhnya. (ade/wen)

Baca Juga :  Di-PHK, Puluhan Karyawan PT RML Ngadu ke LBH

JAYAPURA – Undang – undang Otonomi Khusus yang berlaku di tahun 2022 telah disahkan. Hanya untuk pelaksanaan teknisnya dibutuhkan peraturan pemerintah (PP). Nah sebelum beranjak ke PP ada namanya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Ini bisa digodok oleh pemerintah Provinsi Papua yang di dalamnya eksekutif dan legislative. Hanya hingga kini nampaknya konsentrasi para wakil rakyat di provinsi masih pecah dengan sejumlah moment. Ada PON dan pencalonan wagub. Belum lagi dengan sidang – sidang paripurna yang baru saja dituntaskan.
Terkait ini salah satu anggota Kelompok Khusus DPR Papua, Yonas Nusi mengaku khawatir PP tentang Otsus akan disahkan tanpa masukan atau pembobotan dari DPR Papua. “Kami merasa prihatin terkait dengan konsentrasi mengawal Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Otonomi Khusus, artinya undang – undang Otsus sudah disahkan namun ada hal yang masih harus dikawal. Ada beberapa hal yang sangat prinsip yang harus dikawal lewat peraturan pemerintah tapi pemikiran kita belum jauh kesana,” kata Yonas Nusi di Hamadi, Minggu (3/10) lalu.
Disini pihaknya megapresiasi pemerintah provinsi Papua yang sudah menelaah dan menyampaikan rancangan pikiran terkait RPP ke Jakarta. Namun sebagai yang legislator kata Yonas harusnya eksekutif ikut mengawal RPP tersebut. RPP yang sudah disampaikan pemerintah daerah ke pemerintah pusat sebab itu menjadi tanggungjawab legislatif. “Kita perlu membangun komunikasi public dengan siapa saja terkait persoalan pembangunan di Papua sebelum dikunci dalam undang – undang. Jangan sampai sudah disahkan baru kita ribut sendiri. Ingat waktunya tak lama, dibulan ini sudah disahkan,” wantinya.
Ia mencontohkan soal Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang selama ini masih menjadi PR dalam Otsus. KKR tidak pernah ada hingga kini meski diamanatkan sejak tahun 2001. “Kadang kita ribut soal HAM saya pikir negara ini sudah terbuka, tinggal bagaimana kita sikapi. Dan berbicara tentang persoalan bangsa itu harus bicara di atas bangsanya sendiri, bukan bicara di luar,” singgung Yonas. Menurutnya Menkopolhukam pernah mempersilahkan mempresentasikan apa yang sudah pernah diparipurnakan di DPR terkait dengan KKR untuk didorong.
Menyelesaikan persoalan hukum dan HAM perlu dilakukan dengan santun. Lalu ada persoalan ekonomi, social dan lingkungan yang juga perlu dituangkan dalam PP. “Ini agar kita tidak mengalami satu kegagalan dan persoalan ketika RPP berubah menjadi PP. Jika ini tak dikomunikasikan dengan baik dengan DPR RI, DPD RI maupun MPR maka saya khawatir RPP ini akan disahkan tanpa DPRP turut terlibat dalam mengawal aspirasi rakyat,” imbuhnya. (ade/wen)

Baca Juga :  Noken Miliki Potensi Produk Ekonomi Kreatif

Berita Terbaru

Artikel Lainnya