Friday, April 19, 2024
33.7 C
Jayapura

Obat Covid-19 sedang Dilakukan Uji Klinis

Target Akhir Tahun Tahu Khasiatnya
JAKARTA – Pemerintah membuka peluang untuk penelitian dan uji klinis obat Covid-19. Pada akhir tahun, diharapkan sudah ada jawaban terkait efektifitas obat ini.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kemarin (4/10) mengungkapkan bahwa Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta rumah sakit vertical tengah mereviu dan melakukan uji klinis obat untuk Covid-19. Budi menyatakan bahwa pemerintah membuka potensi obat-obatan baru untuk melawan penyakit ini.
“Sudah kami approach pabrikannya dan sudah dilaksanakan uji klinis,” kata Budi. Sehingga dia optimis pada akhir tahun ini dapat diketahui obat mana yang cocok untuk melawan SARS CoV-2.
Obat-obatan yang tengah diteliti bersifat monoclonal antibody maupun antivirus. Dengan cara ini diharapkan kedepan kebutuhan obat akan terpenuhi.
Yang tengah ramai adalah Molnupiravir buatan Merc, perusahaan farmasi multinasional dari Amerika Serikat. Perusahaan ini telah mengajukan permohonan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) ke badan pengawasan obat Amerika atau FDA.
Sebelumnya BPOM menyatakan pihaknya berkomitmen melakukan percepatan dan perluasan akses penggunaan obat. Namun, syaratnya adalah harus aman, berkhasiat, dan bermutu. BPOM akan memberikan EUA setelah terbukti khasiat dan keamanannya pada uji klinik yang baik.
BPOM telah menerbitkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.02.02.1.2.07.21.288 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Prinsip Penggunaan Obat Melalui Skema Perluasan Penggunaan Khusus atau Expanded Access Program (EAP) Pada Kondisi Darurat.
EAP ini merupakan skema yang memungkinkan perluasan penggunaan suatu obat yang masih berada dalam tahap uji klinik untuk dapat digunakan di luar uji klinik yang berjalan. Penggunaan ini diperbolehkan jika diperlukan dalam kondisi darurat. Izin ini berbeda dengan EUA. Sebab izin ini diberikan ke kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan kesehatan. Sementara EUA diberikan kepada farmasi.
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mengatakan pada 1 Oktober lalu perusahaan Merck dan Ridgeback mengumumkan hasil penelitian penggunaan obat Molnupiravir. Hasil penelitian terhadap obat antiviral itu, terjadi penurunan 50 persen angka perawatan di rumah sakit. Selain itu juga mencegah kematian akibat Covid-19 pada pasien tingkat ringan sampai sedang.
’’Hasil penelitian ini juga menunjukkan data pada 40 persen samplenya, memiliki efikasi Molnupiravir yang konsisten. Kondisi ini berlaku pada Covid-19 varian Gamma, Delta, Mu.
Tjandara mengatakan public harus mengetahui bahwa pada April 2021 lalu, uji klinik obat Molnupiravir pada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit sempat dihentikan. Alasannya karena tidak menunjukkan hasil yang baik pada pasien yang sudah masuk rumah sakit.
’’Waktu bulan April itu diputuskan penelitian diteruskan hanya pada mereka yang belum masuk arumah sakit. Yang hasilnya baru diumumkan 1 Oktober ini,’’ katanya. Tjandra mendapatkan informasi bahwa obat ini kemungkinan mengantoni izin edar dalam bentu EUA. BPOM-nya Amerika Serikat nantinya akan menilai semua data dan kelayakan yang ada.
Menurut Tjandra sejak tahun lalu, banyak dibicarakan tentang obat-obatan untuk penanganan Covid-19. Ada sejumlah obat yang semua dirasa menjanjikan, tetapi setelah dilakukan penelitian mendalam ternyata tidak terbukti memberikan manfaat bermakna. (lyn/wan/JPG)

Baca Juga :  Pesawat Sulit Mendarat di Agandugume dan Lambewi karena Jalur KKB

Target Akhir Tahun Tahu Khasiatnya
JAKARTA – Pemerintah membuka peluang untuk penelitian dan uji klinis obat Covid-19. Pada akhir tahun, diharapkan sudah ada jawaban terkait efektifitas obat ini.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kemarin (4/10) mengungkapkan bahwa Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta rumah sakit vertical tengah mereviu dan melakukan uji klinis obat untuk Covid-19. Budi menyatakan bahwa pemerintah membuka potensi obat-obatan baru untuk melawan penyakit ini.
“Sudah kami approach pabrikannya dan sudah dilaksanakan uji klinis,” kata Budi. Sehingga dia optimis pada akhir tahun ini dapat diketahui obat mana yang cocok untuk melawan SARS CoV-2.
Obat-obatan yang tengah diteliti bersifat monoclonal antibody maupun antivirus. Dengan cara ini diharapkan kedepan kebutuhan obat akan terpenuhi.
Yang tengah ramai adalah Molnupiravir buatan Merc, perusahaan farmasi multinasional dari Amerika Serikat. Perusahaan ini telah mengajukan permohonan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) ke badan pengawasan obat Amerika atau FDA.
Sebelumnya BPOM menyatakan pihaknya berkomitmen melakukan percepatan dan perluasan akses penggunaan obat. Namun, syaratnya adalah harus aman, berkhasiat, dan bermutu. BPOM akan memberikan EUA setelah terbukti khasiat dan keamanannya pada uji klinik yang baik.
BPOM telah menerbitkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.02.02.1.2.07.21.288 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Prinsip Penggunaan Obat Melalui Skema Perluasan Penggunaan Khusus atau Expanded Access Program (EAP) Pada Kondisi Darurat.
EAP ini merupakan skema yang memungkinkan perluasan penggunaan suatu obat yang masih berada dalam tahap uji klinik untuk dapat digunakan di luar uji klinik yang berjalan. Penggunaan ini diperbolehkan jika diperlukan dalam kondisi darurat. Izin ini berbeda dengan EUA. Sebab izin ini diberikan ke kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan kesehatan. Sementara EUA diberikan kepada farmasi.
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mengatakan pada 1 Oktober lalu perusahaan Merck dan Ridgeback mengumumkan hasil penelitian penggunaan obat Molnupiravir. Hasil penelitian terhadap obat antiviral itu, terjadi penurunan 50 persen angka perawatan di rumah sakit. Selain itu juga mencegah kematian akibat Covid-19 pada pasien tingkat ringan sampai sedang.
’’Hasil penelitian ini juga menunjukkan data pada 40 persen samplenya, memiliki efikasi Molnupiravir yang konsisten. Kondisi ini berlaku pada Covid-19 varian Gamma, Delta, Mu.
Tjandara mengatakan public harus mengetahui bahwa pada April 2021 lalu, uji klinik obat Molnupiravir pada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit sempat dihentikan. Alasannya karena tidak menunjukkan hasil yang baik pada pasien yang sudah masuk rumah sakit.
’’Waktu bulan April itu diputuskan penelitian diteruskan hanya pada mereka yang belum masuk arumah sakit. Yang hasilnya baru diumumkan 1 Oktober ini,’’ katanya. Tjandra mendapatkan informasi bahwa obat ini kemungkinan mengantoni izin edar dalam bentu EUA. BPOM-nya Amerika Serikat nantinya akan menilai semua data dan kelayakan yang ada.
Menurut Tjandra sejak tahun lalu, banyak dibicarakan tentang obat-obatan untuk penanganan Covid-19. Ada sejumlah obat yang semua dirasa menjanjikan, tetapi setelah dilakukan penelitian mendalam ternyata tidak terbukti memberikan manfaat bermakna. (lyn/wan/JPG)

Baca Juga :  Aparat Keamanan Diingatkan Tak Main BBM

Berita Terbaru

Artikel Lainnya