Friday, April 26, 2024
24.7 C
Jayapura

Sulit Dapatkan Uang, Tidak Bisa Lagi Berjualan di Sore Hari

Sejak ada pembatasan waktu jam kerja terhadap masyarakat di Kabupaten Jayapura, sejumlah pedagang ikan mengaku sulit menjual ikan tangkapannya.Tampak salah seorang mama Papua yang sedang menjajakan ikannya di Pasar Pharaa Sentani, Senin (30/3). ( FOTO: Robert Mboik Cepos)

Keluhan Mama Penjual Ikan Sejak Pembatasan Aktivitas Masyarakat Diberlakukan 

Merebaknya penyebaran virus Corona atau Covid-19 telah membawa dampak yang besar bagi masyarakat. Di tengah kekhawatiran itu, pemerintah telah mengeluarkan instruksi dan aturan pembatasan terhadap kegiatan masyarakat, terutama yang memicu berkumpulnya banyak orang.

Laporan: Robert Mboik- Sentani

Senin,  (30/3), kemarin media ini berkesempatan  menjumpai beberapa pedagang lokal, mama-mama Papua di Pasar Pharaa Sentani.  Ada berbagai tanggapan dan keluhan mereka terhadap aturan yang sudah diberlakukan oleh pemerintah mengenai pembatasan waktu jam kerja. 

Ada yang setuju, adapula yang menolak keputusan ini. Mereka yang menolak ini bukan membangkang dengan aturan itu. Namun mereka merasa akan lebih rumit jika bertahan di rumah dengan tidak memiliki makanan.

Perlu diketahui, sebagian kecil dari mama-mama Papua ,yang selama ini mengadu nasib di pasar itu, memang tidak sepenuhnya waktu mereka dihabiskan di pasar. Sebagai contoh ibu Katrina Monim, setiap hari sejak pagi hari dia harus bersama suaminya mencari ikan dengan memacing di Danau Sentani.  Ini sudah menjadi rutinitas mereka dan itu mulai dilakukan sejak pagi hari hingga pukul 12.00 WITsiang bahkan bisa sampai pukul 13.00 WIT, tergantung hasil tangkapan yang dikumpulkan dalam sehari. Setelahnya, ikan hasil tangkapannya itu akan dijajakan di sekitar pinggir jalan Pasar Lama Sentani.

“Sekarang kami tidak bisa lagi menjual ikan di sana (Pasar Lama), karena ada larangan dari pemerintahdi atas jam dua tidak boleh ada aktivitas lagi. Sementara jam itu baru kami bisa mengumpulkan ikan (selanjutnya jual di pasar,” keluhnya pilu.

Baca Juga :  Lanud Silas Papare Laksanakan Latihan Menembak

Dia mengisahkan, mencari dan menjual ikan di waktu sore hari merupakan  satu-satunya  cara yang bisa mendapatkan uang untuk dapat bertahan hidup bersama sang suami tercinta. Suami yang sudah berusia senja itu tidak lagi mampu menakluk alam untuk memburu kulit kayu guna dijadikan bahan baku kerajinan khas Papua seperti sebelumnya. Suaminya yang sudah memasuki usia 70-an rupanya hanya bisa menemaninya untuk mencari ikan di Danau Sentani bermodalkan perahu tua, kail dan jaring kecil.

“Itu satu-satunya pekerjaan kami,” ujarnya singkat. Kini, mama Papua yang satu ini harus berjuang keras untuk bisa mendapatkan sesuap nasi bersama suami tercinta dengan  menjual ikan Mujair. Namun tempat mereka menggantungkan hidup selama ini sudah direnggut setelah isu  merebaknya  wabah Covid- 19 meluas. Dia mengisahkan sebelum adanya isu Corona ini, semua mengalir seperti biasanya, jika pagi hingga siang mencari maka waktu di sore hari itulah dipakai untuk menjual hasil tangkapanya. Kebiasaan yang sudah dilakoninya selama bertahun-tahun itu, kini harus berubah. Memang dalam kondisi seperti itu seolah tidak ada pilihan. Sesungguhnya dia mengaku sangat senang jika berdiam di rumah, namun menyedihkan apabila berdiam di rumah tanpa persediaan makanan.

Baca Juga :  Masyarakat Kampung Iwon Siap Hibahkan Lahan untuk Bangun BTS

Lantas bagaimana mereka bertahan hidup dalam kondisi seperti  ini?. Ternyata dia punya caranya sendiri,  ikan hasil tangkapannya itu diawetkan  dengan cara diasar. Namun dari sisi untung rugi, ikan mujair asar sejauh ini masih sepi peminat. Karena mereka masih kalah saing dengan penjual yang mempunyai keramba yang menjual ikan segar.

“Sekarang tidak langsung dijual, sekarang pakai asap (ikan asar),”  tandasnya.  Namun, hasilnya tidak menjamin. Dari beberapa  hari belakangan ini menjual ikan asar mujair,  konsumen rupanya masih lebih memilih ikan mujair segar yang baru saja ditangkap dari  penangkarannya ketimbang ikan asarnya.

“Bawa banyak kadang laku satu sampai dua (ekor),” jelasnya. 

Wabah Covid-19 ini tentunya bukan sekadar ancaman, sebagian masyarakat yang tak punya penghasilan tetap, merasa seperti telah dibunuh hidup- hidup.  Pemerintah baru saja mengeluarkan perintah pembatasan terhadap aktivitas masyarakat kurang dari sepekan. Namun dampaknya mulai terasa oleh masyarakat kecil. Lantas adakah pilihan untuk mereka atau jaminan bagi mereka yang senasib dengan kisah ini. Kita tentu berharap ada kebijakan dari pemerintah untuk menangani mereka. Karena sesungguhnya ada persoalan baru yang terjadi dan belum benar-benar terlihat.

“Bukan hanya saya yang kesulitan, tapi hampir semua kami yang sama sama menjual ikan yang dicari dari danau,” imbuhnya(*)

Sejak ada pembatasan waktu jam kerja terhadap masyarakat di Kabupaten Jayapura, sejumlah pedagang ikan mengaku sulit menjual ikan tangkapannya.Tampak salah seorang mama Papua yang sedang menjajakan ikannya di Pasar Pharaa Sentani, Senin (30/3). ( FOTO: Robert Mboik Cepos)

Keluhan Mama Penjual Ikan Sejak Pembatasan Aktivitas Masyarakat Diberlakukan 

Merebaknya penyebaran virus Corona atau Covid-19 telah membawa dampak yang besar bagi masyarakat. Di tengah kekhawatiran itu, pemerintah telah mengeluarkan instruksi dan aturan pembatasan terhadap kegiatan masyarakat, terutama yang memicu berkumpulnya banyak orang.

Laporan: Robert Mboik- Sentani

Senin,  (30/3), kemarin media ini berkesempatan  menjumpai beberapa pedagang lokal, mama-mama Papua di Pasar Pharaa Sentani.  Ada berbagai tanggapan dan keluhan mereka terhadap aturan yang sudah diberlakukan oleh pemerintah mengenai pembatasan waktu jam kerja. 

Ada yang setuju, adapula yang menolak keputusan ini. Mereka yang menolak ini bukan membangkang dengan aturan itu. Namun mereka merasa akan lebih rumit jika bertahan di rumah dengan tidak memiliki makanan.

Perlu diketahui, sebagian kecil dari mama-mama Papua ,yang selama ini mengadu nasib di pasar itu, memang tidak sepenuhnya waktu mereka dihabiskan di pasar. Sebagai contoh ibu Katrina Monim, setiap hari sejak pagi hari dia harus bersama suaminya mencari ikan dengan memacing di Danau Sentani.  Ini sudah menjadi rutinitas mereka dan itu mulai dilakukan sejak pagi hari hingga pukul 12.00 WITsiang bahkan bisa sampai pukul 13.00 WIT, tergantung hasil tangkapan yang dikumpulkan dalam sehari. Setelahnya, ikan hasil tangkapannya itu akan dijajakan di sekitar pinggir jalan Pasar Lama Sentani.

“Sekarang kami tidak bisa lagi menjual ikan di sana (Pasar Lama), karena ada larangan dari pemerintahdi atas jam dua tidak boleh ada aktivitas lagi. Sementara jam itu baru kami bisa mengumpulkan ikan (selanjutnya jual di pasar,” keluhnya pilu.

Baca Juga :  Tokoh Adat Sentani Tolak Aksi Demo di Wilayah Tabi

Dia mengisahkan, mencari dan menjual ikan di waktu sore hari merupakan  satu-satunya  cara yang bisa mendapatkan uang untuk dapat bertahan hidup bersama sang suami tercinta. Suami yang sudah berusia senja itu tidak lagi mampu menakluk alam untuk memburu kulit kayu guna dijadikan bahan baku kerajinan khas Papua seperti sebelumnya. Suaminya yang sudah memasuki usia 70-an rupanya hanya bisa menemaninya untuk mencari ikan di Danau Sentani bermodalkan perahu tua, kail dan jaring kecil.

“Itu satu-satunya pekerjaan kami,” ujarnya singkat. Kini, mama Papua yang satu ini harus berjuang keras untuk bisa mendapatkan sesuap nasi bersama suami tercinta dengan  menjual ikan Mujair. Namun tempat mereka menggantungkan hidup selama ini sudah direnggut setelah isu  merebaknya  wabah Covid- 19 meluas. Dia mengisahkan sebelum adanya isu Corona ini, semua mengalir seperti biasanya, jika pagi hingga siang mencari maka waktu di sore hari itulah dipakai untuk menjual hasil tangkapanya. Kebiasaan yang sudah dilakoninya selama bertahun-tahun itu, kini harus berubah. Memang dalam kondisi seperti itu seolah tidak ada pilihan. Sesungguhnya dia mengaku sangat senang jika berdiam di rumah, namun menyedihkan apabila berdiam di rumah tanpa persediaan makanan.

Baca Juga :  Restoran dan Rumah Makan akan Dditempel Stiker 'Makan Gratis'

Lantas bagaimana mereka bertahan hidup dalam kondisi seperti  ini?. Ternyata dia punya caranya sendiri,  ikan hasil tangkapannya itu diawetkan  dengan cara diasar. Namun dari sisi untung rugi, ikan mujair asar sejauh ini masih sepi peminat. Karena mereka masih kalah saing dengan penjual yang mempunyai keramba yang menjual ikan segar.

“Sekarang tidak langsung dijual, sekarang pakai asap (ikan asar),”  tandasnya.  Namun, hasilnya tidak menjamin. Dari beberapa  hari belakangan ini menjual ikan asar mujair,  konsumen rupanya masih lebih memilih ikan mujair segar yang baru saja ditangkap dari  penangkarannya ketimbang ikan asarnya.

“Bawa banyak kadang laku satu sampai dua (ekor),” jelasnya. 

Wabah Covid-19 ini tentunya bukan sekadar ancaman, sebagian masyarakat yang tak punya penghasilan tetap, merasa seperti telah dibunuh hidup- hidup.  Pemerintah baru saja mengeluarkan perintah pembatasan terhadap aktivitas masyarakat kurang dari sepekan. Namun dampaknya mulai terasa oleh masyarakat kecil. Lantas adakah pilihan untuk mereka atau jaminan bagi mereka yang senasib dengan kisah ini. Kita tentu berharap ada kebijakan dari pemerintah untuk menangani mereka. Karena sesungguhnya ada persoalan baru yang terjadi dan belum benar-benar terlihat.

“Bukan hanya saya yang kesulitan, tapi hampir semua kami yang sama sama menjual ikan yang dicari dari danau,” imbuhnya(*)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya