Friday, April 26, 2024
31.7 C
Jayapura

Malu Mengaku Buta Aksara, Berdayakan PKBM yang Tersebar di 16 Tiik

Mencermati Upaya Pemberantasan Buta Aksara di Kota Jayapura

Kota Jayapura sebagai ibu kota Provinsi Papua memang menjadi barometer kualitas pendidikan di Papua. Hanya saja, meski perkembangan pendidikan lebih maju dari kabupaten/daerah lain di Papua, di satu sisi juga masih ada penyandang buta aksara di Kota Jayapura. Lantas bagaimana upaya Dinas Pendidikan untuk memberantas buta aksara? Berikut bincang-bincang bersama Kepala Bidang Pendidikan Keaksaraan Dinas Pendidikan Kota Jayapura, Nurjaya.

Oleh: Rahayu Nur Hasanah_Jayapura

Buta aksara menjadi salah satu masalah yang banyak terjadi di Kota Jayapura. Buta aksara merupakan kondisi dimana seseorang belum cukup mampu untuk membaca dan menulis agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  Di Kota Jayapura, pemerintah Kota Jayapura sudah memulai program multi keaksaraan untuk menuntaskan masalah buta aksara sejak tahun 2012. Dalam hal ini, Pemkot bekerjasama dengan pemerintah kampung, kelurahan, organisasi keagamaan dan organisasi wanita.

   Meurut Kepala Bidang Pendidikan Keaksaraan, Dinas Pendidikan Kota Jayapura , Nurjaya, mulai dari tahun 2012 hingga 2020 penderita buta aksara cenderung fluktuatif. Pemerintah Kota Jayapura, bahkan pernah mendapatkan penghargaan sebagai salah satu pemerintah daerah yang aktif dalam menuntaskan buta aksara di Indonesia pada tahun 2015, karena memperhatikan baik dari segi kegiatan maupun anggaran.

  Namun di tahun berikutnya penyandang buta aksara kembali meningkat karena banyak masyarakat baru yang datang dari daerah pedalaman. “Cuma tahun 2019 itu yang agak naik, dia naik karena mobilitas penduduk. Kota Jayapura inikan kota transit ya, yang masyarakatnya datang silih berganti dari luar.”ungkapnya.

  Tingginya mobilitas masyarakat ini menyebabkan masalah penyandang buta aksara ini belum bisa benar-benar tuntas. Dimana, meski data asli masyarakat Kota Jayapura sudah mampu baca tulis, ternyata ada lagi yang datang ke Jayapura.  “Ternyata ada masyarakat yang baru datang dari daerah-daerah pegunungan, maupun kabupaten lain akhirnya bertambah, 2019  naiknya yang cukup banyak.”ujar Nurjaya

   Naiknya pun terbilang cukup signifikan. Dimana dari  angka 250  orang penyandang buta aksara pada tahun 2018, maka pada tahun 2019 naik mencapai 577 orang. “Jadi tahun 2015 itu Pak Wali sempat mendapatkan penghargaan salah satu pemerintah daerah yang aktif menuntaskan buta aksara di Indonesia, karena beliau memperhatikan ya, baik dari segi penganggaran maupun kegiatan.” Beber Nurjasa saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan Kota Jayapura, Sabtu (26/3).

Baca Juga :  Kaget Dilarang Datang ke Hotel Bapaknya, Semua Aset Ternyata Sudah Dialihkan

   Lebih rinci disebutkan bahwa sejak tahun 2012, terdapat 432 jiwa masyarakat yang buta aksara, tahun 2013 sebanyak 381 jiwa, tahun 2014 sebanyak 313 jiwa, tahun 2015 sebanyak 462 jiwa, tahun 2016 sebanyak 190 jiwa, tahun 2017 sebanyak 298 jiwa, tahun 2018 sebanyak 250 jiwa, tahun 2019 sebanyak 577 jiwa, dan tahun 2020 sebanyak 410 jiwa.
   Meskipun cenderung fluktuatif, namun diperkirakan masyakat yang menderita buta aksara diperkirakan akan bertambah karena terhentinya Pendidikan buta aksara ini selama pandemi sejak tahun 2021 hingga 2022 dan ditambah semakin banyaknya masyarakat pegunungan yang datang dan menetap di Kota jayapura.

   Pemerintah Kota Jayapura dalam rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran sepanjang hayat untuk penyandang buta aksara, pemerintah menyediakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). PKBM ini dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar. PKBM ini terletak di 16 lokasi yang tersebar di Kota Jayapura, pembelajarannya pun tak melulu di dalam ruangan, namun juga di ruang terbuka seperti pasar, gereja dan tempat umum lainnya.

   Program ini diadakan untuk masyarakat Kota Jayapura yang tidak bisa membaca dan menulis dari umur 15 hingga 60 tahun. Pada awalnya mereka akan dididik mulai dari aksara dasar. Pendidikan aksara dasar dilakukan dengan mengajari para peserta didik untuk membaca dan menulis. Setelah melakukan Pendidikan selama 6 bulan, mereka akan ujian dan yang lulus ujian mendapatkan surat keterangan melek aksara.

  Sementara yang belum lulus akan mengulang lagi di tahun berikutnya. Kemudian, peserta didik yang dinyatakan lulus dan mendapatkan surat keterangan melek aksara dapat melanjutkan Pendidikan ke multi aksara.

   Multi aksara merupakan Pendidikan lanjutan setelah aksara dasar untu memperkuat kemampuan mereka dalam membaca dan menulis. Pendidikan multi aksara dilakukan dengan mengajarkan peserta didik berbagai keterampilan seperti memasak, mengukir dan sebagainya.

   Pendidikan keaksaraan ini tentunya tidak berjalan dengan mulus saja. Ada berbagai kesulitan yang dialami oleh Pemerintah Kota Jayapura dalam menjalankan program ini. Diantara kesulitan tersebut ialah masih banyak masyarakat yang secara psikologis merasa malu menjadi penyandang buta aksara, sehingga ketika didata mereka masih sulit untuk mengakui jika mereka merupakan salah satu penyandang buta aksara.

Baca Juga :  Perlu Dilengkapi Stan Kuliner, Masih Khawatir Wira Wiri Kendaraan

   Kemudian, kurangnya keperdulian terhadap kemauan belajar membaca dan menulis. Mereka beranggapan bahwa jika sudah bekerja dan menghasilkan uang, maka tidak perlu lagi untuk belajar, karena akan mengganggu waktu formal mereka dalam bekerja.

  “Banyak dari mereka yang didatangi kerumah itukan waktu itu kan door to door ya, mereka tidak mau mengaku gitu kan, kalua mereka buta aksara gitu, karena faktor itu tadi, mohon maaf mungkin malu gitu kan, apalagi yang usia produktif, dan itu beberapa gitu mereka nggak mau mengaku, tapi kita lakukan pendekatan-pendekatan khusus”. imbuhnya

   Pemerintah kota jayapura tentuanya tidak berhenti disitu saja dalam menjalankan program ini. Meskipun mengalami berbagai kendala, tentunya mereka juga mencari solusi agar masyarakat tetap mau belajar. Di antara solusi tersebut ialah bekerjasama dengan RT/RW untuk mengetahui lebih detail siapa saja mereka yang menjadi penyandang buta aksara di daerah tersebut. Selain itu para pengajar mendatangi langsung lokasi dimana mereka bekerja, mislanya seperti pasar dan kebun, sehingga mereka tetap bisa belajar di jam istirahat meskipun di lokasi mereka bekerja.

  “Mereka inikan harus kita jemput, mereka adalah orangtua yang notabene setiap hari harus mencari nafkah. Caranya bagaimana biar mereka bisa belajar? Dari pihak PKBM itu datang ke pasar, jadi pada saat mereka sedang jualan mereka bisa sambal belajar”.

   Harapannya, Kota jayapura dapat terus melandaikan kasus penyandang buta aksara sehingga menjadi masyarakat yang lebih cerdas dan berpengetahuan luas. Sehingga mereka selain mencari nafkah, mereka juga tetap bisa belajar dan menambah ilmu pengathuannya di kota ini. Kedepan, seiring dengan melandainya kasus covid 19, pihaknya mengupayakan agar PKBM bisa kembali dibuka seperti normalnya. “Asalkan ada permintaan dari masyarakat insyaallah bisa, ya,” tandasnya. (*/tri)

Mencermati Upaya Pemberantasan Buta Aksara di Kota Jayapura

Kota Jayapura sebagai ibu kota Provinsi Papua memang menjadi barometer kualitas pendidikan di Papua. Hanya saja, meski perkembangan pendidikan lebih maju dari kabupaten/daerah lain di Papua, di satu sisi juga masih ada penyandang buta aksara di Kota Jayapura. Lantas bagaimana upaya Dinas Pendidikan untuk memberantas buta aksara? Berikut bincang-bincang bersama Kepala Bidang Pendidikan Keaksaraan Dinas Pendidikan Kota Jayapura, Nurjaya.

Oleh: Rahayu Nur Hasanah_Jayapura

Buta aksara menjadi salah satu masalah yang banyak terjadi di Kota Jayapura. Buta aksara merupakan kondisi dimana seseorang belum cukup mampu untuk membaca dan menulis agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  Di Kota Jayapura, pemerintah Kota Jayapura sudah memulai program multi keaksaraan untuk menuntaskan masalah buta aksara sejak tahun 2012. Dalam hal ini, Pemkot bekerjasama dengan pemerintah kampung, kelurahan, organisasi keagamaan dan organisasi wanita.

   Meurut Kepala Bidang Pendidikan Keaksaraan, Dinas Pendidikan Kota Jayapura , Nurjaya, mulai dari tahun 2012 hingga 2020 penderita buta aksara cenderung fluktuatif. Pemerintah Kota Jayapura, bahkan pernah mendapatkan penghargaan sebagai salah satu pemerintah daerah yang aktif dalam menuntaskan buta aksara di Indonesia pada tahun 2015, karena memperhatikan baik dari segi kegiatan maupun anggaran.

  Namun di tahun berikutnya penyandang buta aksara kembali meningkat karena banyak masyarakat baru yang datang dari daerah pedalaman. “Cuma tahun 2019 itu yang agak naik, dia naik karena mobilitas penduduk. Kota Jayapura inikan kota transit ya, yang masyarakatnya datang silih berganti dari luar.”ungkapnya.

  Tingginya mobilitas masyarakat ini menyebabkan masalah penyandang buta aksara ini belum bisa benar-benar tuntas. Dimana, meski data asli masyarakat Kota Jayapura sudah mampu baca tulis, ternyata ada lagi yang datang ke Jayapura.  “Ternyata ada masyarakat yang baru datang dari daerah-daerah pegunungan, maupun kabupaten lain akhirnya bertambah, 2019  naiknya yang cukup banyak.”ujar Nurjaya

   Naiknya pun terbilang cukup signifikan. Dimana dari  angka 250  orang penyandang buta aksara pada tahun 2018, maka pada tahun 2019 naik mencapai 577 orang. “Jadi tahun 2015 itu Pak Wali sempat mendapatkan penghargaan salah satu pemerintah daerah yang aktif menuntaskan buta aksara di Indonesia, karena beliau memperhatikan ya, baik dari segi penganggaran maupun kegiatan.” Beber Nurjasa saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan Kota Jayapura, Sabtu (26/3).

Baca Juga :  Keluarga, Lingkungan dan Sekolah Berperan Dalam Pembentukan Karakter Anak

   Lebih rinci disebutkan bahwa sejak tahun 2012, terdapat 432 jiwa masyarakat yang buta aksara, tahun 2013 sebanyak 381 jiwa, tahun 2014 sebanyak 313 jiwa, tahun 2015 sebanyak 462 jiwa, tahun 2016 sebanyak 190 jiwa, tahun 2017 sebanyak 298 jiwa, tahun 2018 sebanyak 250 jiwa, tahun 2019 sebanyak 577 jiwa, dan tahun 2020 sebanyak 410 jiwa.
   Meskipun cenderung fluktuatif, namun diperkirakan masyakat yang menderita buta aksara diperkirakan akan bertambah karena terhentinya Pendidikan buta aksara ini selama pandemi sejak tahun 2021 hingga 2022 dan ditambah semakin banyaknya masyarakat pegunungan yang datang dan menetap di Kota jayapura.

   Pemerintah Kota Jayapura dalam rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran sepanjang hayat untuk penyandang buta aksara, pemerintah menyediakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). PKBM ini dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar. PKBM ini terletak di 16 lokasi yang tersebar di Kota Jayapura, pembelajarannya pun tak melulu di dalam ruangan, namun juga di ruang terbuka seperti pasar, gereja dan tempat umum lainnya.

   Program ini diadakan untuk masyarakat Kota Jayapura yang tidak bisa membaca dan menulis dari umur 15 hingga 60 tahun. Pada awalnya mereka akan dididik mulai dari aksara dasar. Pendidikan aksara dasar dilakukan dengan mengajari para peserta didik untuk membaca dan menulis. Setelah melakukan Pendidikan selama 6 bulan, mereka akan ujian dan yang lulus ujian mendapatkan surat keterangan melek aksara.

  Sementara yang belum lulus akan mengulang lagi di tahun berikutnya. Kemudian, peserta didik yang dinyatakan lulus dan mendapatkan surat keterangan melek aksara dapat melanjutkan Pendidikan ke multi aksara.

   Multi aksara merupakan Pendidikan lanjutan setelah aksara dasar untu memperkuat kemampuan mereka dalam membaca dan menulis. Pendidikan multi aksara dilakukan dengan mengajarkan peserta didik berbagai keterampilan seperti memasak, mengukir dan sebagainya.

   Pendidikan keaksaraan ini tentunya tidak berjalan dengan mulus saja. Ada berbagai kesulitan yang dialami oleh Pemerintah Kota Jayapura dalam menjalankan program ini. Diantara kesulitan tersebut ialah masih banyak masyarakat yang secara psikologis merasa malu menjadi penyandang buta aksara, sehingga ketika didata mereka masih sulit untuk mengakui jika mereka merupakan salah satu penyandang buta aksara.

Baca Juga :  Tertibkan 20 Lebih Baliho dan 10 PKL yang Melanggar

   Kemudian, kurangnya keperdulian terhadap kemauan belajar membaca dan menulis. Mereka beranggapan bahwa jika sudah bekerja dan menghasilkan uang, maka tidak perlu lagi untuk belajar, karena akan mengganggu waktu formal mereka dalam bekerja.

  “Banyak dari mereka yang didatangi kerumah itukan waktu itu kan door to door ya, mereka tidak mau mengaku gitu kan, kalua mereka buta aksara gitu, karena faktor itu tadi, mohon maaf mungkin malu gitu kan, apalagi yang usia produktif, dan itu beberapa gitu mereka nggak mau mengaku, tapi kita lakukan pendekatan-pendekatan khusus”. imbuhnya

   Pemerintah kota jayapura tentuanya tidak berhenti disitu saja dalam menjalankan program ini. Meskipun mengalami berbagai kendala, tentunya mereka juga mencari solusi agar masyarakat tetap mau belajar. Di antara solusi tersebut ialah bekerjasama dengan RT/RW untuk mengetahui lebih detail siapa saja mereka yang menjadi penyandang buta aksara di daerah tersebut. Selain itu para pengajar mendatangi langsung lokasi dimana mereka bekerja, mislanya seperti pasar dan kebun, sehingga mereka tetap bisa belajar di jam istirahat meskipun di lokasi mereka bekerja.

  “Mereka inikan harus kita jemput, mereka adalah orangtua yang notabene setiap hari harus mencari nafkah. Caranya bagaimana biar mereka bisa belajar? Dari pihak PKBM itu datang ke pasar, jadi pada saat mereka sedang jualan mereka bisa sambal belajar”.

   Harapannya, Kota jayapura dapat terus melandaikan kasus penyandang buta aksara sehingga menjadi masyarakat yang lebih cerdas dan berpengetahuan luas. Sehingga mereka selain mencari nafkah, mereka juga tetap bisa belajar dan menambah ilmu pengathuannya di kota ini. Kedepan, seiring dengan melandainya kasus covid 19, pihaknya mengupayakan agar PKBM bisa kembali dibuka seperti normalnya. “Asalkan ada permintaan dari masyarakat insyaallah bisa, ya,” tandasnya. (*/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya