Friday, April 19, 2024
33.7 C
Jayapura

Tulisan Tangan dengan Tinta yang Tersimpan Rapat di Kotak Kayu

Ke Kompleks Masjid Madegan, Sampang, Rumah bagi Se Jimat, Alquran yang Berusia 3 Abad

Empat tiang saka penyangga Masjid Madegan miring, tapi dudukan kubahnya normal-normal saja. Adapun Alquran Se Jimat kini tinggal berupa sobekan-sobekan dan jarang dikeluarkan dari tempatnya.

TAUFIQURRAHMAN, Sampang

EMPAT tiang saka penyangga atapnya miring ke utara 11 hingga 12 derajat. ”Semestinya”, kubah masjid juga miring. Namun, ternyata tidak: kondisi dudukan kubah normal-normal saja.

Menurut Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda, Olahraga, dan Kebudayaan Kabupaten Sampang Rohikum Mahtum, Pemkab Sampang pernah menerjunkan tim ahli bangunan untuk melakukan investigasi. ”Namun, tidak ditemukan satu pun kesalahan konstruksi,” katanya kepada Jawa Pos.

Atap Masjid Madegan pun tidak pernah menunjukkan tanda-tanda miring, apalagi ambruk. Selama ratusan tahun sejak masjid itu dibangun pada masa Adipati Pratanu alias Panembahan Lemah Duwur, ayah Pangeran Koro yang memerintah pada perempat awal abad ke-15.

Kompleks tersebut berada di Kampung Madegan, Kelurahan Polagan, Sampang, Madura, Jawa Timur. Di tengah kompleks itu, berbaring tenang dalam peristirahatan terakhirnya Ratu Ibu I Pamadegan, permaisuri Pangeran Koro alias Pangeran Tengah, penguasa Madura Barat dari trah Prabu Brawijaya V dari Majapahit.

Pasangan Ratu Ibu dan Pangeran Tengah nantinya melahirkan putranya. Yakni, Raden Praseno alias Panembahan Cakraningrat I yang nantinya menurunkan raja-raja penguasa Madura Barat yang menjadi bawahan dari Kerajaan Mataram pimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Empat tiang saka yang miring tersebut memiliki makna tersendiri, kata Mahtum. Masing-masing dianggap bertuah oleh penduduk Kota Sampang dan sekitarnya.

Selain masjid, di kompleks Madegan juga bersemayam beberapa pusaka. Dua pusaka yang dikenal penduduk adalah sebilah tombak dan Alquran tulisan tangan yang dipercaya ditulis pada 1628 Masehi. Disebut Alquran Se Jimat atau Si Jimat.

Baca Juga :  Minta Istri Bantu Menuliskan Novel tentang Semarang Zaman Dulu

Alquran sepuh berusia lebih dari 3 abad tersebut adalah sarana utama bagi ritual mubahalah alias sumpah pocong yang cukup populer di kalangan masyarakat Madura. Bukan hanya warga Sampang, ada juga yang datang dari luar daerah seperti Pamekasan dan Bangkalan.   

Sumpah pocong biasanya dilakukan jika kedua pihak tidak puas atas penyelesaian jalur hukum. Namun, menurut perwakilan takmir Masjid Madegan Mohammad Yazid, praktik sumpah pocong jarang sekali dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.

Sumpah pocong terakhir diketahui dilakukan pada 12 September 2020. Yang juga dicatat dalam penelitian Mukarromah (2021) dalam Jurnal Kajian Sastra dan Budaya, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya, Volume 10 Nomor 2.

Hal itu dibenarkan Nurul Amik, petugas Situs Ratu Ibu dari BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) Provinsi Jawa Timur, yang merupakan warga asli Madegan. Ritual sumpah pocong dilakukan beberapa warga asal Pamekasan dengan tergugat seorang perempuan yang dituduh melakukan praktik santet. ”Yang tertuduh satu orang, perempuan. Pihak penuduh ada beberapa orang,” tutur Amik.

Di Museum Ratu Ibu Madegan, masih ada potret utuh Alquran Se Jimat yang ditulis tangan dengan tinta. Namun, kondisi Alquran Se Jimat tak lagi utuh seperti di foto. Perwakilan takmir Masjid Mohammad Yazid menyebut jarang sekali Alquran Se Jimat dikeluarkan dari tempatnya di atas mihrab imam Masjid Madegan.

Didampingi dua petugas takmir, Yazid dan Wahidi, Mahtum, serta Nurul Amik, Alquran keramat tersebut akhirnya dikeluarkan untuk ditunjukkan kepada Jawa Pos pada Jumat (17/12/2021) pagi lalu.

Mungkin karena faktor usia, Alquran Se Jimat kini tinggal berupa sobekan-sobekan kertas yang disimpan rapat di dalam sebuah kotak kayu berukuran sekitar 75 x 50 sentimeter. Di tengah sobekan-sobekan tersebut, diletakkan sebuah Alquran lain yang dibungkus kain kafan.

Baca Juga :  Paling Sulit Belajar Mandiri dan Mentransfer Ilmu dalam Implemetansi KM

Namun, menurut Nurul Amik yang beberapa kali menyaksikan proses sumpah pocong, Alquran berselimut kain kafan tersebut adalah Alquran baru yang sengaja dimasukkan ke kotak. ”Alquran Se Jimat asli ya sobekan-sobekan itu,” kata Nurul Amik.

Tidak banyak diketahui soal asal muasal Alquran Se Jimat. Buku Sejarah Babad Sampang oleh Hosnanijatun menyebutkan bahwa Alquran Se Jimat awalnya berada di Makkah.

Seorang ulama Madura bernama Raden Kabul alias Buju’ Aji Gunung mengutus muridnya bernama Syekh Maulana Abdul Jabbar alias Pangeran Jimat untuk memboyong Alquran tersebut ke tanah Madura.

Konon, berdasar cerita tutur, Pangeran Jimat berlayar ke Makkah, Arab Saudi, menaiki punggung raja ikan paus bernama Rajamenah sehingga Alquran Se Jimat bisa sampai ke Madura dalam waktu cepat. Para takmir juga kesulitan memverifikasi sejarah Alquran tersebut.

Yang diketahui saat ini, kata Yazid, Alquran itu ditulis tangan oleh seorang ulama. ”Menulisnya setelah salat malam dengan tinta dan penanya menggunakan bulu ayam,” tutur Yazid.

Setelah itu, hanya ada fragmen-fragmen kisah soal Alquran keramat tersebut. Ada yang bilang bahwa Alquran itu pernah muncul di beberapa tempat berbeda di Madura.

Yazid menyebutkan bahwa beberapa kali proses sumpah pocong tidak bisa dilaksanakan karena Alquran Se Jimat tiba-tiba raib dari dalam kotaknya. ”Orang-orang tua sering kehilangan. Mereka tanya saya ke mana perginya Alquran itu. Tidak ada yang tahu,” katanya. (*/c19/ttg/JPG)

Ke Kompleks Masjid Madegan, Sampang, Rumah bagi Se Jimat, Alquran yang Berusia 3 Abad

Empat tiang saka penyangga Masjid Madegan miring, tapi dudukan kubahnya normal-normal saja. Adapun Alquran Se Jimat kini tinggal berupa sobekan-sobekan dan jarang dikeluarkan dari tempatnya.

TAUFIQURRAHMAN, Sampang

EMPAT tiang saka penyangga atapnya miring ke utara 11 hingga 12 derajat. ”Semestinya”, kubah masjid juga miring. Namun, ternyata tidak: kondisi dudukan kubah normal-normal saja.

Menurut Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda, Olahraga, dan Kebudayaan Kabupaten Sampang Rohikum Mahtum, Pemkab Sampang pernah menerjunkan tim ahli bangunan untuk melakukan investigasi. ”Namun, tidak ditemukan satu pun kesalahan konstruksi,” katanya kepada Jawa Pos.

Atap Masjid Madegan pun tidak pernah menunjukkan tanda-tanda miring, apalagi ambruk. Selama ratusan tahun sejak masjid itu dibangun pada masa Adipati Pratanu alias Panembahan Lemah Duwur, ayah Pangeran Koro yang memerintah pada perempat awal abad ke-15.

Kompleks tersebut berada di Kampung Madegan, Kelurahan Polagan, Sampang, Madura, Jawa Timur. Di tengah kompleks itu, berbaring tenang dalam peristirahatan terakhirnya Ratu Ibu I Pamadegan, permaisuri Pangeran Koro alias Pangeran Tengah, penguasa Madura Barat dari trah Prabu Brawijaya V dari Majapahit.

Pasangan Ratu Ibu dan Pangeran Tengah nantinya melahirkan putranya. Yakni, Raden Praseno alias Panembahan Cakraningrat I yang nantinya menurunkan raja-raja penguasa Madura Barat yang menjadi bawahan dari Kerajaan Mataram pimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Empat tiang saka yang miring tersebut memiliki makna tersendiri, kata Mahtum. Masing-masing dianggap bertuah oleh penduduk Kota Sampang dan sekitarnya.

Selain masjid, di kompleks Madegan juga bersemayam beberapa pusaka. Dua pusaka yang dikenal penduduk adalah sebilah tombak dan Alquran tulisan tangan yang dipercaya ditulis pada 1628 Masehi. Disebut Alquran Se Jimat atau Si Jimat.

Baca Juga :  Tak Takut Terpapar Covid-19, Warga di Pasar 90 Persen Warga Tak Gunakan Masker

Alquran sepuh berusia lebih dari 3 abad tersebut adalah sarana utama bagi ritual mubahalah alias sumpah pocong yang cukup populer di kalangan masyarakat Madura. Bukan hanya warga Sampang, ada juga yang datang dari luar daerah seperti Pamekasan dan Bangkalan.   

Sumpah pocong biasanya dilakukan jika kedua pihak tidak puas atas penyelesaian jalur hukum. Namun, menurut perwakilan takmir Masjid Madegan Mohammad Yazid, praktik sumpah pocong jarang sekali dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.

Sumpah pocong terakhir diketahui dilakukan pada 12 September 2020. Yang juga dicatat dalam penelitian Mukarromah (2021) dalam Jurnal Kajian Sastra dan Budaya, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya, Volume 10 Nomor 2.

Hal itu dibenarkan Nurul Amik, petugas Situs Ratu Ibu dari BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) Provinsi Jawa Timur, yang merupakan warga asli Madegan. Ritual sumpah pocong dilakukan beberapa warga asal Pamekasan dengan tergugat seorang perempuan yang dituduh melakukan praktik santet. ”Yang tertuduh satu orang, perempuan. Pihak penuduh ada beberapa orang,” tutur Amik.

Di Museum Ratu Ibu Madegan, masih ada potret utuh Alquran Se Jimat yang ditulis tangan dengan tinta. Namun, kondisi Alquran Se Jimat tak lagi utuh seperti di foto. Perwakilan takmir Masjid Mohammad Yazid menyebut jarang sekali Alquran Se Jimat dikeluarkan dari tempatnya di atas mihrab imam Masjid Madegan.

Didampingi dua petugas takmir, Yazid dan Wahidi, Mahtum, serta Nurul Amik, Alquran keramat tersebut akhirnya dikeluarkan untuk ditunjukkan kepada Jawa Pos pada Jumat (17/12/2021) pagi lalu.

Mungkin karena faktor usia, Alquran Se Jimat kini tinggal berupa sobekan-sobekan kertas yang disimpan rapat di dalam sebuah kotak kayu berukuran sekitar 75 x 50 sentimeter. Di tengah sobekan-sobekan tersebut, diletakkan sebuah Alquran lain yang dibungkus kain kafan.

Baca Juga :  Cukup Satu Cabai untuk Soeharto

Namun, menurut Nurul Amik yang beberapa kali menyaksikan proses sumpah pocong, Alquran berselimut kain kafan tersebut adalah Alquran baru yang sengaja dimasukkan ke kotak. ”Alquran Se Jimat asli ya sobekan-sobekan itu,” kata Nurul Amik.

Tidak banyak diketahui soal asal muasal Alquran Se Jimat. Buku Sejarah Babad Sampang oleh Hosnanijatun menyebutkan bahwa Alquran Se Jimat awalnya berada di Makkah.

Seorang ulama Madura bernama Raden Kabul alias Buju’ Aji Gunung mengutus muridnya bernama Syekh Maulana Abdul Jabbar alias Pangeran Jimat untuk memboyong Alquran tersebut ke tanah Madura.

Konon, berdasar cerita tutur, Pangeran Jimat berlayar ke Makkah, Arab Saudi, menaiki punggung raja ikan paus bernama Rajamenah sehingga Alquran Se Jimat bisa sampai ke Madura dalam waktu cepat. Para takmir juga kesulitan memverifikasi sejarah Alquran tersebut.

Yang diketahui saat ini, kata Yazid, Alquran itu ditulis tangan oleh seorang ulama. ”Menulisnya setelah salat malam dengan tinta dan penanya menggunakan bulu ayam,” tutur Yazid.

Setelah itu, hanya ada fragmen-fragmen kisah soal Alquran keramat tersebut. Ada yang bilang bahwa Alquran itu pernah muncul di beberapa tempat berbeda di Madura.

Yazid menyebutkan bahwa beberapa kali proses sumpah pocong tidak bisa dilaksanakan karena Alquran Se Jimat tiba-tiba raib dari dalam kotaknya. ”Orang-orang tua sering kehilangan. Mereka tanya saya ke mana perginya Alquran itu. Tidak ada yang tahu,” katanya. (*/c19/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya