Menurutnya ketidakhadiran lembaga-lembaga representatif tersebut menunjukkan defisit politik keberpihakan yang menjadi salah satu sumber ketidakpercayaan publik terhadap institusi formal. Padahal, jika MRP dan DPRP hadir secara langsung, maka potensi eskalasi dan kekacauan bisa diredam dengan lebih efektif.
“Demokrasi Tidak Boleh Dibungkam Aspirasi masyarakat Papua khususnya generasi muda dan mahasiswa tidak boleh dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai bagian integral dari dinamika demokrasi dan kontrol sosial atas kebijakan pembangunan,” tegasnya.
Negara, melalui aparaturnya, seharusnya menjadi fasilitator dialog, bukan aktor kekerasan. Kebebasan berekspresi adalah hak, bukan ancaman. Dalam masyarakat demokratis, aksi damai adalah kekuatan moral, bukan pelanggaran hukum.
Karena itu, Dosen Hukum STEKOM Semarang berharap kepada semua pihak, khususnya aparat keamanan, pejabat pemerintahan, dan para pemangku kepentingan pembangunan di Papua, untuk menanggapi suara rakyat dengan bijak, terbuka, dan penuh tanggung jawab.
“Jangan biarkan kekerasan menjadi satu-satunya bahasa yang dipahami oleh negara,” pungkasnya.