“Khusus tenaga kesehatan, Kementerian Kesehatan tidak perlu menurunkan standar tes. Saya percaya kualitas lulusan kesehatan dari OAP, baik yang menempuh pendidikan di Papua maupun di luar Papua, sudah sangat baik. Jadi mereka layak diberi ruang sesuai amanat undang-undang,” tegasnya.
Graha menambahkan, jika pada tahap awal rekrutmen ada ketidaksesuaian dengan aturan Otsus, maka pada tahap berikutnya OAP harus benar-benar diakomodir. Politisi muda asal Papua ini juga mengajak para lulusan kedokteran, keperawatan, dan bidang kesehatan lainnya yang berasal dari Papua untuk kembali dan mengabdi di tanah kelahiran mereka.
“Saya yakin anak-anak Papua yang menempuh pendidikan kesehatan sangat memahami kondisi riil di lapangan. Karena itu, saya harap mereka yang sudah lulus, baik dari dalam maupun luar Papua, bisa kembali mengabdi. Ini penting untuk menekan angka masalah kesehatan di daerah,” ujarnya.
Graha menilai saat ini jumlah lulusan kesehatan di Papua sudah cukup banyak. Beberapa kampus seperti Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih, Poltekkes Jayapura, serta sejumlah perguruan tinggi kesehatan lainnya terus melahirkan tenaga medis. Namun, ketersediaan lapangan pekerjaan belum seimbang dengan jumlah lulusan.
“Dengan hadirnya RSUP Jayapura, semestinya ada ruang yang luas bagi mereka untuk terserap. Jangan sampai peluang justru lebih banyak diberikan kepada tenaga dari luar, sementara anak-anak Papua hanya jadi penonton,” katanya.
Graha menegaskan, RSUP Jayapura harus benar-benar menjadi wadah pengabdian sekaligus memperkuat SDM kesehatan lokal. Dengan begitu, kualitas layanan kesehatan di Papua meningkat, angka pengangguran berkurang, dan visi pemerintah pusat menjadikan RSUP Jayapura sebagai pusat layanan kesehatan rujukan bagi Pasifik dapat terwujud.
“Kami berharap proses rekrutmen berikutnya tidak mengulang kesalahan tahap awal. RSUP Jayapura harus menjadi kebanggaan masyarakat Papua sekaligus pintu bagi tenaga kesehatan lokal untuk berkarya di tanah sendiri,” pungkasnya.