Thursday, September 19, 2024
25.7 C
Jayapura

Kebijakan Terjemahan Otsus jadi Atensi, Hindari Mainkan Isu SARA

   Oleh sebab itu, momentum Pilkada 2024 calon kepala daerah wajib memaparkan visi maupun misi, serta langkah strategis apa yang mereka lakukan untuk menyelesaikan masalah keamanan di Papua.

   Ketiga, Cakada wajib memiliki langkah strategis untuk membuat peraturan daerah tentang Pemetaan Hak Hak Ulayat. Pasalnya masalah hak ulayat di Papua masih menjadi masalah serius. Ironisnya silih bergantinya pemimpin benang kusut ini tidak dapat diurai secara jelas.

  “Hak ulayat ini mestinya tidak menjadi problem, jika pemerintah mampu menciptakan hukum yang positif, akan tetapi silih berganitnya pemimpin di tanah Papua bicara tanah adat ini tidak pernah dibahas secara serius,” ujarnya.

Baca Juga :  Pemprov Papua Siap Terima Kunjungan Wapres

   Untuk meningkatkan indek pembangunan manusia, langkah yang perlu dilakukan, salah satunya pengelolahan pembangunan harus diserahkan langsung kepada pemerintah daerah tingkat bawah. Sebab menurut Prof Ave, selama ini pemerintah pusat telah mengucurkan dana APBN yang cukup besar, namun karena pengelolahannya kurang maksimal, sehingga daerah menjadi kendala untuk meningkatkan indek pembangunan manusia yang ada di daerah.

  “Dana-dana pembangunan itu harus diberikan ke pemerintah kampung, biarkan masyarakat yang merasakan,” tegasnya.

   Ia mengimbau di Pilkada Papua, tidak ada cakada yang memainkan isu SARA (Suku, Agama, RAS dan Antar Golongan). Pemekaran DOB, tidak untuk memisahkan hak politik orang Papua. Alasannya, karena pemekaran hanya menyangkut batasan wilayah administrasi, namun untuk hak politik tidak ada batasan bagi siapapun yang punya kompetensi dan memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin di Papua diberi ruang sebebas-besanya untuk berkompetisi.

Baca Juga :  Skema Pembentukan ASN Untuk Provinsi Baru Disiapkan

   “Isu SARA sebenarnya tidak pernah didengungkan, jika kesejahteraan masyarakat dijamin, dan memang secara hukum tidak ada aturan terkait batasan politik OAP di Papua, silahkan berkompetisi secara sehat,” imbuhnya.

   Lulusan Magister Sains ( MS ) Sosiologi Pedesaan Pascasarjana IPB Bogor  tahun 1992 itu menegaskan beberapa point penting yang disampaikan itu harus menjadi atensi para kandidat, karena suhu politik di Papua dengan daerah lain cukup berbeda.

   Oleh sebab itu, momentum Pilkada 2024 calon kepala daerah wajib memaparkan visi maupun misi, serta langkah strategis apa yang mereka lakukan untuk menyelesaikan masalah keamanan di Papua.

   Ketiga, Cakada wajib memiliki langkah strategis untuk membuat peraturan daerah tentang Pemetaan Hak Hak Ulayat. Pasalnya masalah hak ulayat di Papua masih menjadi masalah serius. Ironisnya silih bergantinya pemimpin benang kusut ini tidak dapat diurai secara jelas.

  “Hak ulayat ini mestinya tidak menjadi problem, jika pemerintah mampu menciptakan hukum yang positif, akan tetapi silih berganitnya pemimpin di tanah Papua bicara tanah adat ini tidak pernah dibahas secara serius,” ujarnya.

Baca Juga :  Skema Pembentukan ASN Untuk Provinsi Baru Disiapkan

   Untuk meningkatkan indek pembangunan manusia, langkah yang perlu dilakukan, salah satunya pengelolahan pembangunan harus diserahkan langsung kepada pemerintah daerah tingkat bawah. Sebab menurut Prof Ave, selama ini pemerintah pusat telah mengucurkan dana APBN yang cukup besar, namun karena pengelolahannya kurang maksimal, sehingga daerah menjadi kendala untuk meningkatkan indek pembangunan manusia yang ada di daerah.

  “Dana-dana pembangunan itu harus diberikan ke pemerintah kampung, biarkan masyarakat yang merasakan,” tegasnya.

   Ia mengimbau di Pilkada Papua, tidak ada cakada yang memainkan isu SARA (Suku, Agama, RAS dan Antar Golongan). Pemekaran DOB, tidak untuk memisahkan hak politik orang Papua. Alasannya, karena pemekaran hanya menyangkut batasan wilayah administrasi, namun untuk hak politik tidak ada batasan bagi siapapun yang punya kompetensi dan memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin di Papua diberi ruang sebebas-besanya untuk berkompetisi.

Baca Juga :  SMA-SMA Sepi Peminat Berharap Bantuan Pemerintah

   “Isu SARA sebenarnya tidak pernah didengungkan, jika kesejahteraan masyarakat dijamin, dan memang secara hukum tidak ada aturan terkait batasan politik OAP di Papua, silahkan berkompetisi secara sehat,” imbuhnya.

   Lulusan Magister Sains ( MS ) Sosiologi Pedesaan Pascasarjana IPB Bogor  tahun 1992 itu menegaskan beberapa point penting yang disampaikan itu harus menjadi atensi para kandidat, karena suhu politik di Papua dengan daerah lain cukup berbeda.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya