“Kalau kesadaran datang dari diri sendiri, proses rehabilitasi jauh lebih mudah. Tidak ada obat ajaib untuk narkoba. Yang terpenting adalah mengubah pola pikir, kesadaran, dan semangat untuk sembuh,” jelas Jeppri.
Perjalanan JY juga tidak mudah. Selama hampir setahun, ia mengikuti konseling rutin hingga pasca rehabilitasi. Ia belajar mengenali dampak buruk narkoba, menuliskan kerugian yang ia alami, lalu berkomitmen untuk tidak mengulanginya. Ia pun mulai berani menolak ajakan teman-temannya yang masih terjebak.
“Kalau mereka kumpul untuk pakai ganja, saya menjauh. Saya sudah punya prinsip. Hidup saya akan jauh lebih baik tanpa narkoba,” tegasnya.
Kepala BNN Kabupaten Jayapura, Kasman, memberikan apresiasi penuh. Baginya, langkah JY adalah secercah cahaya yang menunjukkan bahwa generasi muda Papua masih punya harapan besar untuk bangkit.
“Keputusan seorang pelajar untuk datang tanpa paksaan adalah teladan. Ini bukti masih ada anak-anak muda kita yang sadar, ingin berubah, dan menjemput masa depan yang lebih baik,” ucap Kasman.
Kini, JY hidup dengan semangat baru. Meski tumbuh di panti asuhan dan kadang pulang ke rumah orang tuanya, ia tidak lagi merasa sendiri. Ia memiliki cita-cita, punya harapan, dan yang terpenting: punya keberanian untuk melawan narkoba.
Jeppri Kurniawan, menilai langkah seorang pelajar SMK yang datang sendiri untuk menjalani konseling narkoba merupakan kasus yang sangat langka. Selama enam tahun bertugas di BNNK Jayapura, baru kali ini ia menemukan seorang anak muda yang secara sukarela ingin berhenti menggunakan ganja.
Menurut Jeppri ini menjadi momentum penting, sebab kesadaran dari diri sendiri jauh lebih efektif dibandingkan rehabilitasi yang dipaksakan.
“Kalau datang dengan kesadaran pribadi, jauh lebih mudah diarahkan. Berbeda kalau dipaksa, biasanya sangat sulit karena motivasinya tidak lahir dari dalam diri,” jelasnya.