Wednesday, September 10, 2025
25.3 C
Jayapura

KPU Papua Sebut Pemilih Melebihi 100 Persen DPT karena DPTb dan DPK

Menurut Termohon, Pemohon seharusnya konsisten mempersoalkan data pemilih yang menggunakan hak pilihnya, pada 6 Agustus 2025 bukan semata-mata mengenai adanya partisipasi pemilih lebih dari 100 persen, melainkan juga TPS-TPS lain yang jumlah partisipasi pemilihnya kurang dari 100 persen.

Namun terdapat permasalahan berkaitan dengan data pemilih yang menggunakan hak pilihnya waktu PSU pada 6 Agustus 2025 tetapi tidak terdaftar sebagai pemilih DPT, DPTb, maupun DPK yang digunakan pada pemungutan suara serentak pada 27 November 2024 lalu.

“Sementara Pemohon hanya mempermasalahkan mengenai partisipasi pemilih yang lebih dari 100 persen tanpa menguraikan apakah pada pemilih tersebut yang terdapat pada 62 TPS dimaksud terdaftar sebagai pemilih pada waktu pencoblosan 27 November 2024,” lanjut Ali menjelaskan.

Baca Juga :  DOB, Hutan dan Tambang Papua Makin Terancam

Menurut Termohon, Pemohon juga tidak mampu menguraikan pengaruh dari adanya pemilih yang melebihi 100 persen DPT di setiap TPS dari 62 TPS di 8 Kabupaten/Kota terhadap perolehan suara masing-masing pasangan calon yang secara signifikan dapat mempengaruhi hasil pemilihan.

“Apalagi dari 62 TPS yang dipersoalkan oleh Pemohon ternyata banyak TPS yang perolehan suara Pemohon menang melebihi perolehan Paslon Nomor Urut 2 Matius Fakhiri-Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen selaku Pihak Terkait dalam perkara ini,” sebutnya.

Sementara itu salah satu dari pihak Terkait yang diwakili kuasa hukumnya menyebutkan Pemohon justru mendapatkan suara tertinggi di 55 persen TPS atau 11 TPS yang didalilkan terjadi pelanggaran di Kota Jayapura.

Baca Juga :  Langsung Apel Gabungan, Beri Penekanan Soal Kesejahteraan Pegawai

Permintaan Pemohon untuk menghilangkan hak pilih pemilih yang sudah diberikan pada 20 TPS di Kota Jayapura melanggar hak konstitusional dan tidak signifikan pula mempengaruhi kekalahan Pemohon.

Menurut Termohon, Pemohon seharusnya konsisten mempersoalkan data pemilih yang menggunakan hak pilihnya, pada 6 Agustus 2025 bukan semata-mata mengenai adanya partisipasi pemilih lebih dari 100 persen, melainkan juga TPS-TPS lain yang jumlah partisipasi pemilihnya kurang dari 100 persen.

Namun terdapat permasalahan berkaitan dengan data pemilih yang menggunakan hak pilihnya waktu PSU pada 6 Agustus 2025 tetapi tidak terdaftar sebagai pemilih DPT, DPTb, maupun DPK yang digunakan pada pemungutan suara serentak pada 27 November 2024 lalu.

“Sementara Pemohon hanya mempermasalahkan mengenai partisipasi pemilih yang lebih dari 100 persen tanpa menguraikan apakah pada pemilih tersebut yang terdapat pada 62 TPS dimaksud terdaftar sebagai pemilih pada waktu pencoblosan 27 November 2024,” lanjut Ali menjelaskan.

Baca Juga :  Para Saksi Sebut  Objek Perkara Hasil Keringat Penggugat dan Almarhum Suaminya

Menurut Termohon, Pemohon juga tidak mampu menguraikan pengaruh dari adanya pemilih yang melebihi 100 persen DPT di setiap TPS dari 62 TPS di 8 Kabupaten/Kota terhadap perolehan suara masing-masing pasangan calon yang secara signifikan dapat mempengaruhi hasil pemilihan.

“Apalagi dari 62 TPS yang dipersoalkan oleh Pemohon ternyata banyak TPS yang perolehan suara Pemohon menang melebihi perolehan Paslon Nomor Urut 2 Matius Fakhiri-Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen selaku Pihak Terkait dalam perkara ini,” sebutnya.

Sementara itu salah satu dari pihak Terkait yang diwakili kuasa hukumnya menyebutkan Pemohon justru mendapatkan suara tertinggi di 55 persen TPS atau 11 TPS yang didalilkan terjadi pelanggaran di Kota Jayapura.

Baca Juga :  Siap-siap, Mantan Ketua PB PON Menuju Kejaksaan

Permintaan Pemohon untuk menghilangkan hak pilih pemilih yang sudah diberikan pada 20 TPS di Kota Jayapura melanggar hak konstitusional dan tidak signifikan pula mempengaruhi kekalahan Pemohon.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya