“Selama ini kami bersyukur karena minim kendala. Kalaupun ada biasanya dalam pengungkapan itu informasi bocor akhirnya pelaku kabur. Ini memang perlu lebih berhati – hati. Sedangkan untuk resistensi di lapangan pengalaman saya masih di Unit 4 Subdit Narkoba biasa pelaku ganja dari PNG,” cerita mantan Wakasat Reskrim Polresta ini.
Biasanya para pengedar ganja dari PNG memiliki keberanian lebih dimana terkadang membawa alat tajam ataupun besi dan kerap mengancam petugas. Tapi untungnya hal tersebut masih bisa diatasi. “Mereka (pengedar ganja) kadang pakai alat tajam maupun besi, namun ketika senjata kami sudah dikeluarkan disitulah mereka diam,” beber Irene.
Sedangkan untuk penerapan pasalnya, Irene merasa lebih simple karena hanya berurusan dengan tiga aturan main yakni Undang – undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2018 pasal 136 huruf A dan B tentang Pangan dan satu lagi Undang – undang Kesehatan.
“Hanya untuk kesehatan ini lebih banyak terkait kosmetik dan kami bersinergi dengan BPOM,” imbuhnya. Irene sendiri dalam menjalankan penggerebekan atau penangkan lebih menyukai terlibat langsung di lokasi kejadian. Ini tak lepas untuk memberi support kepada tim yang turun ke lapangan.
“Saya pikir anggota di lapangan juga lebih nyaman kalau didampingi meski kadang beberapa kali banyak pelaku yang sudah mengenali saya karena pernah ditangkap saat di Polda,” papar Irene. “Kalau miras ini yang punya ijin kami lihat rata – rata semua paham aturan tapi yang nakal itu biasa yang tidak punya ijin akhirnya berkali – kali juga harus kami proses,” ungkapnya.