Sementara terkait dengan diskusi PSU damai yang ramah HAM, suatu perspektif pers dan HAM bersama jurnalis. Frits menyampaikan bahwa media adalah representasi dalam upaya pemajuan promosi dan penegakan HAM.
Ia mendorong media mampu mewujudkan PSU yang damai di Papua, di tengah kekesalan masyarakat terhadap penyelenggara Pilkada Bawaslu dan KPU. ”Publik cukup kesal bahwa Bawaslu sedikit ”pasif”, mereka terkesan terlambat dalam merespon berbagai temuan yang kasat mata. Begitu juga dengan KPU yang terkesan tertutup dalam mempublikasikan kesiapan mereka. KPU dan Bawaslu harusnya terbuka, karena dia lembaga publik dan ini juga bagian dari mendorong partisipasi masyarakat yang lebih luas,” bebernya.
Kata Frits, semua pihak tidak menginginkan PSU terulang. Sebab, PSU mengakibatkan banyak korban. Di antaranya, pelayanan publik di Provinsi Papua dalam beberapa sektor mengalami hambatan, termasuk hak-hak pegawai negeri cenderung terabaikan.
”Kita harap jangan sampai ada PSU jilid II, dan jika merasa diintimidasi oleh siapa pun, maka segera melapor ke pihak berwajib,” tegasnya.
Dengan situasi yang memanas saat ini, saling serang di media sosial dan sebagainya. Komnas HAM meminta kedua pasangan calon BTM-CK dan Mari-Yo untuk bertemu dan duduk bersama.
”Kita minta kedua paslon bertemu sebelum PSU, ini upaya untuk meredam apa yang terjadi saat ini. Sehingga tidak terjadinya konflik,” ujarnya.