Wednesday, April 24, 2024
24.7 C
Jayapura

Lagi, Kasus Meninggal Dunia Bertambah

* Sudah Melandai, Masyarakat Diminta Tetap Berhati-Hati

JAYAPURA – Bertambah lagi satu kasus meninggal dunia akibat Covid-19, Senin (29/6), khususnya di Kota Jayapura. Hal ini dikonfirmasi langsung Juru Bicara Satgas Covid 19 Provinsi Papua dr Silwanus Sumule, Sp.OG(K) yang menyampaikan bahwa dengan adanya penambahan satu kasus meninggal dunia maka total kasus meninggal dunia akibat Covid-19 di Provinsi Papua secara kumulatif berjumlah 18 kasus. 

“ Hari ini (kemarin, red) ada satu kasus kematian seorang perempuan berinisial W berusia 80 tahun. Pasien meninggal pada tanggal 22 Juni yang lalu, namun baru kami laporkan setelah hasil swabnya keluar dan dinyatakan positif Covid-19,” ungkap dr Silwanus Sumule, Senin (29/6) malam.

Dijelaskan bahwa pasien tersebut masuk rumah sakit pada tanggal 21 Juni dengan keluhan sesak nafas dan setelah dilakukan pemeriksaan diketahui pasien mengalami radang paru-paru. Namun tanggal 22 Juni pasien dibawa pulang ke rumah atas permintaan keluarga.
“ Sebelum pulang tanggal 22 Juni, petugas medis kami melakukan pengambilan swab dan hasilnya keluar tanggal 24 Juni dinyatakan positif Covid-19. Berdasarkan hasil swab tersebut, petugas medis melakukan tracking kepada pasien yang bersangkutan, namun pasien sudah meninggal tanggal 22 Juni 2020,” terangnya.
“Saat petugas medis kami melakukan tracking diketahui bahwa pasien sudah meninggal tanggal 22 Juni. Jadi dibawa pulang tanggal 22 Juni pagi dan malamnya pasien dilaporkan meninggal dunia,” sambungnya lagi.
Sementara itu, jumlah pasien positif terpapar virus corona baru atau Covid-19 di Papua bertambah 4 kasus baru. Dengan demikian jumlah kumulatif menjadi 1.686 kasus. Dari jumlah tersebut, 814 pasien dalam perawatan, 854 dinyatakan sembuh dan 18 orang meninggal dunia.
“ Tambahan 4 kasus ini berasal dari Kota Jayapura 2 kasus, Kepulauan Yapen 1 kasus dan Kabupaten Mimika 1 kasus,” ujarnya.
Selain itu, terdapat tambahan 13 orang yang dinyatakan sembuh. Mereka berasal dari Mimika 6 orang. Biak 5 orang dan Kota Jayapura 2 orang.
Sementara jumlah PDP bertambah 7 sehingga menjadi 239 orang dan jumlah ODP bertambah 77 sehingga menjadi 3.409 orang.
“ Tambahan PDP kita sebanyak 7 orang berasal dari Merauke 1 orang dan Kota jayapura 6 orang. Kemudian tambahan ODP 77 orang berasal dari Merauke 5 orang, Jayawijaya 10 orang, Kabupaten Jayapura 2 orang , Nabire 16 orang, Boven Digoel 2 orang, Yalimo 37 orang, Asmat 1 orang dan Kota Jayapura 4 orang,” pungkasnya.

Baca Juga :  Masih Ada Pemda yang Belum Pecat ASN yang Korupsi

Secara terpisah, dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Cenderawasih (Uncen), Dr. Hasmi, M.Kes mengatakan bahwa dirinya membuat kurva epidemic virus Corona atau Covid-19 per tanggal 5 Maret 2020 pada saat positif Covid-19 di Kabupaten Merauke, sehingga puncak di Provinsi Papua sendiri pada tanggal 27 Mei 2020 yang, dimana terdapat 178 kasus positif Corona.

Namun demikian, setelah tiga minggu lebih sampai dengan akhir bulan Juni 2020, pihaknya mengamati sudah melandai. Indikatornya yaitu selama dua minggu minggu berturut-turut tidak melebihi dari 50 persen dari kasus puncak virus Corona. 

“Kalau di bagi 50 persen berarti 89 kasus Corona per 27 Mei 2020. Setelah tiga minggu ini belum ada kasus Corona yang melewati 89 kasus per hari,” ungkapnya saat dihubungi Cenderawasih Pos via ponselnya, Senin (29/6). 

Hasmi mengatakan, selama tiga minggu ini kasus Corona sudah melandai. Meskipun demikian ada catatan-catatan yang harus menjadi hati-hati, sehingga jangan sampai melandai ini ternyata ada banyak hal, yaitu pertama tes masif yang dilakukan pada saat puncak virus Corona agak berbeda perlakuan setelah puncak kasus. Oleh karena itu, semua pihak harus berhati-hati, sehingga jangan sampai jumlah tes menurun, karena petugas di lapangan menurun semangatnya untuk melakukan tes.

“Tetap kita harus berhati-hati terhadap menurun itu. Jangan sampai puncak Corona pada 27 Mei itu palsu dan bukan puncak yang sebenarnya. Tapi kita berdoa mudah-mudahan itu puncak yang sebenarnya,” ucapnya.

Dari hasil pengamatan Hasmi mengenai Covid-19 sejauh ini sebenarnya ada positif rate. Dimana jumlah sampel yang diperiksa per hari dengan jumlah yang positif rate, jika dibandingkan dengan awal-awal kasus pandemi Covid-19 persentasenya memang agak menurun. “Jika dilihat dari sebelumnya, positif rate bisa 17-18 positif, tetapi sekarang malah 12-13 positif rate,” bebernya.

Baca Juga :  Ke Papua Siapkan Mental

“Positif rate itu artinya jumlah yang positif dibanding dengan yang diperiksa, sehingga itu menandakan bahwa terlalu tinggi juga tidak bagus dan tidak terlalu rendah juga tidak bahas. Idealnya antara 5-15 persen,” sambungnya.

Hasmi mengatakan, jika terlalu longgar juga tidak bagus. Begitupun kalau terlalu ketat juga tidak terlalu bahas, sehingga minimal yang sedang-sedang saja. 

“Jika dilihat dulu agak ketat, sehingga mencapai 20 persen dan sekarang turun menjadi 12-13 persen. Kita berharap, tidak ada gelombang kedua puncak kasus Corona di Provinsi Papua. Kalau misalnya melewati 89 kasus itu indikatornya sudah jelek. Tapi selama tiga minggu sampai sekarang belum ada kasus yang melewati 89 kasus,” ujarnya.

Untuk pasien sembuh, Hasmi membeberkan bahwa Papua dari awal persentase kesembuhan pasien rendah karena aturan dari badan kesehatan dunia WHO ketat. Yaitu dengan dua kali swab tes baru negatif baru dinyatakan sembuh.

Namun sekarang ada aturan WHO yang baru. Dimana sekarang kalau sudah dirawat 20 hari di rumah sakit dinyatakan sembuh, maka tidak perlu diswab lagi. Sehingga jika ada pasien yang dirawat 20 hari tanpa harus tes sudah yakin sudah sembuh.

“Supaya tidak terjadi puncak gelombang kedua, pemerintah harus hati-hati dalam melakukan kelonggaran. Artinya ketika masyarakat diberikan kelonggaran, tetap harus diawasi dengan memberikan edukasi untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada,” pintanya.

Hasmi menambahkan, saat ini Covid-19 masih dianggap sebagai stigma masyarakat. Sehingga ketika masyarakat dinyatakan positif dan diminta karantina di rumah maupun di rumah sakit terkadang keberatan. Oleh sebab itu, menurut Hasmi perlu dilakukan pendekatan menggunakan budaya lokal di daerah setempat. Terutama pendekatan terhadap tokoh adat dan pendidikan tentang pentingnya karantina.

“Kemudian jangan lengah, tetapi harus tetap seperti kemarin dengan selalu agresif melakukan tes dan harus mengikuti prtokol kesehatan yang ada,” pungkasnya. (gr/bet/nat)

* Sudah Melandai, Masyarakat Diminta Tetap Berhati-Hati

JAYAPURA – Bertambah lagi satu kasus meninggal dunia akibat Covid-19, Senin (29/6), khususnya di Kota Jayapura. Hal ini dikonfirmasi langsung Juru Bicara Satgas Covid 19 Provinsi Papua dr Silwanus Sumule, Sp.OG(K) yang menyampaikan bahwa dengan adanya penambahan satu kasus meninggal dunia maka total kasus meninggal dunia akibat Covid-19 di Provinsi Papua secara kumulatif berjumlah 18 kasus. 

“ Hari ini (kemarin, red) ada satu kasus kematian seorang perempuan berinisial W berusia 80 tahun. Pasien meninggal pada tanggal 22 Juni yang lalu, namun baru kami laporkan setelah hasil swabnya keluar dan dinyatakan positif Covid-19,” ungkap dr Silwanus Sumule, Senin (29/6) malam.

Dijelaskan bahwa pasien tersebut masuk rumah sakit pada tanggal 21 Juni dengan keluhan sesak nafas dan setelah dilakukan pemeriksaan diketahui pasien mengalami radang paru-paru. Namun tanggal 22 Juni pasien dibawa pulang ke rumah atas permintaan keluarga.
“ Sebelum pulang tanggal 22 Juni, petugas medis kami melakukan pengambilan swab dan hasilnya keluar tanggal 24 Juni dinyatakan positif Covid-19. Berdasarkan hasil swab tersebut, petugas medis melakukan tracking kepada pasien yang bersangkutan, namun pasien sudah meninggal tanggal 22 Juni 2020,” terangnya.
“Saat petugas medis kami melakukan tracking diketahui bahwa pasien sudah meninggal tanggal 22 Juni. Jadi dibawa pulang tanggal 22 Juni pagi dan malamnya pasien dilaporkan meninggal dunia,” sambungnya lagi.
Sementara itu, jumlah pasien positif terpapar virus corona baru atau Covid-19 di Papua bertambah 4 kasus baru. Dengan demikian jumlah kumulatif menjadi 1.686 kasus. Dari jumlah tersebut, 814 pasien dalam perawatan, 854 dinyatakan sembuh dan 18 orang meninggal dunia.
“ Tambahan 4 kasus ini berasal dari Kota Jayapura 2 kasus, Kepulauan Yapen 1 kasus dan Kabupaten Mimika 1 kasus,” ujarnya.
Selain itu, terdapat tambahan 13 orang yang dinyatakan sembuh. Mereka berasal dari Mimika 6 orang. Biak 5 orang dan Kota Jayapura 2 orang.
Sementara jumlah PDP bertambah 7 sehingga menjadi 239 orang dan jumlah ODP bertambah 77 sehingga menjadi 3.409 orang.
“ Tambahan PDP kita sebanyak 7 orang berasal dari Merauke 1 orang dan Kota jayapura 6 orang. Kemudian tambahan ODP 77 orang berasal dari Merauke 5 orang, Jayawijaya 10 orang, Kabupaten Jayapura 2 orang , Nabire 16 orang, Boven Digoel 2 orang, Yalimo 37 orang, Asmat 1 orang dan Kota Jayapura 4 orang,” pungkasnya.

Baca Juga :  RS Bhayangkara dan RS Marthen Indey Tambah Tempat Tidur

Secara terpisah, dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Cenderawasih (Uncen), Dr. Hasmi, M.Kes mengatakan bahwa dirinya membuat kurva epidemic virus Corona atau Covid-19 per tanggal 5 Maret 2020 pada saat positif Covid-19 di Kabupaten Merauke, sehingga puncak di Provinsi Papua sendiri pada tanggal 27 Mei 2020 yang, dimana terdapat 178 kasus positif Corona.

Namun demikian, setelah tiga minggu lebih sampai dengan akhir bulan Juni 2020, pihaknya mengamati sudah melandai. Indikatornya yaitu selama dua minggu minggu berturut-turut tidak melebihi dari 50 persen dari kasus puncak virus Corona. 

“Kalau di bagi 50 persen berarti 89 kasus Corona per 27 Mei 2020. Setelah tiga minggu ini belum ada kasus Corona yang melewati 89 kasus per hari,” ungkapnya saat dihubungi Cenderawasih Pos via ponselnya, Senin (29/6). 

Hasmi mengatakan, selama tiga minggu ini kasus Corona sudah melandai. Meskipun demikian ada catatan-catatan yang harus menjadi hati-hati, sehingga jangan sampai melandai ini ternyata ada banyak hal, yaitu pertama tes masif yang dilakukan pada saat puncak virus Corona agak berbeda perlakuan setelah puncak kasus. Oleh karena itu, semua pihak harus berhati-hati, sehingga jangan sampai jumlah tes menurun, karena petugas di lapangan menurun semangatnya untuk melakukan tes.

“Tetap kita harus berhati-hati terhadap menurun itu. Jangan sampai puncak Corona pada 27 Mei itu palsu dan bukan puncak yang sebenarnya. Tapi kita berdoa mudah-mudahan itu puncak yang sebenarnya,” ucapnya.

Dari hasil pengamatan Hasmi mengenai Covid-19 sejauh ini sebenarnya ada positif rate. Dimana jumlah sampel yang diperiksa per hari dengan jumlah yang positif rate, jika dibandingkan dengan awal-awal kasus pandemi Covid-19 persentasenya memang agak menurun. “Jika dilihat dari sebelumnya, positif rate bisa 17-18 positif, tetapi sekarang malah 12-13 positif rate,” bebernya.

Baca Juga :  Uskup Agung Merauke Mengeluarkan Tujuh Poin Pernyataan

“Positif rate itu artinya jumlah yang positif dibanding dengan yang diperiksa, sehingga itu menandakan bahwa terlalu tinggi juga tidak bagus dan tidak terlalu rendah juga tidak bahas. Idealnya antara 5-15 persen,” sambungnya.

Hasmi mengatakan, jika terlalu longgar juga tidak bagus. Begitupun kalau terlalu ketat juga tidak terlalu bahas, sehingga minimal yang sedang-sedang saja. 

“Jika dilihat dulu agak ketat, sehingga mencapai 20 persen dan sekarang turun menjadi 12-13 persen. Kita berharap, tidak ada gelombang kedua puncak kasus Corona di Provinsi Papua. Kalau misalnya melewati 89 kasus itu indikatornya sudah jelek. Tapi selama tiga minggu sampai sekarang belum ada kasus yang melewati 89 kasus,” ujarnya.

Untuk pasien sembuh, Hasmi membeberkan bahwa Papua dari awal persentase kesembuhan pasien rendah karena aturan dari badan kesehatan dunia WHO ketat. Yaitu dengan dua kali swab tes baru negatif baru dinyatakan sembuh.

Namun sekarang ada aturan WHO yang baru. Dimana sekarang kalau sudah dirawat 20 hari di rumah sakit dinyatakan sembuh, maka tidak perlu diswab lagi. Sehingga jika ada pasien yang dirawat 20 hari tanpa harus tes sudah yakin sudah sembuh.

“Supaya tidak terjadi puncak gelombang kedua, pemerintah harus hati-hati dalam melakukan kelonggaran. Artinya ketika masyarakat diberikan kelonggaran, tetap harus diawasi dengan memberikan edukasi untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada,” pintanya.

Hasmi menambahkan, saat ini Covid-19 masih dianggap sebagai stigma masyarakat. Sehingga ketika masyarakat dinyatakan positif dan diminta karantina di rumah maupun di rumah sakit terkadang keberatan. Oleh sebab itu, menurut Hasmi perlu dilakukan pendekatan menggunakan budaya lokal di daerah setempat. Terutama pendekatan terhadap tokoh adat dan pendidikan tentang pentingnya karantina.

“Kemudian jangan lengah, tetapi harus tetap seperti kemarin dengan selalu agresif melakukan tes dan harus mengikuti prtokol kesehatan yang ada,” pungkasnya. (gr/bet/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya