Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Duplik Lukas, Saya Didakwa Tipu tipu

JAYAPURA – Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe menyampaikan Duplik pribadinya yang berjudul “Saya Didakwa Tanpa Bukti-Bukti” dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/9).

Dalam duplik yang dibacakan kuasa hukumnya, Petrus Bala Pattyona, Lukas kembali menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima suap dan gratifikasi dari dua pengusaha, Rijatono Lakka dan Piton Enumbi.

“Dalam perkara saya, sebenarnya  perkara yang pembuktiannya sangat sederhana, karena saya didakwa menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 1 M dari Rijatono Lakka, pemberian sebuah hotel seharga Rp 25 M dan sejumlah pembangunan fisik serta uang sebesar Rp 10 M dari Piton Enumbi,” kata Petrus membacakan Duplik Lukas.

Dalam persidangan, Lukas mengatakan, telah terbukti dengan sangat jelas bahwa tidak ada satu saksipun yang dapat menerangkan bahwa dirinya menerima suap atau gratifikasi dari Rijatono Lakka dan Piton Enumbi.

“Dan hal ini telah dinyatakan dalam keputusasaan Jaksa Penuntut Umum,” ucap Petrus.

Lanjut Petrus, karena tidak terbukti, Jaksa Penuntut Umum menyatakan seolah-olah Lukas menerima grartifikasi atau suap, dengan menyampaikan fakta-fakta bahwa berdasarkan pencatatan pengeluaran keuangan untuk renovasi dan pembangunan yang dibuat oleh Saksi Irma Imelda Irene Mandagi terdapat pengeluaran uang sebesar Rp 34 M yang mana sumber uang tersebut berasal dari keuntungan proyek-proyek yang dikerjakan oleh saksi Rjatono Lakka yang bersumber dari APBD Provinsi Papua,” kata Petrus.

Sebagaimana dalam persidangan Rijatono Lakka tidak pernah memberikan keterangan tentang pengeluaran sebesar Rp 34 M kepada Lukas yang bersumber dari keuntungan proyek-proyek yang dia kerjakan.

Selain itu, saksi Rijatono Lakka selalu menerima laporan perkembangan dari pekerjaan beserta pengeluaran dana untuk pembiayaannya dari Irma Imelda Irene Mandagi dan kemudian dilaporkan kepada Gerius One Yoman yang merupakan representasi dari Terdakwa Lukas Enembe.

“Hal ini terlihat sebagaimana bukti foto kunjungan dari Gerius One Yoman ke lokasi Hotel Angkasa untuk melihat pembangunan. Hal ini menguatkan fakta sebagaimana keterangan Meike dan Irianti Yuspita Yanius Yoman Telenggen dalam keterangan di persidangan justru menyampaikan mengetahui Hotel Angkasa adalah milik terdakwa Lukas Enembe,” terangnya.

Baca Juga :  Besok MK Putuskan Batas Usia Capres-Cawapres

Dalam persidangan Gerius One Yoman menerangkan tentang keberadaan di pinggir jalan depan Hotel Angkasa karena pada saat pembangunan, ia melihat ada tumpukan material di pinggir jalan.

Tentang semua tuduhan pemberian suap atau gratifikasi dari Rijatono Lakka dalam bentuk pembangunan atau renovasi fisik telah saya (Lukas) jelaskan, bahwa untuk pembayaran kepada Rijatono Lakka lakukan secara tunai dan dibenarkan oleh Rijatono Lakka.

“Kesimpulan Jaksa Penuntut Umum bahwa saya menerima gratifikasi dari Rijatono Lakka atau Piton Enumbi tidak didukung suatu bukti, padahal Jaksa Penuntut Umum pun telah mengakui bahwa tidak ada saksi menerangkan bahwa saya ada menerima suap atau gratifikasi,” ujar Petrus.

Kata Petrus, dari ke-17 saksi yang diajukan dalam persidangan, termasuk bukti surat dan leterangan Saya (Lukas-red) sebagai terdakwa telah membuktikan bahwa tidak melakukan tindak pidana.

Bahwa jumlah saksi dibatasi hanya 17 orang, walaupun diawal persidangan dijelaskan akan menghadirkan 40 saksi tetapi tidak diajukan lagi, karena hanya dengan 17 saksi saja tidak dapat membuktikan tuduhan kepada saya. Jaksa Penuntut Umum membatasi jumlah saksi tidak perlu bertambah lagi karena dengan 17 saksi saja sudah tidak mampu membuktikan tuduhan.

“Untuk membuktikan saya (Lukas) menerima suap atau gratifikasi sebenarnya simple saja,  cukup hadirkan saksi yang menerangkan, dimana saya (Lukas) terima suap atau gratifikasi, kapan dan bagaimana kejadiannya dan yang terpenting adalah siapa saksi yang mengetahui saya menerima suap.

Apalagi selama persidangan tidak ada barang bukti uang baik yang berjumlah Rp 1 M. Saya diadili tanpa alat-alat bukti  dan barang-barang bukti. Untuk Hotel Angkasa sebenarnya sudah jelas, apalagi Jaksa Penuntut Umum dalam pembuktian tentang kepemilikan Hotel Angkasa menyatakan hanya ada komunikasi antara Genius One Yoman dengan Willius atau foto Genius One Yoman  saat di pinggir jalan Angkasa tempat Pembangunan Hotel Angkasa,” tukas Petrus.

Baca Juga :  Gagal Menjambret, Tersangka Segera Disidang

Lukas melalui kuasa hukumnya dengan tegas menolak diksi sarkas tersebut karena sebagai Gubernur Papua dua periode bekerja tulus, clean dan clear, mendapat penghargaan WTP sebanyak 8 kali. Diksi yang menyatakan tipu-tipu itu bilang proyek sesuai pengadaan, tapi pemenang ternyata pesanan.

“Saya hanya kasihan terhadap Jaksa Penuntut Umum atas sinisme yang penuh kebohongan. Tolong tunjukan satu saja saksi yang menerangkan bahwa pemenang tender adalah pesanan. Atau diksi yang menyatakan tipu-tipu itu bilang sakit di luar negeri, tapi ternyata mencari kesenangan dengan berjudi.

Faktanya memang saya sakit dan berobat di luar negeri, apalagi dokter-dokter IDI yang membuat MoU dengan KPK, telah menjelaskan hasil pemeriksaan saya bahwa saya memang benar sakit,” kata Lukas yang disampaikan kuasa hukumnya.

Adapun permohonan dari bantahan tersebut, Lukas mohon agar Majelis Hakim dengan hati dan pikiran yang jernih yang mengadili perkara  Lukas dapat memutuskan berdasarkan fakta-fakta bahwa Lukas tidak bersalah dan dengan itu dapat membebaskan dari segala dakwaan.

“Saya juga tetap mohon supaya rekening saya, rekening istri saya (Yulce Wenda) dan rekening anak saya (Astract Bona T.M Enembe) dapat dibuka blokirnya, aset-aset saya termasuk emas yang telah disita mohon dikembalikan. Saya juga masih memohon agar saya jangan dizolimi lagi dengan kasus baru seperti Tindak Pidana Pencucian Uang atau kepemilikan jet pribadi yang tidak pernah ada dan saya mohon nama baik dan kehormatan saya direhabilitasi,” pungkasnya. (fia/wen)

JAYAPURA – Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe menyampaikan Duplik pribadinya yang berjudul “Saya Didakwa Tanpa Bukti-Bukti” dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/9).

Dalam duplik yang dibacakan kuasa hukumnya, Petrus Bala Pattyona, Lukas kembali menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima suap dan gratifikasi dari dua pengusaha, Rijatono Lakka dan Piton Enumbi.

“Dalam perkara saya, sebenarnya  perkara yang pembuktiannya sangat sederhana, karena saya didakwa menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 1 M dari Rijatono Lakka, pemberian sebuah hotel seharga Rp 25 M dan sejumlah pembangunan fisik serta uang sebesar Rp 10 M dari Piton Enumbi,” kata Petrus membacakan Duplik Lukas.

Dalam persidangan, Lukas mengatakan, telah terbukti dengan sangat jelas bahwa tidak ada satu saksipun yang dapat menerangkan bahwa dirinya menerima suap atau gratifikasi dari Rijatono Lakka dan Piton Enumbi.

“Dan hal ini telah dinyatakan dalam keputusasaan Jaksa Penuntut Umum,” ucap Petrus.

Lanjut Petrus, karena tidak terbukti, Jaksa Penuntut Umum menyatakan seolah-olah Lukas menerima grartifikasi atau suap, dengan menyampaikan fakta-fakta bahwa berdasarkan pencatatan pengeluaran keuangan untuk renovasi dan pembangunan yang dibuat oleh Saksi Irma Imelda Irene Mandagi terdapat pengeluaran uang sebesar Rp 34 M yang mana sumber uang tersebut berasal dari keuntungan proyek-proyek yang dikerjakan oleh saksi Rjatono Lakka yang bersumber dari APBD Provinsi Papua,” kata Petrus.

Sebagaimana dalam persidangan Rijatono Lakka tidak pernah memberikan keterangan tentang pengeluaran sebesar Rp 34 M kepada Lukas yang bersumber dari keuntungan proyek-proyek yang dia kerjakan.

Selain itu, saksi Rijatono Lakka selalu menerima laporan perkembangan dari pekerjaan beserta pengeluaran dana untuk pembiayaannya dari Irma Imelda Irene Mandagi dan kemudian dilaporkan kepada Gerius One Yoman yang merupakan representasi dari Terdakwa Lukas Enembe.

“Hal ini terlihat sebagaimana bukti foto kunjungan dari Gerius One Yoman ke lokasi Hotel Angkasa untuk melihat pembangunan. Hal ini menguatkan fakta sebagaimana keterangan Meike dan Irianti Yuspita Yanius Yoman Telenggen dalam keterangan di persidangan justru menyampaikan mengetahui Hotel Angkasa adalah milik terdakwa Lukas Enembe,” terangnya.

Baca Juga :  Willem Wandik Akui Rahim Ibu Merupakan Surga

Dalam persidangan Gerius One Yoman menerangkan tentang keberadaan di pinggir jalan depan Hotel Angkasa karena pada saat pembangunan, ia melihat ada tumpukan material di pinggir jalan.

Tentang semua tuduhan pemberian suap atau gratifikasi dari Rijatono Lakka dalam bentuk pembangunan atau renovasi fisik telah saya (Lukas) jelaskan, bahwa untuk pembayaran kepada Rijatono Lakka lakukan secara tunai dan dibenarkan oleh Rijatono Lakka.

“Kesimpulan Jaksa Penuntut Umum bahwa saya menerima gratifikasi dari Rijatono Lakka atau Piton Enumbi tidak didukung suatu bukti, padahal Jaksa Penuntut Umum pun telah mengakui bahwa tidak ada saksi menerangkan bahwa saya ada menerima suap atau gratifikasi,” ujar Petrus.

Kata Petrus, dari ke-17 saksi yang diajukan dalam persidangan, termasuk bukti surat dan leterangan Saya (Lukas-red) sebagai terdakwa telah membuktikan bahwa tidak melakukan tindak pidana.

Bahwa jumlah saksi dibatasi hanya 17 orang, walaupun diawal persidangan dijelaskan akan menghadirkan 40 saksi tetapi tidak diajukan lagi, karena hanya dengan 17 saksi saja tidak dapat membuktikan tuduhan kepada saya. Jaksa Penuntut Umum membatasi jumlah saksi tidak perlu bertambah lagi karena dengan 17 saksi saja sudah tidak mampu membuktikan tuduhan.

“Untuk membuktikan saya (Lukas) menerima suap atau gratifikasi sebenarnya simple saja,  cukup hadirkan saksi yang menerangkan, dimana saya (Lukas) terima suap atau gratifikasi, kapan dan bagaimana kejadiannya dan yang terpenting adalah siapa saksi yang mengetahui saya menerima suap.

Apalagi selama persidangan tidak ada barang bukti uang baik yang berjumlah Rp 1 M. Saya diadili tanpa alat-alat bukti  dan barang-barang bukti. Untuk Hotel Angkasa sebenarnya sudah jelas, apalagi Jaksa Penuntut Umum dalam pembuktian tentang kepemilikan Hotel Angkasa menyatakan hanya ada komunikasi antara Genius One Yoman dengan Willius atau foto Genius One Yoman  saat di pinggir jalan Angkasa tempat Pembangunan Hotel Angkasa,” tukas Petrus.

Baca Juga :  Persipura TC di Malang

Lukas melalui kuasa hukumnya dengan tegas menolak diksi sarkas tersebut karena sebagai Gubernur Papua dua periode bekerja tulus, clean dan clear, mendapat penghargaan WTP sebanyak 8 kali. Diksi yang menyatakan tipu-tipu itu bilang proyek sesuai pengadaan, tapi pemenang ternyata pesanan.

“Saya hanya kasihan terhadap Jaksa Penuntut Umum atas sinisme yang penuh kebohongan. Tolong tunjukan satu saja saksi yang menerangkan bahwa pemenang tender adalah pesanan. Atau diksi yang menyatakan tipu-tipu itu bilang sakit di luar negeri, tapi ternyata mencari kesenangan dengan berjudi.

Faktanya memang saya sakit dan berobat di luar negeri, apalagi dokter-dokter IDI yang membuat MoU dengan KPK, telah menjelaskan hasil pemeriksaan saya bahwa saya memang benar sakit,” kata Lukas yang disampaikan kuasa hukumnya.

Adapun permohonan dari bantahan tersebut, Lukas mohon agar Majelis Hakim dengan hati dan pikiran yang jernih yang mengadili perkara  Lukas dapat memutuskan berdasarkan fakta-fakta bahwa Lukas tidak bersalah dan dengan itu dapat membebaskan dari segala dakwaan.

“Saya juga tetap mohon supaya rekening saya, rekening istri saya (Yulce Wenda) dan rekening anak saya (Astract Bona T.M Enembe) dapat dibuka blokirnya, aset-aset saya termasuk emas yang telah disita mohon dikembalikan. Saya juga masih memohon agar saya jangan dizolimi lagi dengan kasus baru seperti Tindak Pidana Pencucian Uang atau kepemilikan jet pribadi yang tidak pernah ada dan saya mohon nama baik dan kehormatan saya direhabilitasi,” pungkasnya. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya