JAYAPURA – Solidaritas Organisasi Sipil (SOS) Untuk Papua mengatakan, melihat fakta pelanggaran hukum dan HAM yang dialami oleh masyarakat Papua sangat dikhawatirkan akan memicu konflik social antara kelompok yang menolak kebijakan DOB dan kelompok menerima kebijakan DOB.
Mewakili Koalisi Emanuel Gobai SH MH melalui rilisnya, Selasa, (28/6) mengatakan Dengan melihat sikap pemerintah pusat mewacankan kebijakan DOB Papua dan selanjutnya Pansus DPR RI mengunakan hak ini siatif mengusulkan kebijakan DOB Papua telah melahirkan jurang lebar ditengah-tengah masyarakat Papua menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang menolak DOB Papua dan kelompok yang menerima DOB Papua.
Untuk itu, SOS yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua), JERAT Papua, KPKC Sinode GKI di Tanah Papua, YALI Papua, PAHAM Papua, UKM Demokrasi HAM dan Lingkungan Uncen, AMAN Sorong, WALHI Papua, Teraju Foundation, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat itu mengatakan dalam rangka mendorong pandangan masyarakat Papua dari kedua kelompok diatas, dilakukan caranya masing-masing, mulai dengan cara mengunakan kebebasan Demokrasi yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan juga melakukan lobby-lobby politik hingga menggugat ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
“Berdasarkan fakta yang ditemukan dalam memperjuangkan isu menerima ataupun menolak juga telah menuai beberapa fakta pelanggaran HAM seperti pelanggaran Hak Berdemostrasi, bebas dari segala bentuk tindakan kekerasan dan bahkan ada hak hidup yang terlanggar.,” katanya.
Sekalipun faktanya demikian, Pemerintah Pusat terus merumuskan kebijakan DOB dengan dasar ada dukungan dari beberapa elit politik papua.
“Sikap pemerintah Pusat yang terus mendorong kebijakan DOB tanpa melihat perpecahan dalam masyarakat serta melihat fakta pelanggaran hukum dan HAM yang dialami oleh masyarakat papua sangat dikhawatirkan akan memicu konflik social antara kelompok yang menolak kebijakan DOB dan kelompok menerima kebijakan DOB sebab sesuai dengan penegasan penyebab konflik social diatas salah satunya adalah permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan social budaya serta sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota dan provinsi,” ujarnya.
Dikatakann, Berdasarkan pada ketentuan upaya pencegahan adalah meredam potensi konflik maka sudah sewajibnya pembahasan Rencana Kebijakan DOB Papua yang diusung secara sepihak oleh DPR RI mengunakan hak inisiatif tanpa mengambil pendapat masyarakat sesuai ketentuan .
Ia mengatakan, Pembentukan daerah provinsi dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan selanjutnya akan dijadikan Dokumen aspirasi Masyarakat sesuai Pasal 14 huruf a dan huruf d angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah)
Namun di Papua beda dan telah berujung pada terpecahnya masyarakat Papua ke dalam (dua) kelompok baik kelompok yang menolak DOB dan kelompok menerima DOB yang sangat rentan memicu konflik sosial.
“Harus dihentikan untuk menghindari terjadinya konflik social yang berkepanjangan. Hal itu sesuai dengan dasar menimbang terbentuknya UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial adalah,” katanya.
“Sudah sepantasnya Pemerintah Pusat menghentikan Pembahasan Rencana Kebijakan DOB Papua yang merupakan dasar pro kontra masyarakat papua karena dikhawatirkan akan menuai konflik sosial. maka Solidaritas Organisasi Sipil Untuk Tanah Papua mengunakan kewenangannya yang diberikan oleh Pasal 101, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan kepada, Presiden Republik Indonesia segera batalkan kebijakan DOB Papua yang telah
menimbulkan Pro Kontra dalam Masyarakat Papua demi meredam konflik social sesuai perintah Pasal 6 huruf c, UU Nomor 7 Tahun2012,” katanya.
Selain itu, Ketua DPR RI segera hentikan Tim Pansus Perumusan Kebijakan DOB Papua yang telah menimbulkan Pro Kontra dalam Masyarakat Papua demi meredam konflik social sesuai perintah Pasal 6 huruf c, UU Nomor 7 Tahun 2012.
“Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia segera menegakan UU Nomor 7 Tahun2012 dalam Pro Kontra Kebijakan DOB di Papua, Gubernur Propinsi Papua dan Papua Barat segera menjalankan perintah Pasal 6, UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dalam Pro Kontra Kebijakan DOB di Papua dan Tokoh Masyarakat Papua dilarang terlibat aktif dalam menciptakan pontensi Konflik Sosial dalam Pro Kontra Kebijakan DOB Papua,” katanya, (oel)