Friday, November 22, 2024
25.7 C
Jayapura

Melihat Potensi Konflik OAP, Presiden Diminta Batalkan Kebijakan DOB

JAYAPURA – Solidaritas Organisasi Sipil (SOS) Untuk Papua mengatakan,  melihat fakta pelanggaran hukum dan HAM yang dialami oleh  masyarakat Papua sangat  dikhawatirkan akan memicu  konflik  social antara  kelompok yang menolak  kebijakan  DOB  dan kelompok menerima kebijakan DOB.

  Mewakili Koalisi Emanuel Gobai SH MH melalui rilisnya, Selasa, (28/6) mengatakan Dengan melihat  sikap  pemerintah pusat mewacankan kebijakan DOB Papua dan selanjutnya Pansus DPR RI mengunakan hak ini siatif mengusulkan kebijakan DOB Papua telah melahirkan jurang lebar ditengah-tengah masyarakat Papua menjadi dua kelompok yaitu  kelompok yang menolak DOB Papua dan kelompok yang menerima DOB Papua.

  Untuk itu, SOS  yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua), JERAT Papua,  KPKC Sinode GKI di Tanah Papua,  YALI Papua, PAHAM Papua, UKM Demokrasi HAM dan Lingkungan Uncen, AMAN Sorong, WALHI Papua, Teraju Foundation, Yayasan Pusaka Bentala  Rakyat itu mengatakan dalam rangka mendorong  pandangan  masyarakat Papua dari  kedua kelompok diatas, dilakukan caranya masing-masing,  mulai  dengan cara mengunakan kebebasan Demokrasi yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998  tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan juga melakukan lobby-lobby politik  hingga menggugat ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

“Berdasarkan fakta yang ditemukan  dalam memperjuangkan isu  menerima ataupun menolak juga telah menuai beberapa  fakta pelanggaran HAM seperti  pelanggaran Hak Berdemostrasi, bebas dari  segala  bentuk  tindakan kekerasan dan bahkan ada  hak  hidup yang  terlanggar.,” katanya.

Baca Juga :  Lumbung Pangan Jagung di Keerom, Resmi Dibuka

  Sekalipun  faktanya  demikian, Pemerintah Pusat terus merumuskan kebijakan DOB dengan dasar ada dukungan dari beberapa elit politik papua.

“Sikap pemerintah Pusat yang terus mendorong kebijakan DOB tanpa melihat perpecahan dalam masyarakat serta melihat  fakta pelanggaran hukum dan HAM yang dialami oleh masyarakat papua sangat dikhawatirkan akan memicu  konflik social antara kelompok yang menolak kebijakan  DOB dan  kelompok menerima  kebijakan  DOB sebab sesuai dengan penegasan penyebab  konflik social diatas salah satunya adalah permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan social budaya serta sengketa batas  wilayah desa, kabupaten/kota dan  provinsi,” ujarnya.

Dikatakann, Berdasarkan pada  ketentuan upaya pencegahan adalah meredam potensi konflik maka sudah sewajibnya  pembahasan  Rencana  Kebijakan  DOB  Papua  yang  diusung  secara sepihak oleh DPR RI mengunakan hak inisiatif tanpa mengambil pendapat masyarakat sesuai ketentuan .

  Ia mengatakan, Pembentukan daerah provinsi dilaksanakan  dengan tahapan sebagai  berikut  Aspirasi sebagian  besar masyarakat  setempat  dalam  bentuk  Keputusan  BPD  untuk  Desa  dan Forum Komunikasi  Kelurahan  atau  nama  lain untuk  Kelurahan  di  wilayah  yang menjadi calon  cakupan wilayah provinsi  atau kabupaten/kota yang  akan  dimekarkan selanjutnya  akan dijadikan  Dokumen aspirasi Masyarakat sesuai Pasal 14 huruf a dan huruf d angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 78  Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan  Penggabungan Daerah)

Namun di Papua beda dan telah berujung pada terpecahnya masyarakat  Papua ke dalam (dua) kelompok baik kelompok yang menolak DOB dan kelompok menerima DOB yang sangat rentan memicu  konflik sosial.

Baca Juga :  Penolakan Otsus Papua Harus Konsisten

“Harus dihentikan  untuk  menghindari terjadinya  konflik social  yang  berkepanjangan. Hal itu sesuai dengan dasar menimbang terbentuknya UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial adalah,” katanya.

“Sudah sepantasnya  Pemerintah Pusat menghentikan Pembahasan  Rencana Kebijakan DOB Papua yang merupakan dasar pro kontra masyarakat papua karena dikhawatirkan akan  menuai konflik sosial. maka Solidaritas  Organisasi  Sipil  Untuk Tanah Papua mengunakan kewenangannya  yang diberikan oleh Pasal 101, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan kepada, Presiden Republik Indonesia segera batalkan kebijakan DOB Papua yang telah

menimbulkan Pro Kontra dalam Masyarakat Papua demi meredam konflik social  sesuai perintah Pasal 6 huruf c, UU Nomor 7 Tahun2012,” katanya.

Selain itu, Ketua DPR RI segera hentikan Tim Pansus Perumusan Kebijakan DOB Papua yang telah menimbulkan Pro Kontra dalam Masyarakat Papua  demi  meredam konflik social sesuai perintah Pasal 6 huruf c, UU Nomor 7 Tahun 2012.

“Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia segera menegakan UU Nomor  7  Tahun2012 dalam Pro Kontra Kebijakan DOB di Papua, Gubernur Propinsi Papua dan Papua Barat segera menjalankan perintah Pasal 6, UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan  Konflik  Sosial dalam Pro Kontra Kebijakan DOB di Papua dan Tokoh Masyarakat Papua dilarang terlibat aktif dalam menciptakan pontensi Konflik  Sosial dalam Pro Kontra Kebijakan DOB Papua,” katanya, (oel)

JAYAPURA – Solidaritas Organisasi Sipil (SOS) Untuk Papua mengatakan,  melihat fakta pelanggaran hukum dan HAM yang dialami oleh  masyarakat Papua sangat  dikhawatirkan akan memicu  konflik  social antara  kelompok yang menolak  kebijakan  DOB  dan kelompok menerima kebijakan DOB.

  Mewakili Koalisi Emanuel Gobai SH MH melalui rilisnya, Selasa, (28/6) mengatakan Dengan melihat  sikap  pemerintah pusat mewacankan kebijakan DOB Papua dan selanjutnya Pansus DPR RI mengunakan hak ini siatif mengusulkan kebijakan DOB Papua telah melahirkan jurang lebar ditengah-tengah masyarakat Papua menjadi dua kelompok yaitu  kelompok yang menolak DOB Papua dan kelompok yang menerima DOB Papua.

  Untuk itu, SOS  yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua), JERAT Papua,  KPKC Sinode GKI di Tanah Papua,  YALI Papua, PAHAM Papua, UKM Demokrasi HAM dan Lingkungan Uncen, AMAN Sorong, WALHI Papua, Teraju Foundation, Yayasan Pusaka Bentala  Rakyat itu mengatakan dalam rangka mendorong  pandangan  masyarakat Papua dari  kedua kelompok diatas, dilakukan caranya masing-masing,  mulai  dengan cara mengunakan kebebasan Demokrasi yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998  tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan juga melakukan lobby-lobby politik  hingga menggugat ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

“Berdasarkan fakta yang ditemukan  dalam memperjuangkan isu  menerima ataupun menolak juga telah menuai beberapa  fakta pelanggaran HAM seperti  pelanggaran Hak Berdemostrasi, bebas dari  segala  bentuk  tindakan kekerasan dan bahkan ada  hak  hidup yang  terlanggar.,” katanya.

Baca Juga :  Polres Mambra Gagalkan Penyelundupan 768 Botol Miras

  Sekalipun  faktanya  demikian, Pemerintah Pusat terus merumuskan kebijakan DOB dengan dasar ada dukungan dari beberapa elit politik papua.

“Sikap pemerintah Pusat yang terus mendorong kebijakan DOB tanpa melihat perpecahan dalam masyarakat serta melihat  fakta pelanggaran hukum dan HAM yang dialami oleh masyarakat papua sangat dikhawatirkan akan memicu  konflik social antara kelompok yang menolak kebijakan  DOB dan  kelompok menerima  kebijakan  DOB sebab sesuai dengan penegasan penyebab  konflik social diatas salah satunya adalah permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan social budaya serta sengketa batas  wilayah desa, kabupaten/kota dan  provinsi,” ujarnya.

Dikatakann, Berdasarkan pada  ketentuan upaya pencegahan adalah meredam potensi konflik maka sudah sewajibnya  pembahasan  Rencana  Kebijakan  DOB  Papua  yang  diusung  secara sepihak oleh DPR RI mengunakan hak inisiatif tanpa mengambil pendapat masyarakat sesuai ketentuan .

  Ia mengatakan, Pembentukan daerah provinsi dilaksanakan  dengan tahapan sebagai  berikut  Aspirasi sebagian  besar masyarakat  setempat  dalam  bentuk  Keputusan  BPD  untuk  Desa  dan Forum Komunikasi  Kelurahan  atau  nama  lain untuk  Kelurahan  di  wilayah  yang menjadi calon  cakupan wilayah provinsi  atau kabupaten/kota yang  akan  dimekarkan selanjutnya  akan dijadikan  Dokumen aspirasi Masyarakat sesuai Pasal 14 huruf a dan huruf d angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 78  Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan  Penggabungan Daerah)

Namun di Papua beda dan telah berujung pada terpecahnya masyarakat  Papua ke dalam (dua) kelompok baik kelompok yang menolak DOB dan kelompok menerima DOB yang sangat rentan memicu  konflik sosial.

Baca Juga :  JDP Minta Tarik Seluruh Personel Militer BKO, dan Berdayakan Babinsa

“Harus dihentikan  untuk  menghindari terjadinya  konflik social  yang  berkepanjangan. Hal itu sesuai dengan dasar menimbang terbentuknya UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial adalah,” katanya.

“Sudah sepantasnya  Pemerintah Pusat menghentikan Pembahasan  Rencana Kebijakan DOB Papua yang merupakan dasar pro kontra masyarakat papua karena dikhawatirkan akan  menuai konflik sosial. maka Solidaritas  Organisasi  Sipil  Untuk Tanah Papua mengunakan kewenangannya  yang diberikan oleh Pasal 101, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan kepada, Presiden Republik Indonesia segera batalkan kebijakan DOB Papua yang telah

menimbulkan Pro Kontra dalam Masyarakat Papua demi meredam konflik social  sesuai perintah Pasal 6 huruf c, UU Nomor 7 Tahun2012,” katanya.

Selain itu, Ketua DPR RI segera hentikan Tim Pansus Perumusan Kebijakan DOB Papua yang telah menimbulkan Pro Kontra dalam Masyarakat Papua  demi  meredam konflik social sesuai perintah Pasal 6 huruf c, UU Nomor 7 Tahun 2012.

“Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia segera menegakan UU Nomor  7  Tahun2012 dalam Pro Kontra Kebijakan DOB di Papua, Gubernur Propinsi Papua dan Papua Barat segera menjalankan perintah Pasal 6, UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan  Konflik  Sosial dalam Pro Kontra Kebijakan DOB di Papua dan Tokoh Masyarakat Papua dilarang terlibat aktif dalam menciptakan pontensi Konflik  Sosial dalam Pro Kontra Kebijakan DOB Papua,” katanya, (oel)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya