Ia menegaskan, pihaknya mendesak KPU, Bawaslu, dan Polri membangun koordinasi teknis yang ketat guna menjaga netralitas aparat. Bahkan, Kapolri diminta melakukan pemantauan aktif, sementara Komnas HAM diharapkan turut mengawasi dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia selama PSU.
Sementara itu, anggota tim hukum, Anton Raharusun, menilai dugaan pelanggaran pada PSU Papua 2025 berpotensi terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). “Jika terbukti, pelanggaran ini bisa berujung pada pembatalan suara di sejumlah wilayah,” tegasnya.
Ia juga meminta Presiden menegur pejabat yang diduga terlibat, serta menginstruksikan jajaran kepolisian menjaga netralitas hingga ke tingkat kapolres dan kapolsek. “Kami mengajak masyarakat, simpatisan, dan media untuk mengawal hasil PSU hingga penetapan akhir di KPU. Suara rakyat harus dijaga,” tambahnya.
Selain itu, BTM-CK juga menyoroti dugaan skandal kecurangan dalam rekapitulasi suara. Di Kabupaten Biak Numfor, tim menemukan kasus tidak diserahkannya salinan hasil penghitungan suara (C1) kepada saksi paslon.
“Salinan C1 adalah dokumen penting untuk mengontrol keabsahan suara. Tidak diberikannya salinan ini jelas melanggar aturan dan membuka ruang manipulasi,” ujar Juru Bicara BTM-CK, Marshel Morin, Jumat (1/8).
Skandal lain terungkap di Kabupaten Mamberamo Raya. Di TPS Kampung Eri, Distrik Mamberamo Tengah Timur, suara BTM-CK diduga dihapus menggunakan tipex dan diubah menjadi hanya 10 suara. Dugaan praktik serupa disebut terjadi di beberapa daerah lain. BTM-CK menegaskan akan terus mengawal proses hingga ke MK demi memastikan demokrasi di Papua berjalan jujur, adil, dan transparan.