JAYAPURA-Operasional dan pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Caravan C 208 EX serta helikopter Airbus H-125 tahun anggaran 2015-2022 oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika disinyalir bermasalah.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Papua, Nikolaus Kondomo dalam keterangan persnya di Kantor Kejati Papua di Jayapura menyampaikan bahwa pihaknya saat ini menangani satu perkara atas laporan masyarakat terkait pengadaan operasional pesawat terbang jenis Cessna Grand Caravan C 208 EX dan helikopter Airbus H-125 pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika.
Dua pesawat yang dipesan Pemda Mimika melalui Dinas Perhubungan tersebut adalah untuk melayani masyarakat Mimika yang dianggarkan melalui Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika tahun anggaran 2015 dengan sumber anggaran dari APBD murni senilai Rp 79 miliar kemudian dianggarkan kembali pada APBD perubahan sebesar Rp 85 miliar lebih.
“Lalu Kadis Perhubungan Kabupaten Mimika melakukan kontrak kerja sama dengan Asian One Air tentang pengadaan dan operasional pesawat dengan nilai kontrak awal Rp 79 miliar lebih. Anggaran ini ada penambahan pada 14 September 2015 senilai Rp 6 miliar lebih sehingga nilai kontrak menjadi Rp 85,7 miliar,”jelas Kondomo dalam press rilisnya, Jumat (26/8) di kantornya.
Ia merincikan bahwa harga pesawat, untuk Grand Caravan senilai Rp 43Â miliar sementara untuk helikopter senilai Rp 43,8 miliar lebih. Ditambah mobilitas pesawat, pengadaan dan pemasangan AP, STOL, biaya pra operasional sehingga total mencapai Rp 85,7 miliar lebih.
“Lalu pembayaran dilakukan tiga tahap, dimana uang muka sebesar 20 Persen, lalu termin  pertama sebesar 70 Persen, dan termin kedua sebesar 30 persen. Atas penyidikan awal diduga terjadi penyimpangan, yakni pembelian helikopter Airbus H125 menggunakan izin impor sementara, sehingga membuat status helikopter ini masih belum jelas karena membutuhkan re-ekspor setiap tiga tahun sekali,”jelas Kondomo.
Selanjutnya adalah tujuan utama pembelian pesawat adalah untuk melayani masyarakat Mimika belum sepenuhnya terpenuhi, namun sudah membebani Pemerintah Kabupaten Mimika untuk menyediakan spare part, suku cadang dan pembayaran asuransi.
Lalu adanya operasional yang belum dibayar pihak PT. Asian One Air sebesar Rp 21,8 miliar kepada pemerintah Kabupaten Mimika. “Atas ini, maka Kejaksaan Tinggi meningkatkan status kasus tersebut dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Sebelumnya Kejaksaan Tinggi sudah melakukan penyelidikan dibantu pihak Kejaksaan Negeri Mimika dalam permintaan keterangan dan pengumpulan dokumen,”ucapnya.
Langkah lanjut menurut Kajati Kondomo adalah akan melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dalam hal ini pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan pesawat tersebut.
“Yang diduga terjadi tindak KKN mulai proses tender hingga pengadaan pesawat termasuk pengadaan suku cadang, terlebih helikopter Airbus H-125 belum juga sampai di Mimika. Kami akan mulai pemeriksaan saksi-saksi, termasuk kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika dan pihak PT. Asian One Air, agar kasus ini terang benderang,”pungkasnya. (ade/nat)