Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Pelanggaran Berat atau Ringan, Komnas HAM Akan Investigasi

Frits Ramandey (FOTO: Elfira/Cepos)

JAYAPURA – Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Papua melihat adanya pelanggaran HAM atas peristiwa di Wamena yang menewaskan sebanyak 12 orang warga pada Kamis (23/2) lalu.

“Tapi apakah ini pelanggaran HAM berat atau tidak, Komnas HAM dalam kewenangannya akan membentuk tim untuk melakukan investigasi terhadap peristiwa kemanusiaan itu,” kata Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Minggu (26/2) kemarin.

Dikatakan Frits, Komnas HAM berdasarkan UU punya tanggungjawab untuk melakukan investigasi secara mendalam untuk memastikan peristiwa Wamena 23 Februari masuk dalam kategori pelanggaran HAM Berat atau bukan.

Menurut Frits, persoalan Wamena tidak bisa didiamkan begitu saja perlu penanganan serius. Pasalnya, separuh kota yang terbesar di kawasan pegunungan Papua itu pernah dilanda konflik yang menewaskan puluhan sipil serta aksi pembakaran pada tahun 2019 silam.

Baca Juga :  Kapolresta Tegas, Tangkap Penjual Miras Jangan Sebatas Imbau

  Komnas HAM kata Frits, dalam kajian dan analisis dokumen DOM menyimpulkan bahwa Papua bukanlah daerah konflik, melainkan daerah rawan konflik. Ini artinya, akan terjadi sewaktu waktu momentum kekerasan.

“Papua itu bukan daerah konflik, karena hingga hari ini tidak ada status darurat militer ataupun status darurat sipil di Papua. Yang ada hanyalah daerah rawan konflik, akar masalah rawan konflik di bumi cenderawasih dikarenakan penguasaan sumber daya alam secara sepihak oleh negara,” tegas Frits.

  “Tugas utama Pj Gubernur Papua Pegunungan segera menyelesaikan konflik tanggal 23 Februari. Segera benahi upaya pemberdayaan OAP di Pegunungan, dan ini juga menjadi peringatan untuk para Pj Gubernur yang ada di wilayah DOB,” ucapnya.

Baca Juga :  Papua Berkabung Tiga Hari

Terkait dengan penyelesaian konflik di Papua, Komnas HAM meminta aparat harus memiliki kemampuan tambahan untuk menjadi negosiator yang baik. “Kalau ada kasus kasus seperti ini, jangan diselesaikan di areal publik. Harus dibawa di Kantor Polisi dan membatasi orang yang terlibat dalam proses penyelesaiannya, hal ini agar meminimalisir adanya berbagai pandangan dan perbedaan,” kata Frits.(fia/wen)

Frits Ramandey (FOTO: Elfira/Cepos)

JAYAPURA – Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Papua melihat adanya pelanggaran HAM atas peristiwa di Wamena yang menewaskan sebanyak 12 orang warga pada Kamis (23/2) lalu.

“Tapi apakah ini pelanggaran HAM berat atau tidak, Komnas HAM dalam kewenangannya akan membentuk tim untuk melakukan investigasi terhadap peristiwa kemanusiaan itu,” kata Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Minggu (26/2) kemarin.

Dikatakan Frits, Komnas HAM berdasarkan UU punya tanggungjawab untuk melakukan investigasi secara mendalam untuk memastikan peristiwa Wamena 23 Februari masuk dalam kategori pelanggaran HAM Berat atau bukan.

Menurut Frits, persoalan Wamena tidak bisa didiamkan begitu saja perlu penanganan serius. Pasalnya, separuh kota yang terbesar di kawasan pegunungan Papua itu pernah dilanda konflik yang menewaskan puluhan sipil serta aksi pembakaran pada tahun 2019 silam.

Baca Juga :  Gambar Diambil Setahun Lalu, Nyaris Lupa Jika Pernah Dimintai Foto

  Komnas HAM kata Frits, dalam kajian dan analisis dokumen DOM menyimpulkan bahwa Papua bukanlah daerah konflik, melainkan daerah rawan konflik. Ini artinya, akan terjadi sewaktu waktu momentum kekerasan.

“Papua itu bukan daerah konflik, karena hingga hari ini tidak ada status darurat militer ataupun status darurat sipil di Papua. Yang ada hanyalah daerah rawan konflik, akar masalah rawan konflik di bumi cenderawasih dikarenakan penguasaan sumber daya alam secara sepihak oleh negara,” tegas Frits.

  “Tugas utama Pj Gubernur Papua Pegunungan segera menyelesaikan konflik tanggal 23 Februari. Segera benahi upaya pemberdayaan OAP di Pegunungan, dan ini juga menjadi peringatan untuk para Pj Gubernur yang ada di wilayah DOB,” ucapnya.

Baca Juga :  Tetap Beroperasi, Enam Pengurus Bar Diperiksa

Terkait dengan penyelesaian konflik di Papua, Komnas HAM meminta aparat harus memiliki kemampuan tambahan untuk menjadi negosiator yang baik. “Kalau ada kasus kasus seperti ini, jangan diselesaikan di areal publik. Harus dibawa di Kantor Polisi dan membatasi orang yang terlibat dalam proses penyelesaiannya, hal ini agar meminimalisir adanya berbagai pandangan dan perbedaan,” kata Frits.(fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya