Thursday, March 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Seruan Komnas HAM Hentikan Segala Kekerasan di Tanah Papua Terutama di Daerah Konflik

JAYAPURA-Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey mengutuk tindakan tersebut, membunuh dan membakar orang sangat menciderai kemanusiaan. Komnas HAM menyerukan tindakan ini harus dilawan oleh semua orang dalam hal ini masyarakat yang ada di Yahukimo dan di manapun. “Kita harus melawan tindakan seperti ini, karena tidak berprikemanusiaan,” tegas Frits.

Menurut Komas HAM, tindakan yang mereka lakukan bukan teroris. Melainkan mencirikan tindakan yang sadis dan mengkhianati kemanusiaan, dimana orang sudah meninggal lalu dibakar.

“Komnas menyayangkan tindakan itu dan ini tidak dibenarkan. Dalam  prinsip HAM, tindakan seperti itu dikategorikan sebagai tindakan yang tidak berprikemanusiaan dan menciderai kemanusiaan. Dia (Pelaku-red) tidak menghormati HAM atas tindakannya,” sesalnya.

Lanjut Frits, jika mengacu pada UU 39 tahun 1999 tentang devinisi pelanggaran HAM, perbuatan yang mengakibatkan hak hidup seseorang hilang itu melanggar HAM. Tetapi terkait kejadian pembunuhan dua orang karyawan tersebut, dalam prinsip HAM sangat merusak dan mengkhianati prinsip kemanusiaan.

Terlepas dari tewasnya dua karyawan PT. Indo Mulia Baru, Komnas HAM mencatat sepanjang tahun 2021 rentetan konflik terus terjadi di Kabupaten Yahukimo. Dimulai dari dua anggota TNI gugur usai dibacok, perampasan senjata, penembakan terhadap anggota Polri dan pembunuhan terhadap sipil.

Komnas HAM mempertanyakan kelompok-kelompok yang menciptakan konflik di Yahukimo dikendalikan oleh siapa. Pasalnya, Komnas HAM sebelumnya telah bertemu dengan Anthon Tabuni, Goliath dan beberapa kelompok lainnya di Yahukimo.

Baca Juga :  Opening Ceremony PON XX 2021, Pertunjukan Adat Budaya Papua

“Kelompok-kelompok ini telah memberikan arahan agar orang-orang yang dibawah struktur mereka harus patuh dan tidak melakukan kekerasan terhadap warga sipil. Ini yang harus dipatuhi  mereka kalau kemudian mengaku sebagai bagian dari TPN-OPM. Ingat, perjuangan yang benar adalah perjuangan yang harus terkendali. Bukan perjuangan sendiri sendiri,” papar Frits.

Dalam pertemuan Komnas HAM dengan  KKB sebelumnya, Goliath Tabuni telah menyerukan untuk menghentikan aksi-aksi kekerasan yang menyerang warga sipil. 

Frits kembali menegaskan, membunuh warga sipil yang dalam konteks sedang membangun fasilitas publik jalan dan lainnya, ikut menghambat kepentingan pemenuhan hak atas pelayanan publik.

“Hentikan tindakan yang tidak berprikemanusiaan, kalau Goliath Tabuni sebagai panglima telah menyerukan itu. Harusnya mereka mematuhinya, atas tindakan yang mereka lakukan kami mendesak TNI-Polri untuk melakukan tindakan penegakan hukum atas situasi yang terus  berkepanjangan,” tegasnya.

 Komnas HAM juga mendorong para bupati harus menjadi pihak terdepan saat terjadi konflik. Dengan memanggil para kepala kampung, kepala distrik hingga struktur kecil untuk menjadikan  mereka pihak yang bisa menyelesaikan konflik di daerahnya masing-masing.

“Bupati bisa mendesak kelompok (KKB-red) untuk menghentikan tindakan kekerasan yang tidak  berprikemanusiaan dan menganggu upaya pemenuhan hak atas fasilitas publik,” jelasnya.

Komnas HAM juga mengingatkan termasuk Sebby Sambom untuk tidak menjadikan seruan mengusir orang Non Papua keluar dari suatu wilayah menjadikan alasan untuk kemudian mereka melakukan tindakan kekerasan terhadap warga Non Papua.

Baca Juga :  Di Timika, Brimob dan KKB Kontak Tembak

“Dalam perjuangan pembentukan negara merdeka, cara-cara kekerasan tidak akan mendapat tempat dalam mekanisme HAM PBB maupun mekanisme HAM di negera-negara maju dan berkembang,” tegasnya.

“Komnas HAM meminta segala kekerasan di tanah papua terutama di daerah konflik harus dihentikan,” tutupnya. 

Sementara Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat- Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom mengakui pembakaran dua orang pekerja hingga tewas. ”Kami baru dapat informasi, aksi pembunuhan itu bagian dari perang,” ujarnya.

Namun berbeda dengan TNI dan Polri yang menyebut pelaku yang bertanggungjawab merupakan KKTB pimpinan Tendius Dwijangge, TPNPB-OPM mengklaim yang anggotanya yang membakar dipimpin Elkius Kobak. ”Panglima Kodap 16 TPNPB-OPM Elkius Kobak yang memimpin pembakaran dan pembunuhan itu,” jelasnya.

Soal alasan pembakaran dan pembunuhan, dia menyebut bahwa semua yang dibunuh itu diidentifikasi sebagai agen mata-mata TNI dan Polri. Apalagi, selama ini kelompoknya telah mengumumkan agarwarga untuk meninggalkan wilayah perang. ”Yahukimo wilayah perang,” ujarnya.

Karena masih berani melakukan aktivitas, dia sangat yakin bahwa pekerja itu merupakan anggota TNI yang menyamar. ”Sehingga, layak untuk dibunuh,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya kemarin. (fia/ade/idr/nat)

JAYAPURA-Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey mengutuk tindakan tersebut, membunuh dan membakar orang sangat menciderai kemanusiaan. Komnas HAM menyerukan tindakan ini harus dilawan oleh semua orang dalam hal ini masyarakat yang ada di Yahukimo dan di manapun. “Kita harus melawan tindakan seperti ini, karena tidak berprikemanusiaan,” tegas Frits.

Menurut Komas HAM, tindakan yang mereka lakukan bukan teroris. Melainkan mencirikan tindakan yang sadis dan mengkhianati kemanusiaan, dimana orang sudah meninggal lalu dibakar.

“Komnas menyayangkan tindakan itu dan ini tidak dibenarkan. Dalam  prinsip HAM, tindakan seperti itu dikategorikan sebagai tindakan yang tidak berprikemanusiaan dan menciderai kemanusiaan. Dia (Pelaku-red) tidak menghormati HAM atas tindakannya,” sesalnya.

Lanjut Frits, jika mengacu pada UU 39 tahun 1999 tentang devinisi pelanggaran HAM, perbuatan yang mengakibatkan hak hidup seseorang hilang itu melanggar HAM. Tetapi terkait kejadian pembunuhan dua orang karyawan tersebut, dalam prinsip HAM sangat merusak dan mengkhianati prinsip kemanusiaan.

Terlepas dari tewasnya dua karyawan PT. Indo Mulia Baru, Komnas HAM mencatat sepanjang tahun 2021 rentetan konflik terus terjadi di Kabupaten Yahukimo. Dimulai dari dua anggota TNI gugur usai dibacok, perampasan senjata, penembakan terhadap anggota Polri dan pembunuhan terhadap sipil.

Komnas HAM mempertanyakan kelompok-kelompok yang menciptakan konflik di Yahukimo dikendalikan oleh siapa. Pasalnya, Komnas HAM sebelumnya telah bertemu dengan Anthon Tabuni, Goliath dan beberapa kelompok lainnya di Yahukimo.

Baca Juga :  MRP  Jangan Bikin ‘Kabur Air’ Soal DOB!

“Kelompok-kelompok ini telah memberikan arahan agar orang-orang yang dibawah struktur mereka harus patuh dan tidak melakukan kekerasan terhadap warga sipil. Ini yang harus dipatuhi  mereka kalau kemudian mengaku sebagai bagian dari TPN-OPM. Ingat, perjuangan yang benar adalah perjuangan yang harus terkendali. Bukan perjuangan sendiri sendiri,” papar Frits.

Dalam pertemuan Komnas HAM dengan  KKB sebelumnya, Goliath Tabuni telah menyerukan untuk menghentikan aksi-aksi kekerasan yang menyerang warga sipil. 

Frits kembali menegaskan, membunuh warga sipil yang dalam konteks sedang membangun fasilitas publik jalan dan lainnya, ikut menghambat kepentingan pemenuhan hak atas pelayanan publik.

“Hentikan tindakan yang tidak berprikemanusiaan, kalau Goliath Tabuni sebagai panglima telah menyerukan itu. Harusnya mereka mematuhinya, atas tindakan yang mereka lakukan kami mendesak TNI-Polri untuk melakukan tindakan penegakan hukum atas situasi yang terus  berkepanjangan,” tegasnya.

 Komnas HAM juga mendorong para bupati harus menjadi pihak terdepan saat terjadi konflik. Dengan memanggil para kepala kampung, kepala distrik hingga struktur kecil untuk menjadikan  mereka pihak yang bisa menyelesaikan konflik di daerahnya masing-masing.

“Bupati bisa mendesak kelompok (KKB-red) untuk menghentikan tindakan kekerasan yang tidak  berprikemanusiaan dan menganggu upaya pemenuhan hak atas fasilitas publik,” jelasnya.

Komnas HAM juga mengingatkan termasuk Sebby Sambom untuk tidak menjadikan seruan mengusir orang Non Papua keluar dari suatu wilayah menjadikan alasan untuk kemudian mereka melakukan tindakan kekerasan terhadap warga Non Papua.

Baca Juga :  Di Timika, Brimob dan KKB Kontak Tembak

“Dalam perjuangan pembentukan negara merdeka, cara-cara kekerasan tidak akan mendapat tempat dalam mekanisme HAM PBB maupun mekanisme HAM di negera-negara maju dan berkembang,” tegasnya.

“Komnas HAM meminta segala kekerasan di tanah papua terutama di daerah konflik harus dihentikan,” tutupnya. 

Sementara Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat- Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom mengakui pembakaran dua orang pekerja hingga tewas. ”Kami baru dapat informasi, aksi pembunuhan itu bagian dari perang,” ujarnya.

Namun berbeda dengan TNI dan Polri yang menyebut pelaku yang bertanggungjawab merupakan KKTB pimpinan Tendius Dwijangge, TPNPB-OPM mengklaim yang anggotanya yang membakar dipimpin Elkius Kobak. ”Panglima Kodap 16 TPNPB-OPM Elkius Kobak yang memimpin pembakaran dan pembunuhan itu,” jelasnya.

Soal alasan pembakaran dan pembunuhan, dia menyebut bahwa semua yang dibunuh itu diidentifikasi sebagai agen mata-mata TNI dan Polri. Apalagi, selama ini kelompoknya telah mengumumkan agarwarga untuk meninggalkan wilayah perang. ”Yahukimo wilayah perang,” ujarnya.

Karena masih berani melakukan aktivitas, dia sangat yakin bahwa pekerja itu merupakan anggota TNI yang menyamar. ”Sehingga, layak untuk dibunuh,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya kemarin. (fia/ade/idr/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya