Sementara itu, Frits mengklaim jika dilihat berdasarkan keputusan pengadilan, nyaris di Papua sudah tidak ada tahanan politik saat ini. Yang ada hanyalah tahanan kekerasan kriminal. Misalnya kata Frits, TPNPB mereka dalam posisi sebagai pejuang Organisasi Papua Merdeka (OPM), tetapi perbuatannya karena perbuatan kriminal sehingga dakwaaannya lewat dakwaan kriminal.
”Kami tidak punya catatan pasti terkait jumlah tapol di Papua, tetapi menurut saya sudah tidak ada. Yang ada hanyalah misalkan anggota TPNPB yang ditangkap dan diproses, mereka tidak didakwa dengan tahanan tapol melainkan didakwa dengan kriminal,” bebernya.
Sementara itu, pada Juli 2024 lalu. Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) dan Tapol terbitkan hasil riset tentang makar dan tahanan politik di tanah Papua. Dari launching tersebut, melaporkan bahwa pada Mei 2014 tercatat ada 76 tahanan dan narapidana politik di Papua.
Angka penahanan selama dan setelah gerakan West Papua melawan rasisme 2019 meningkat tajam. Sejak awal tahun 2019 hingga September 2020, setahun setelah gerakan melawan, terdapat 245 tahanan politik baru yang 109 di antaranya didakwa melakukan makar. Walaupun sepanjang 2020 itu hanya 6 orang yang telah divonis bersalah.
Dan menurut pangkalan data Papuans Behind Bars, sepanjang 2021-2023, dari 132 orang Papua yang ditahan dan diadili dengan latar belakang dan nuansa politik, 50 orang di antaranya didakwa menggunakan “pasal-pasal makar”. (fia/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos