Saturday, April 27, 2024
33.7 C
Jayapura

Minta Dibebaskan dari Segala Dakwaan

Lukas: Jangan Zalimi  Saya Dengan Kasus Pencucian Uang Apalagi Kepemilikan Jet Pribadi

JAYAPURA – Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe mengajukan keberatan atau pleidoi atas tuntutan 10 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan gratifikasi. Lukas merasa dituduh telah melakukan suap dan gratifikasi tersebut.

Selain itu, dalam pleidoinya, Lukas Enembe meminta maaf kepada Majelis Hakim atas sikap temperamentalnya saat menjalani sidang dugaan kasus korupsi yang menimpanya.

Nota pembelaan ini dibacakan oleh kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (21/9) kemarin.

Dalam pembelaan pribadinya, yang dibacakan kuasa hukumnya Petrus Bala Pattyona, mantan Gubernur Papua Lukas Enembe memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, yang mengadili perkara suap dan gratifikasi Lukas untuk menyatakan dirinya tidak bersalah  dan membebaskan dari segala dakwaan, yaitu perkara gratifikasi dalam Pasal 12a, Pasal 12b dan Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Lukas juga memohon agar rekeningnya, rekening istrinya (Yulce Wenda) dan rekening anaknya (Astract Bona TM Enembe) dapat dibuka blokirnya, dan semua aset Lukas yang telah disita, agar dikembalikan.

“Saya juga mohon agar saya jangan dizalimi  lagi dengan kasus baru seperti Tindak Pidana Pencucian Uang atau kepemilikan jet pribadi yang tidak pernah ada, dan saya mohon nama baik dan kehormatan saya direhabilitasi,” kata Petrus membacakan pembelaan pribadi Lukas di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Kamis kemarin.

“Fisik dan psikis saya hancur dengan tuduhan yang mengada-ada dan tidak ada bukti berupa saksi dan surat serta tanpa ada barang bukti. Saya mendoakan Majelis Hakim supaya dengan hati yang jernih,  diberikan hikmat dan kebijaksanaan dalam menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya,” sambungnya.

Dalam pembelaannya, Lukas telah mengampuni dan memaafkan siapapun yang telah menzaliminya.

Baca Juga :  Pastikan Tidak Ada Penggalangan Dana untuk LE

Dijelaskan Lukas, permohonan pembukaan blokir atas rekening istri dan anaknya merupakan permohonan khusus kepada Majelis Hakim. Karena sesungguhnya rekening istri dan anaknya itu tidak ada hubungannya dengan perkaranya

“Saya mohon agar rekening saya, rekening istri dan rekening anak saya dibuka blokirnya supaya anak saya dapat melanjutkan pendidikan dan istri saya dapat menjalani kehidupan dengan normal, sebagai orang yang memiliki tabungan, karena saat ini istri saya tidak memiliki penghasilan,” bebernya.

Selain itu, Lukas juga memohon agar KPK menghentikan pendzaliman terhadap dirinya dengan menyebarkan issue bahwa saya memiliki jet pribadi, padahal senyatanya saya tidak memiliki jet pribadi.

“Apabila KPK menyatakan saya memiliki jet pribadi, tolong tunjukan dimana jet pribadi saya parkir, dan apabila memang ada, saya mempersilahkan KPK untuk mengambilnya. Saya tidak akan melarang apalagi melawan,”  ucap Petrus membacakan pembelaan Lukas.

Tak hanya itu, Lukas juga memohon agar KPK menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap dirinya, karena faktanya, dirinya tidak pernah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti yang dituduhkan dan sering disiarkan oleh KPK.

Sebagaimana Lukas telah dituduh dan didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp1 M dari  Rijatono Lakka dan memiliki Hotel Angkasa dari Rijatono Lakka senilai Rp 25 M dan uang dari seorang pengusaha yaitu Piton Enumbi senilai Rp 10 M.

Lukas juga menyesalkan kesimpulan Jaksa Penuntut Umum bahwa dirinya telah terbukti menerima gratifikasi-gratifikasi tersebut di atas. Padahal, tidak ada satupun saksi yang menerangkan tentang gratifikasi, apalagi Piton Enumbi dan saksi dari pihak BCA KCU Jayapura yang tidak pernah memberikan keterangan tentang gratifikasi, hadiah, atau lalu lintas uang.

“Kesimpulan JPU bahwa saya menerima gratifikasi dari Rijatono Lakka atau Piton Enumbi tidak didukung suatu bukti, sehingga saya pun dibuat terheran-heran atas dasar apa Jaksa Penuntut Umum berkesimpulan demikian. Mungkin Jaksa Penuntut Umum sudah menjadi orang yang maha tahu, sehingga berkesimpulan tanpa didukung keterangan saksi,” ucap Petrus.

Baca Juga :  Amnesty International Indonesia Soroti Sikap Polisi Tangani Demo PRP

Lanjutnya menerangkan, dalam perkara ini sebenarnya hanya ada satu saksi kunci yaitu Rijatono Lakka yang telah menerangkan tentang uang sebesar Rp 1 M. Dimana menurut KPK, uang tersebut sebagai suap dari Rijatono Lakka kepada dirinya dan Hotel Angkasa di Jayapura.

“Dalam persidangan, Rijatono Lakka saat memberikan keterangan, dengan tegas menyatakan  uang Rp 1 M yang ditranfer ke rekening saya, pada tanggal 10 Mei 2020 dari Bank BCA KCU Jayapura adalah uang milik pribadi saya (Lukas), karena saat itu saya sedang berobat di Jakarta dan meminta tolong untuk mengambil uang saya di kediaman saya, supaya ditransfer ke rekening saya. Apalagi saat itu seluruh Papua dinyatakan sedang lock down,” kata Petrus.

Lukas juga menyampaikan jika tuntutan terhadap dirinya penuh dengan kebohongan, hoax, tipu-tipu dan muslihat yang dibangun secara terencana, terstuktur. Misalnya, Lukas dikatakan membantu pembelian senjata bersama seorang pilot, bermain judi, atau pada saat sakit dikatakan bisa bermain pingpong.

“Hanya ada satu informasi yang tidak hoax dan valid yaitu selama saya menjalani masa tahanan di Rutan KPK, saya pernah diberi makan ubi busuk dan ketika seorang tahanan-Ricky Ham  Pagawak menanyakan ke petugas rutan, mengapa saya diberi ubi busuk, jawaban petugas tahanan bahwa makanan ubi busuk tersebut dikirim dari luar,” terangnya.

Ditambahkannya, selama dirinya dalam tahanan, tersiar kabar ada  pungutan liar dalam Rutan KPK.

“Saya hanya bertanya, apa kabar tentang isu pungutan liar di dalam Rutan KPK ? Apakah didiamkan saja karena menyangkut orang-orang di KPK, sedangkan orang-orang di luar KPK harus dicari-cari kesalahannya. Mari bersih-bersih dari diri sendiri,” pungkasnya. (fia/wen)

Lukas: Jangan Zalimi  Saya Dengan Kasus Pencucian Uang Apalagi Kepemilikan Jet Pribadi

JAYAPURA – Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe mengajukan keberatan atau pleidoi atas tuntutan 10 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan gratifikasi. Lukas merasa dituduh telah melakukan suap dan gratifikasi tersebut.

Selain itu, dalam pleidoinya, Lukas Enembe meminta maaf kepada Majelis Hakim atas sikap temperamentalnya saat menjalani sidang dugaan kasus korupsi yang menimpanya.

Nota pembelaan ini dibacakan oleh kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (21/9) kemarin.

Dalam pembelaan pribadinya, yang dibacakan kuasa hukumnya Petrus Bala Pattyona, mantan Gubernur Papua Lukas Enembe memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, yang mengadili perkara suap dan gratifikasi Lukas untuk menyatakan dirinya tidak bersalah  dan membebaskan dari segala dakwaan, yaitu perkara gratifikasi dalam Pasal 12a, Pasal 12b dan Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Lukas juga memohon agar rekeningnya, rekening istrinya (Yulce Wenda) dan rekening anaknya (Astract Bona TM Enembe) dapat dibuka blokirnya, dan semua aset Lukas yang telah disita, agar dikembalikan.

“Saya juga mohon agar saya jangan dizalimi  lagi dengan kasus baru seperti Tindak Pidana Pencucian Uang atau kepemilikan jet pribadi yang tidak pernah ada, dan saya mohon nama baik dan kehormatan saya direhabilitasi,” kata Petrus membacakan pembelaan pribadi Lukas di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Kamis kemarin.

“Fisik dan psikis saya hancur dengan tuduhan yang mengada-ada dan tidak ada bukti berupa saksi dan surat serta tanpa ada barang bukti. Saya mendoakan Majelis Hakim supaya dengan hati yang jernih,  diberikan hikmat dan kebijaksanaan dalam menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya,” sambungnya.

Dalam pembelaannya, Lukas telah mengampuni dan memaafkan siapapun yang telah menzaliminya.

Baca Juga :  Waspada! Wilayah Jayapura  Masuk Puncak Musim Hujan

Dijelaskan Lukas, permohonan pembukaan blokir atas rekening istri dan anaknya merupakan permohonan khusus kepada Majelis Hakim. Karena sesungguhnya rekening istri dan anaknya itu tidak ada hubungannya dengan perkaranya

“Saya mohon agar rekening saya, rekening istri dan rekening anak saya dibuka blokirnya supaya anak saya dapat melanjutkan pendidikan dan istri saya dapat menjalani kehidupan dengan normal, sebagai orang yang memiliki tabungan, karena saat ini istri saya tidak memiliki penghasilan,” bebernya.

Selain itu, Lukas juga memohon agar KPK menghentikan pendzaliman terhadap dirinya dengan menyebarkan issue bahwa saya memiliki jet pribadi, padahal senyatanya saya tidak memiliki jet pribadi.

“Apabila KPK menyatakan saya memiliki jet pribadi, tolong tunjukan dimana jet pribadi saya parkir, dan apabila memang ada, saya mempersilahkan KPK untuk mengambilnya. Saya tidak akan melarang apalagi melawan,”  ucap Petrus membacakan pembelaan Lukas.

Tak hanya itu, Lukas juga memohon agar KPK menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap dirinya, karena faktanya, dirinya tidak pernah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti yang dituduhkan dan sering disiarkan oleh KPK.

Sebagaimana Lukas telah dituduh dan didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp1 M dari  Rijatono Lakka dan memiliki Hotel Angkasa dari Rijatono Lakka senilai Rp 25 M dan uang dari seorang pengusaha yaitu Piton Enumbi senilai Rp 10 M.

Lukas juga menyesalkan kesimpulan Jaksa Penuntut Umum bahwa dirinya telah terbukti menerima gratifikasi-gratifikasi tersebut di atas. Padahal, tidak ada satupun saksi yang menerangkan tentang gratifikasi, apalagi Piton Enumbi dan saksi dari pihak BCA KCU Jayapura yang tidak pernah memberikan keterangan tentang gratifikasi, hadiah, atau lalu lintas uang.

“Kesimpulan JPU bahwa saya menerima gratifikasi dari Rijatono Lakka atau Piton Enumbi tidak didukung suatu bukti, sehingga saya pun dibuat terheran-heran atas dasar apa Jaksa Penuntut Umum berkesimpulan demikian. Mungkin Jaksa Penuntut Umum sudah menjadi orang yang maha tahu, sehingga berkesimpulan tanpa didukung keterangan saksi,” ucap Petrus.

Baca Juga :  Seorang Pemuda Tewas Diterkam Buaya

Lanjutnya menerangkan, dalam perkara ini sebenarnya hanya ada satu saksi kunci yaitu Rijatono Lakka yang telah menerangkan tentang uang sebesar Rp 1 M. Dimana menurut KPK, uang tersebut sebagai suap dari Rijatono Lakka kepada dirinya dan Hotel Angkasa di Jayapura.

“Dalam persidangan, Rijatono Lakka saat memberikan keterangan, dengan tegas menyatakan  uang Rp 1 M yang ditranfer ke rekening saya, pada tanggal 10 Mei 2020 dari Bank BCA KCU Jayapura adalah uang milik pribadi saya (Lukas), karena saat itu saya sedang berobat di Jakarta dan meminta tolong untuk mengambil uang saya di kediaman saya, supaya ditransfer ke rekening saya. Apalagi saat itu seluruh Papua dinyatakan sedang lock down,” kata Petrus.

Lukas juga menyampaikan jika tuntutan terhadap dirinya penuh dengan kebohongan, hoax, tipu-tipu dan muslihat yang dibangun secara terencana, terstuktur. Misalnya, Lukas dikatakan membantu pembelian senjata bersama seorang pilot, bermain judi, atau pada saat sakit dikatakan bisa bermain pingpong.

“Hanya ada satu informasi yang tidak hoax dan valid yaitu selama saya menjalani masa tahanan di Rutan KPK, saya pernah diberi makan ubi busuk dan ketika seorang tahanan-Ricky Ham  Pagawak menanyakan ke petugas rutan, mengapa saya diberi ubi busuk, jawaban petugas tahanan bahwa makanan ubi busuk tersebut dikirim dari luar,” terangnya.

Ditambahkannya, selama dirinya dalam tahanan, tersiar kabar ada  pungutan liar dalam Rutan KPK.

“Saya hanya bertanya, apa kabar tentang isu pungutan liar di dalam Rutan KPK ? Apakah didiamkan saja karena menyangkut orang-orang di KPK, sedangkan orang-orang di luar KPK harus dicari-cari kesalahannya. Mari bersih-bersih dari diri sendiri,” pungkasnya. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya