Friday, April 26, 2024
27.7 C
Jayapura

Komnas HAM Minta Polisi Dalami Jejak Digital Pelaku Mutilasi di Mimika

JAKARTA – Pembunuhan keji empat warga sipil di Mimika terus diselidiki Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dari hasil penyelidikan awal, Komnas HAM mendorong agar persoalan bisnis terkait jual beli amunisi dan senjata di Mimika yang melibatkan oknum anggota Brigade Infanteri (Brigif) R 20/IJK/3 Kostrad harus benar-benar menjadi perhatian pihak terkait.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengungkapkan dari hasil temuan dan analisis fakta di lapangan diketahui jika salah satu pelaku pembunuhan dari unsur anggota TNI memiliki senjata rakitan. Dan pada 2019 silam juga diketahui adanya praktik penjualan amunisi oleh anggota Brigif R 20/IJK/3. Artinya, sudah sejak lama bisnis tersebut terjadi di Mimika.

Selain itu, Komnas HAM juga menemukan adanya hubungan atau rekanan kerja antara pelaku pembunuhan dari pihak sipil dengan pelaku dari unsur anggota TNI. Yakni berkaitan dengan bisnis solar. Hal itu dikuatkan dengan temuan drum untuk penampungan solar dan grup WhatsApp yang membahas tentang bisnis bahan bakar minyak (BBM) tersebut.

Baca Juga :  Keluhkan Jadwal Kompetisi yang Belum Keluar

Tak hanya itu, Komnas HAM juga mendapati temuan bahwa Roy Marthen Howai, pelaku yang saat ini masuk daftar pencarian orang (DPO), bukanlah aktor utama dalam peristiwa pembunuhan dan mutilasi yang terjadi pada 22 Agustus lalu tersebut. ”Dan berdasarkan pola kekerasan itu diduga bahwa tindakan yang dilakukan pelaku bukan yang pertama,” kata Beka, kemarin (20/9).

Sejauh ini, Komnas HAM belum bisa menyimpulkan jika pembunuhan keji yang melibatkan aparat itu adalah pelanggaran HAM berat. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebut temuan yang disampaikan di atas merupakan penyelidikan awal. Proses pemantauan dan penyelidikan masih akan terus dilakukan dalam beberapa waktu ke depan.

Karena itu, Anam berharap kepada masyarakat untuk mendukung upaya penegakan hukum dan memberikan kesaksian untuk membuat kasus pembunuhan tersebut menjadi terang benderang. Anam juga pihak kepolisian yang mengusut pembunuhan dan mutilasi itu melakukan pendalaman kasus dengan pendekatan scientific crime investigation.

Baca Juga :  Kemarin, Wapres RI Tinjau Operasi Katarak dan Bibir Sumbing di RSUD Mimika

”Kami meminta para pihak untuk mendalami jejak digital masing-masing pelaku, baik dalam komunikasi, social media, maupun pendekatan digital lain,” terang Anam. Sejauh ini, kepolisian telah menetapkan 10 orang sebagai pelaku pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga sipil tersebut. (tyo)

JAKARTA – Pembunuhan keji empat warga sipil di Mimika terus diselidiki Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dari hasil penyelidikan awal, Komnas HAM mendorong agar persoalan bisnis terkait jual beli amunisi dan senjata di Mimika yang melibatkan oknum anggota Brigade Infanteri (Brigif) R 20/IJK/3 Kostrad harus benar-benar menjadi perhatian pihak terkait.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengungkapkan dari hasil temuan dan analisis fakta di lapangan diketahui jika salah satu pelaku pembunuhan dari unsur anggota TNI memiliki senjata rakitan. Dan pada 2019 silam juga diketahui adanya praktik penjualan amunisi oleh anggota Brigif R 20/IJK/3. Artinya, sudah sejak lama bisnis tersebut terjadi di Mimika.

Selain itu, Komnas HAM juga menemukan adanya hubungan atau rekanan kerja antara pelaku pembunuhan dari pihak sipil dengan pelaku dari unsur anggota TNI. Yakni berkaitan dengan bisnis solar. Hal itu dikuatkan dengan temuan drum untuk penampungan solar dan grup WhatsApp yang membahas tentang bisnis bahan bakar minyak (BBM) tersebut.

Baca Juga :  Pemrov Mendorong TPPS Menekan Prevalensi Stunting Hingga 0 Persen

Tak hanya itu, Komnas HAM juga mendapati temuan bahwa Roy Marthen Howai, pelaku yang saat ini masuk daftar pencarian orang (DPO), bukanlah aktor utama dalam peristiwa pembunuhan dan mutilasi yang terjadi pada 22 Agustus lalu tersebut. ”Dan berdasarkan pola kekerasan itu diduga bahwa tindakan yang dilakukan pelaku bukan yang pertama,” kata Beka, kemarin (20/9).

Sejauh ini, Komnas HAM belum bisa menyimpulkan jika pembunuhan keji yang melibatkan aparat itu adalah pelanggaran HAM berat. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebut temuan yang disampaikan di atas merupakan penyelidikan awal. Proses pemantauan dan penyelidikan masih akan terus dilakukan dalam beberapa waktu ke depan.

Karena itu, Anam berharap kepada masyarakat untuk mendukung upaya penegakan hukum dan memberikan kesaksian untuk membuat kasus pembunuhan tersebut menjadi terang benderang. Anam juga pihak kepolisian yang mengusut pembunuhan dan mutilasi itu melakukan pendalaman kasus dengan pendekatan scientific crime investigation.

Baca Juga :  Kemarin, Wapres RI Tinjau Operasi Katarak dan Bibir Sumbing di RSUD Mimika

”Kami meminta para pihak untuk mendalami jejak digital masing-masing pelaku, baik dalam komunikasi, social media, maupun pendekatan digital lain,” terang Anam. Sejauh ini, kepolisian telah menetapkan 10 orang sebagai pelaku pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga sipil tersebut. (tyo)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya