Saturday, April 27, 2024
28.7 C
Jayapura

Miris Wajah Pendidikan di Era Otsus Jilid II 

JAYAPURA-Direktur Lembaga Bantuan Hukum, (LBH) Papua, Emanuel Gobai angkat bicara, melihat mirisnya wajah pendidikan di era Otsus jilid II saat ini. Padahal, pendidikan menurut Emanuel menjadi salah satu bidang pokok dalam impelementasi UU Otsus di tanah Papua, namun fakta pemenuhan hak pendidikan di tanah Papua seperti tidak berjalan sesuai target.

“Fakta kasus mahasiswa Papua di luar negeri yang kesulitan menjadi pembuka wajah miris bidang pendidikan di era Otsus jilid II. Karena ini terjadi pada saat pembahasan kebijakan Otsus jilid II oleh legislator terhormat di Senayan,” ungkap Emanuel Gobai, Rabu (19/10).

Hal miris lainnya menurut Emanuel Gobai yaitu fakta anak-anak di wilayah konflik bersenjata yang terjadi sejak tahun 2018 sampai tahun 2022, seperti di Kabupaten Nduga terus berpindah ke Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Mimika, Puncak Papua, Puncak Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang hingga masuk ke Kabupaten Maybrat. Semuannya menyisakan fakta pengungsian yang mayoritas diisi oleh perempuan, anak dan orang tua.

“Peristiwa ini turut menyumbangkan fakta penelantaran hak atas pendidikan bagi anak-anak penggungsi yang berada di kamp penggungsian yang terpaksa putus sekolah karena kekosongan sekolah,” sesalnya.

Terlepas dari itu, menurut Emanuel pemanfaatkan gedung sekolah menjadi markas keamanan juga menunjukan praktek pembungkaman hak atas pendidikan. Sehingga banyak murid yang mengeluh bahkan melakukan protes terbuka dengan cara mendesak pemerintah untuk memerintahkan pihak keamanan keluar dari sekolah agar para anak didik bisa mendapatkan hak atas pendidikan sebagaimana yang dilakukan oleh pelajar SMA di Yahukimo.

Baca Juga :  Kodam Bantah Ada Anggota Tewas di Titigi-Intan Jaya

“Fakta lain terlihat melalui aksi protes mahasiswa Kabupaten Mamberamo Tengah yang memalang kantor Perwakilan Mamberamo Tengah di Sentani dalam rangka menuntut realisasi dana pendidikan bagi mahasiswa Mamteng khususnya di Kota Studi Jayapura,” bebernya.

Ia menyimpulkan dari semua fakta tersebut secara langsung menunjukan wajah pendidikan di tanah Papua yang memprihatinkan dimasa masa UU Otsus jilid II yang terabaikan. Padahal UU Otsus Papua baru setahun diberlakukan.

“Fakta itu secara langsung mempertanyakan bagaimana pengelolaan dana pendidikan dijalankan di masa UU Otsus jilid II ini,” tambahnya.

Pihaknya juga mempertanyakan seperti apa peran Wapres RI yang adalah ketua Tim Pelaksana Otsus di tanah Papua. Sebab pasca UU Nomor 2 Tahun 2021 diberlakukan, Wapres yang ditunjuk sebagai ketua pelaksanaan Otsus di tanah Papua.

“Melalui kekosongan kursi di salah satu sekolah di Kabupaten Jayapura secara langsung menampilkan wajah buram potret pendidikan di tanah Papua. Potret buram tersebut disebutkan karena Kabupaten Jayapura merupakan kabupaten yang terletak di daerah yang mudah dijangkau namun faktanya demikian. Dengan dasar itu, secara langsung sudah bisa dibayangkan betapa mirisnya wajah pendidikan di kabupaten-kabupaten yang jaraknya sulit dijangkau,” tambahnya.

Baca Juga :  PSBS ke Liga 1, Optimis Kebutuhan Rp 50 M  Terpenuhi

“Untuk apa punya banyak Daerah Otonom Baru baik dalam bentuk provinsi, kabupaten dan kota di tanah Papua jika faktanya hak dasar seperti hak pendidikan saja tidak mampu dipenuhi secara maksimal oleh negara melalui Pemerintah Provinsi Papua dan kabupaten kota didalamnya. Untuk apa punya dana Otsus besar-besar jika faktanya di kabupaten yang mudah diakses saja belum memiliki fasilitas pendukung pemenuhan hak atas pendidikan yang memadai sebagaimana yang terjadi di salah satu sekolah di Kabupatem Jayapura,” sambungnya.

Ia berharap semua kepala daerah bisa fokus dalam pemenuhan hak atas pendidikan di wilayahnya masing-masing, dan tidak hanya sibuk mengejar jabatan pasca menjabat sebagai kepala daerah di daerahnya masing-masing.

“Semoga kepala daerah bisa mendesak Wakil Presiden Republik Indonesia yang adalah Ketua Tim Pembangunan Papua Pasca Pemberlakuan UU Nomor 2 Tahun 2021 untuk memenuhi hak atas pendidikan di tanah Papua. Sebab pemenuhan hak atas pendidikan adalah tanggung jawab negara melalui pemerintah sesuai dengan perintah Pasal 28i ayat (4) UUD 1945. Negara segera penuhi hak atas pendidikan Orang Asli Papua,” tutupnya.(oel/nat)

JAYAPURA-Direktur Lembaga Bantuan Hukum, (LBH) Papua, Emanuel Gobai angkat bicara, melihat mirisnya wajah pendidikan di era Otsus jilid II saat ini. Padahal, pendidikan menurut Emanuel menjadi salah satu bidang pokok dalam impelementasi UU Otsus di tanah Papua, namun fakta pemenuhan hak pendidikan di tanah Papua seperti tidak berjalan sesuai target.

“Fakta kasus mahasiswa Papua di luar negeri yang kesulitan menjadi pembuka wajah miris bidang pendidikan di era Otsus jilid II. Karena ini terjadi pada saat pembahasan kebijakan Otsus jilid II oleh legislator terhormat di Senayan,” ungkap Emanuel Gobai, Rabu (19/10).

Hal miris lainnya menurut Emanuel Gobai yaitu fakta anak-anak di wilayah konflik bersenjata yang terjadi sejak tahun 2018 sampai tahun 2022, seperti di Kabupaten Nduga terus berpindah ke Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Mimika, Puncak Papua, Puncak Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang hingga masuk ke Kabupaten Maybrat. Semuannya menyisakan fakta pengungsian yang mayoritas diisi oleh perempuan, anak dan orang tua.

“Peristiwa ini turut menyumbangkan fakta penelantaran hak atas pendidikan bagi anak-anak penggungsi yang berada di kamp penggungsian yang terpaksa putus sekolah karena kekosongan sekolah,” sesalnya.

Terlepas dari itu, menurut Emanuel pemanfaatkan gedung sekolah menjadi markas keamanan juga menunjukan praktek pembungkaman hak atas pendidikan. Sehingga banyak murid yang mengeluh bahkan melakukan protes terbuka dengan cara mendesak pemerintah untuk memerintahkan pihak keamanan keluar dari sekolah agar para anak didik bisa mendapatkan hak atas pendidikan sebagaimana yang dilakukan oleh pelajar SMA di Yahukimo.

Baca Juga :  Kerugian Ditaksir Rp 3 Miliar

“Fakta lain terlihat melalui aksi protes mahasiswa Kabupaten Mamberamo Tengah yang memalang kantor Perwakilan Mamberamo Tengah di Sentani dalam rangka menuntut realisasi dana pendidikan bagi mahasiswa Mamteng khususnya di Kota Studi Jayapura,” bebernya.

Ia menyimpulkan dari semua fakta tersebut secara langsung menunjukan wajah pendidikan di tanah Papua yang memprihatinkan dimasa masa UU Otsus jilid II yang terabaikan. Padahal UU Otsus Papua baru setahun diberlakukan.

“Fakta itu secara langsung mempertanyakan bagaimana pengelolaan dana pendidikan dijalankan di masa UU Otsus jilid II ini,” tambahnya.

Pihaknya juga mempertanyakan seperti apa peran Wapres RI yang adalah ketua Tim Pelaksana Otsus di tanah Papua. Sebab pasca UU Nomor 2 Tahun 2021 diberlakukan, Wapres yang ditunjuk sebagai ketua pelaksanaan Otsus di tanah Papua.

“Melalui kekosongan kursi di salah satu sekolah di Kabupaten Jayapura secara langsung menampilkan wajah buram potret pendidikan di tanah Papua. Potret buram tersebut disebutkan karena Kabupaten Jayapura merupakan kabupaten yang terletak di daerah yang mudah dijangkau namun faktanya demikian. Dengan dasar itu, secara langsung sudah bisa dibayangkan betapa mirisnya wajah pendidikan di kabupaten-kabupaten yang jaraknya sulit dijangkau,” tambahnya.

Baca Juga :  Amnesty Internasional: Putusan Tragedi Paniai Menampar Wajah Korban

“Untuk apa punya banyak Daerah Otonom Baru baik dalam bentuk provinsi, kabupaten dan kota di tanah Papua jika faktanya hak dasar seperti hak pendidikan saja tidak mampu dipenuhi secara maksimal oleh negara melalui Pemerintah Provinsi Papua dan kabupaten kota didalamnya. Untuk apa punya dana Otsus besar-besar jika faktanya di kabupaten yang mudah diakses saja belum memiliki fasilitas pendukung pemenuhan hak atas pendidikan yang memadai sebagaimana yang terjadi di salah satu sekolah di Kabupatem Jayapura,” sambungnya.

Ia berharap semua kepala daerah bisa fokus dalam pemenuhan hak atas pendidikan di wilayahnya masing-masing, dan tidak hanya sibuk mengejar jabatan pasca menjabat sebagai kepala daerah di daerahnya masing-masing.

“Semoga kepala daerah bisa mendesak Wakil Presiden Republik Indonesia yang adalah Ketua Tim Pembangunan Papua Pasca Pemberlakuan UU Nomor 2 Tahun 2021 untuk memenuhi hak atas pendidikan di tanah Papua. Sebab pemenuhan hak atas pendidikan adalah tanggung jawab negara melalui pemerintah sesuai dengan perintah Pasal 28i ayat (4) UUD 1945. Negara segera penuhi hak atas pendidikan Orang Asli Papua,” tutupnya.(oel/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya