”Kita sangat meyayangkan sepanjang tahun ini, DPR dan MRP tidak berinisiatif untuk menemui pendemo yang ingin menyampaikan aspirasi mereka. Harusnya, mereka lebih proaktif menerima aspirasi, jangan membenturkan antara pendemo dan polisi,” bebernya.
Terkait apakah gas air mata masih bisa digunakan dalam penanganan demonstrasi ? Frits menerangkan, penggunaan gas air mata dan peluru karet memiliki protap, tetapi juga harus dipahami kapan itu diterapkan.
Namun, tindakan kepolisian untuk mencegah meluasnya tindakan anarkis penting dilakukan agar tidak memakan korban. Komnas HAM juga memberikan koreksi kepada dua unsur yakni pendemo dan aparat yang melakukan pengamanan. Ia meminta pendemo harus memenuhi seluruh unsur yang diatur dalam Undang-Undang nomor 9 tentang kebebesan menyampaikan pendapat.
”Pendemo sebaiknya tidak melakukan aksi-aksi yang menganggu kepentingan publik. Karena kebebeasan berekspresi bagian dari penyaluran kepentingan publik, sehingga harus diatur secara baik,” imbuhnya.
Sedangkan untuk polisi, sebaiknya polisi tidak sebatas ujug-ujug. Ketika ada surat pemberitahuan demo, maka polisi tidak boleh tidak memberikan izin. ”Demo di Kota Jayapura semestinya bisa diatur secara baik, sehingga tidakan menimbulkan resistensi antara polisi dan para pendemo bisa diminimalisir,” pungkasnya. (fia/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos