Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Yang Tolak DOB Jangan Dilihat Sebagai Pembangkang Kebijakan

JAYAPURA – Keinginan pemerintah pusat mendorong lahirnya Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua masih melahirkan pendapat pro kontra. Masih  ada kelompok yang menolak dan menyatakan bahwa pemekaran ini merupakan keinginan pemerintah pusat dan bukan murni keinginan masyarakat Papua.

Meski demikian palu sudah jatuh dan mau tidak mau pemekaran sudah disahkan dan harus dijalankan. Terkait ini dua  tokoh pemuda memberi pendapatnya terkait apakah pemekaran bisa mempercepat pembangunan dan bersaing dengan provinsi lain di luar Papua.

“Saya melihat DOB adalah sebuah kebijakan yang diambil oleh negara atas dasar evaluasi pasca Otsus. Jika itu kebijakan negara untuk meningkatkan kesejahteraan tentu DOB akan memberikan perubahan di Tanah Papua,” kata Benyamin Gurik, Ketua KNPI Papua dari penyatuan dua kubu melalui ponselnya, Senin (15/8). Ia melihat jika agar perubahan ini bisa berjalan seperti yang diinginkan, maka saya hal-hal fundamental yang harus dipersiapkan oleh pemerintah atau stakeholder lainnya adalah bagaimana memanfaatkan momentum ini.

“Bahwa DOB sudah berlaku di Papua  kini bagaimana mempersiapkan SDM yang mumpuni sebab hingga kini pernyataan masyarakat adalah orang Papua belum siap dan belum mampu yang akhirnya menunjukkan pemerintah tidak mempersiapkan itu,” bebernya. Namun kata Benyamin tak ada jalan mundur mensikapi DOB tapi  jalan maju dan mempersiapkan orang yang akan mengisi peluang ini. “Momentum awal ini kami melihat bahwa pemerintah perlu mempersiapkan kemampuan yang ada dan jangan sampai timbul kalimat Otsus gagal dan lainnya dimana kami melihat ini sistem yang tidak menjawab kebutuhan SDM,” singgungnya.

Baca Juga :  Tiba di Jayapura, Kapal DNEX Pasific Link Langsung Bergerak

Dari keputusan yang sudah diambil soal DOB, kata Benyamin pernyataan Papua belum siap dan belum mampu  sudah harus dihapus sebab semua sudah diketok palunya dan kini fokcus mengarahkan energi dan pemikiran mempersiapkan apa yang dibutuhkan sebuah provinsi.

  Hal lain disampaikan Maikel Yerisetouw, Ketua Cenderawasih Reading Centre (CRC) dimana ia justru bahwa DOB belum dibutuhkan saat ini sebab tujuan DOB jika  melihat isi undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang penataan daerah disebutkan dalam pasal 31 ayat 2 menjelaskan soal tujuan penataan daerah adalah untuk pelaksanaan desentralisasi dimana ada 6 poin mulai efektifitas, peningkatan tata kelola pemerintahan, meningkatkan daya saing nasional dan lainnya.

“Hanya apakah hanya DOB saja yang bisa mendorong poin-poin di atas. Apakah pemerintah saat ini belum bisa memaksimalkan kinerjanya Pemprov untuk tujuan dari setentralisasi. Dengan kapasitas pemda yang ada saat ini jika bupatinya fokus maka semua akan dicapai. Jadi ini saya melihat belum sesuai kebutuhan tapi sudah berjalan,” sambungnya.

Harapannya adalah UU Nomor 23 tadi bisa   dikerjakan dengan baik. Hal lainnya adalah jangan juga pemerintah melihat bahwa yang menolak DOB itu disebut tidak sejalan dengan pembangunan, lalu dikaitkan dengan makar atau perlawanan lainnya.

“Menurut hemat saya seharusnya pemerintah juga melihat apa yang menjadi kekhawatiran dari masyarakat yang menolak. Kekhawatiran-khawatiran ini harusnya bisa dijawab dengan kerja-kerja yang optimal dan terbuka agar masyarakat yang menolak bisa percaya,” jelas Maikel.

Lalu dilanjutkan bahwa di undang – undang yang sama dijelaskan persyaratan dasar yaitu persyaratan kewilayahan dan kapasitas daerah.

Baca Juga :  Willem Wandik Akui Rahim Ibu Merupakan Surga

Ini mulai dari luas wilayah, batas penduduk dan lainnya. “Namun soal kapasitas daerah untuk berkembang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat kami pikir masih jauh dari harapan karena masih berharap transfer pusat. Lalu target pemekaran adalah semua masyarakat yang hidup di Papua tapi terlebih khusus orang asli Papua. Pertanyaannya apakah ada data yang menunjukkan bahwa jika pemekaran maka orang – orang Papua akan menjadi lebih baik atau sekadar hanya menjadi PNS?,” singgungnya.

  Jadi jangan sampai pemikiran untuk kesejahteraan ini justru terbalik dan terjadi ketimpangan sosial. “Karena pemekaran wilayah disitu ada peluang dan kesempatan memasukkan kapitalisme baik  modal maupun jejaring dan menguasai apa yang ada akhirnya masyarakat pribumi menjadi penonton.

Nah ini kami lihat target pemerintah selalu bersembunyi dibalik kalimat meredam upaya Papua merdeka dengan kesejahteraan namun saya justru khawatir itu tidak akan tercapai sebab masyarakat asli selalu mendapatkan kesenjangan dan jadi penonton,” cecar Maikel.

Lalu yang harus dijawab pemerintah adalah melaksanakan pemerintahan  secara maksimal apalagi jika DOB sudah diketok hingga mereka yang diberi mandat bisa mewujudkan yang namanya kapasitas daerah menghasilkan PAD menjadi provinsi mandiri sebab jika mau dilihat yang punya PAD jelas hanya Timika dan Kota Jayapura, selain itu masih mengharapkan transfer pusat. “Pemerintah pusat juga jangan menutup mata atas protes dan kritikan yang disampaikan masyarakat. Itu harusnya dijadikan catatan penting,” tutupnya. (ade/wen)

JAYAPURA – Keinginan pemerintah pusat mendorong lahirnya Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua masih melahirkan pendapat pro kontra. Masih  ada kelompok yang menolak dan menyatakan bahwa pemekaran ini merupakan keinginan pemerintah pusat dan bukan murni keinginan masyarakat Papua.

Meski demikian palu sudah jatuh dan mau tidak mau pemekaran sudah disahkan dan harus dijalankan. Terkait ini dua  tokoh pemuda memberi pendapatnya terkait apakah pemekaran bisa mempercepat pembangunan dan bersaing dengan provinsi lain di luar Papua.

“Saya melihat DOB adalah sebuah kebijakan yang diambil oleh negara atas dasar evaluasi pasca Otsus. Jika itu kebijakan negara untuk meningkatkan kesejahteraan tentu DOB akan memberikan perubahan di Tanah Papua,” kata Benyamin Gurik, Ketua KNPI Papua dari penyatuan dua kubu melalui ponselnya, Senin (15/8). Ia melihat jika agar perubahan ini bisa berjalan seperti yang diinginkan, maka saya hal-hal fundamental yang harus dipersiapkan oleh pemerintah atau stakeholder lainnya adalah bagaimana memanfaatkan momentum ini.

“Bahwa DOB sudah berlaku di Papua  kini bagaimana mempersiapkan SDM yang mumpuni sebab hingga kini pernyataan masyarakat adalah orang Papua belum siap dan belum mampu yang akhirnya menunjukkan pemerintah tidak mempersiapkan itu,” bebernya. Namun kata Benyamin tak ada jalan mundur mensikapi DOB tapi  jalan maju dan mempersiapkan orang yang akan mengisi peluang ini. “Momentum awal ini kami melihat bahwa pemerintah perlu mempersiapkan kemampuan yang ada dan jangan sampai timbul kalimat Otsus gagal dan lainnya dimana kami melihat ini sistem yang tidak menjawab kebutuhan SDM,” singgungnya.

Baca Juga :  PBB Sahkan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

Dari keputusan yang sudah diambil soal DOB, kata Benyamin pernyataan Papua belum siap dan belum mampu  sudah harus dihapus sebab semua sudah diketok palunya dan kini fokcus mengarahkan energi dan pemikiran mempersiapkan apa yang dibutuhkan sebuah provinsi.

  Hal lain disampaikan Maikel Yerisetouw, Ketua Cenderawasih Reading Centre (CRC) dimana ia justru bahwa DOB belum dibutuhkan saat ini sebab tujuan DOB jika  melihat isi undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang penataan daerah disebutkan dalam pasal 31 ayat 2 menjelaskan soal tujuan penataan daerah adalah untuk pelaksanaan desentralisasi dimana ada 6 poin mulai efektifitas, peningkatan tata kelola pemerintahan, meningkatkan daya saing nasional dan lainnya.

“Hanya apakah hanya DOB saja yang bisa mendorong poin-poin di atas. Apakah pemerintah saat ini belum bisa memaksimalkan kinerjanya Pemprov untuk tujuan dari setentralisasi. Dengan kapasitas pemda yang ada saat ini jika bupatinya fokus maka semua akan dicapai. Jadi ini saya melihat belum sesuai kebutuhan tapi sudah berjalan,” sambungnya.

Harapannya adalah UU Nomor 23 tadi bisa   dikerjakan dengan baik. Hal lainnya adalah jangan juga pemerintah melihat bahwa yang menolak DOB itu disebut tidak sejalan dengan pembangunan, lalu dikaitkan dengan makar atau perlawanan lainnya.

“Menurut hemat saya seharusnya pemerintah juga melihat apa yang menjadi kekhawatiran dari masyarakat yang menolak. Kekhawatiran-khawatiran ini harusnya bisa dijawab dengan kerja-kerja yang optimal dan terbuka agar masyarakat yang menolak bisa percaya,” jelas Maikel.

Lalu dilanjutkan bahwa di undang – undang yang sama dijelaskan persyaratan dasar yaitu persyaratan kewilayahan dan kapasitas daerah.

Baca Juga :  Tak Rekemondasikan Wilayah 3T Terapkan Gasing

Ini mulai dari luas wilayah, batas penduduk dan lainnya. “Namun soal kapasitas daerah untuk berkembang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat kami pikir masih jauh dari harapan karena masih berharap transfer pusat. Lalu target pemekaran adalah semua masyarakat yang hidup di Papua tapi terlebih khusus orang asli Papua. Pertanyaannya apakah ada data yang menunjukkan bahwa jika pemekaran maka orang – orang Papua akan menjadi lebih baik atau sekadar hanya menjadi PNS?,” singgungnya.

  Jadi jangan sampai pemikiran untuk kesejahteraan ini justru terbalik dan terjadi ketimpangan sosial. “Karena pemekaran wilayah disitu ada peluang dan kesempatan memasukkan kapitalisme baik  modal maupun jejaring dan menguasai apa yang ada akhirnya masyarakat pribumi menjadi penonton.

Nah ini kami lihat target pemerintah selalu bersembunyi dibalik kalimat meredam upaya Papua merdeka dengan kesejahteraan namun saya justru khawatir itu tidak akan tercapai sebab masyarakat asli selalu mendapatkan kesenjangan dan jadi penonton,” cecar Maikel.

Lalu yang harus dijawab pemerintah adalah melaksanakan pemerintahan  secara maksimal apalagi jika DOB sudah diketok hingga mereka yang diberi mandat bisa mewujudkan yang namanya kapasitas daerah menghasilkan PAD menjadi provinsi mandiri sebab jika mau dilihat yang punya PAD jelas hanya Timika dan Kota Jayapura, selain itu masih mengharapkan transfer pusat. “Pemerintah pusat juga jangan menutup mata atas protes dan kritikan yang disampaikan masyarakat. Itu harusnya dijadikan catatan penting,” tutupnya. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya