Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Negara Belum Mampu Selesaikan Konflik Bersenjata di Papua

JDP Serukan Pentingnya Dilakukan Jeda Kemanusiaan sebagai Awal Dimulainya Dialog Damai

JAYAPURA – Menjelang peringatan HUT ke – 77 RI, Jaringan Damai Papua (JDP) memberikan catatan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu menyelesaikan konflik kekerasan bersenjata yang terus menerus terjadi di tanah Papua.

Terkhusus di wilayah Pegunungan Tengah Papua yang meliputi wilayah pemerintahan Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara,  Kabupaten Puncak, Kabupaten Pegunungan Tengah dan Kabupaten Pegunungan Bintang.

Konflik bersenjata tersebut terjadi antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) yang seringkali dijuluki sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB) di satu pihak dengan aparat keamanan negara Indonesia  yaitu TNI-Polri

Juru Bicara JDP Yan Ch. Warinussy mencatat bahwa dalam serangkaian peristiwa konflik bersenjata tersebut, rakyat sipil senantiasa menjadi “sasaran” atau “korban sia sia”. Padahal sejatinya mereka (rakyat sipil-red) bukan merupakan pihak yang bertikai dalam konflik bersenjata tersebut.

Rakyat sipil dimaksud meliputi warga rakyat asli Papua di wilayah konflik serta para petugas medis, tenaga guru, pekerja borongan pembangunan jalan atau pembangunan menara telekomunikasi atau pedagang serta tukang ojek.

“Memang ada pula korban yang berjatuhan diantara para pihak baik dari TNI dan Polri maupun TPN PB. Namun sayang sekali karena apabila ada korban yang gugur, tidak serta merta dilakukan penyelidikan hingga penyidikan kriminal oleh Polri,” kata Yan kepada Cenderawasih Pos melalui rilis yang dikirimnya, Senin (15/8) kemarin.

Baca Juga :  Pemekaran Bebankan Anggaran Daerah?

Sehingga dapat dipastikan motif peristiwa hukumnya serta sebab yang melatarbelakangi peristiwa tersebut, serta siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukumnya. Justru yang terjadi adalah saling melempar penyataan klaim posisi korban serta tudingan yang parsial mengenai siapa yang diduga bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut.

Termasuk dalam peristiwa tertembaknya mantan Kabinda Papua  beberapa waktu lalu. Maupun ketika tewasnya salah satu anggota Brimob bernama Diego Rumaropen di Kabupaten Jayawijaya belum lama ini.

“JDP juga melihat bahwa konflik yang telah berlangsung cukup lama, kurang lebih 50-an tahun hingga saat ini turut dipicu akibat adanya praktek jual beli senjata api dan amunisi secara melawan hukum dan ikut melibatkan sejumlah oknum anggota TNI dan Polri, serta rakyat sipil di tanah Papua,” paparnya.

Menurutnya, ratusan senjata api dari jenis rakitan hingga senjata api otomatis moderen diduga nyaris telah beredar hingga dimiliki personil TPN PB di hutan-hutan tanah Papua. Terbukti terakhir ini seringkali korban tewas sia-sia dari anggota TNI dan Polri maupun rakyat sipil diduga ditembak dari jarak yang sangat jauh.

“Pihak TNI dan Polri telah memulai langkah yang lebih soft dengan mendekati aparat kampung maupun tokoh masyarakat di wilayah konflik tersebut. Tapi belakangan pihak yang didekati oleh TNI dan Polri harus mengalami penyiksaan bahkan meregang nyawa karena diduga dilakukan oleh TPN PB yang disebut KKB/KKSB oleh TNI dan Polri,” kata Yang.

Baca Juga :  ASN Provinsi Tak Berminat Pindah ke Tiga DOB?

“Bahkan tidak jarang anggota TNI-Polri yang berupaya melakukan pendekatan sosial tersebut turut menjadi sasaran bahkan meregang nyawanya akibat perbuatan KKB/KKSB. Situasi seperti ini berulang kali terjadi dan terus terjadi di Papua yang telah diberkati Tuhan sejak  5 Februari 1855 (167 tahun lalu),” sambungnya.

Menjelang peringatan HUT Proklamasi, JDP menyerukan pentingnya dilakukan jeda kemanusiaan sebagai langkah awal bagi dimulainya dialog damai diantara para pihak yang bertikai, termasuk rakyat sipil di tanah Papua.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo sebagai salah satu Presiden terbaik saat ini ditantang untuk dapat memberi sebuah kado istimewa bagi rakyat Papua yang paling sering dia kunjungi di masa pemerintahannya.

“Presiden segera dapat mengambil langkah penting bagi upaya penyelesaian dan mengakhiri konflik bersenjata di Papua yang diduga keras hanya memberi keuntungan bagi sekelompok kecil manusia tidak bertanggung jawab,” tuturnya.

“Sementara korban senantiasa berjatuhan dari hari lepas hari di pihak rakyat sipil, dan juga anggota TNI dan Polri yang mungkin dalam hatinya yang paling dalam ingin menghindari penugasan di Bumi Cenderawasih demi keluarganya masing-masing,” sambungnya.

JDP ingin agar konflik bersenjata di Papua segera diakhiri demi memberikan kedamaian bagi seluruh rakyat Papua dan Indonesia yang hidup dan berkarya di atas tanah ini. (fia/wen)

JDP Serukan Pentingnya Dilakukan Jeda Kemanusiaan sebagai Awal Dimulainya Dialog Damai

JAYAPURA – Menjelang peringatan HUT ke – 77 RI, Jaringan Damai Papua (JDP) memberikan catatan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu menyelesaikan konflik kekerasan bersenjata yang terus menerus terjadi di tanah Papua.

Terkhusus di wilayah Pegunungan Tengah Papua yang meliputi wilayah pemerintahan Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara,  Kabupaten Puncak, Kabupaten Pegunungan Tengah dan Kabupaten Pegunungan Bintang.

Konflik bersenjata tersebut terjadi antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) yang seringkali dijuluki sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB) di satu pihak dengan aparat keamanan negara Indonesia  yaitu TNI-Polri

Juru Bicara JDP Yan Ch. Warinussy mencatat bahwa dalam serangkaian peristiwa konflik bersenjata tersebut, rakyat sipil senantiasa menjadi “sasaran” atau “korban sia sia”. Padahal sejatinya mereka (rakyat sipil-red) bukan merupakan pihak yang bertikai dalam konflik bersenjata tersebut.

Rakyat sipil dimaksud meliputi warga rakyat asli Papua di wilayah konflik serta para petugas medis, tenaga guru, pekerja borongan pembangunan jalan atau pembangunan menara telekomunikasi atau pedagang serta tukang ojek.

“Memang ada pula korban yang berjatuhan diantara para pihak baik dari TNI dan Polri maupun TPN PB. Namun sayang sekali karena apabila ada korban yang gugur, tidak serta merta dilakukan penyelidikan hingga penyidikan kriminal oleh Polri,” kata Yan kepada Cenderawasih Pos melalui rilis yang dikirimnya, Senin (15/8) kemarin.

Baca Juga :  Sepanjang 2023 Sebanyak 37 Warga Sipil Tewas Karena KKB

Sehingga dapat dipastikan motif peristiwa hukumnya serta sebab yang melatarbelakangi peristiwa tersebut, serta siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukumnya. Justru yang terjadi adalah saling melempar penyataan klaim posisi korban serta tudingan yang parsial mengenai siapa yang diduga bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut.

Termasuk dalam peristiwa tertembaknya mantan Kabinda Papua  beberapa waktu lalu. Maupun ketika tewasnya salah satu anggota Brimob bernama Diego Rumaropen di Kabupaten Jayawijaya belum lama ini.

“JDP juga melihat bahwa konflik yang telah berlangsung cukup lama, kurang lebih 50-an tahun hingga saat ini turut dipicu akibat adanya praktek jual beli senjata api dan amunisi secara melawan hukum dan ikut melibatkan sejumlah oknum anggota TNI dan Polri, serta rakyat sipil di tanah Papua,” paparnya.

Menurutnya, ratusan senjata api dari jenis rakitan hingga senjata api otomatis moderen diduga nyaris telah beredar hingga dimiliki personil TPN PB di hutan-hutan tanah Papua. Terbukti terakhir ini seringkali korban tewas sia-sia dari anggota TNI dan Polri maupun rakyat sipil diduga ditembak dari jarak yang sangat jauh.

“Pihak TNI dan Polri telah memulai langkah yang lebih soft dengan mendekati aparat kampung maupun tokoh masyarakat di wilayah konflik tersebut. Tapi belakangan pihak yang didekati oleh TNI dan Polri harus mengalami penyiksaan bahkan meregang nyawa karena diduga dilakukan oleh TPN PB yang disebut KKB/KKSB oleh TNI dan Polri,” kata Yang.

Baca Juga :  Agendakan Lukas Enembe Sampaikan Pidato Akhir Masa Jabatan via Zoom

“Bahkan tidak jarang anggota TNI-Polri yang berupaya melakukan pendekatan sosial tersebut turut menjadi sasaran bahkan meregang nyawanya akibat perbuatan KKB/KKSB. Situasi seperti ini berulang kali terjadi dan terus terjadi di Papua yang telah diberkati Tuhan sejak  5 Februari 1855 (167 tahun lalu),” sambungnya.

Menjelang peringatan HUT Proklamasi, JDP menyerukan pentingnya dilakukan jeda kemanusiaan sebagai langkah awal bagi dimulainya dialog damai diantara para pihak yang bertikai, termasuk rakyat sipil di tanah Papua.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo sebagai salah satu Presiden terbaik saat ini ditantang untuk dapat memberi sebuah kado istimewa bagi rakyat Papua yang paling sering dia kunjungi di masa pemerintahannya.

“Presiden segera dapat mengambil langkah penting bagi upaya penyelesaian dan mengakhiri konflik bersenjata di Papua yang diduga keras hanya memberi keuntungan bagi sekelompok kecil manusia tidak bertanggung jawab,” tuturnya.

“Sementara korban senantiasa berjatuhan dari hari lepas hari di pihak rakyat sipil, dan juga anggota TNI dan Polri yang mungkin dalam hatinya yang paling dalam ingin menghindari penugasan di Bumi Cenderawasih demi keluarganya masing-masing,” sambungnya.

JDP ingin agar konflik bersenjata di Papua segera diakhiri demi memberikan kedamaian bagi seluruh rakyat Papua dan Indonesia yang hidup dan berkarya di atas tanah ini. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya