Saturday, April 27, 2024
24.7 C
Jayapura

Unggah Foto Jendela Pesawat pun Dikira Kode Beli Saham

Yusuf Mansur dan Fenomena ’’Mansurmology’’ di Pasar Saham

Ustad Yusuf Mansur

Lewat Mansurmology, Yusuf Mansur memperkenalkan cara mendulang cuan dari pasar saham dengan menyertakan iman dan tauhid. Semua buah pemikirannya sendiri, tanpa afiliasi apa pun dengan perusahaan sekuritas atau BUMN mana pun.

DINDA JUWITA, Jakarta, Jawa Pos

’’BERAPA sih yang dibutuhkan Garuda? Hehehe. Belagu ya? Enggak belagu. Simpel banget. Asli. Cuma Rp 15 triliun, kan? Kecil banget ini,’’ unggah Yusuf Mansur melalui akun Instagram pribadinya @yusufmansurnew awal bulan lalu.

Unggahan itu juga disertai sumber berita dari sebuah laman media online yang memberitakan kinerja bisnis PT. Garuda Indonesia Tbk anjlok akibat pandemi Covid-19. Dai kondang tersebut menilai kerugian yang dialami Garuda sangat kecil apabila bisa ditangani dengan uang 10 juta orang.

Artinya, tiap-tiap orang hanya membutuhkan modal Rp 1,5 juta. Meski begitu, emiten dengan kode perdagangan GIAA tersebut tetap harus memperbaiki kinerja.

Tak disangka-sangka, seusai unggahan di akhir pekan itu, pasar saham dibuat terkejut dengan saham GIAA yang terbang 6,61 persen pada Senin (9/11). Keesokan harinya (10/11), sayap GIAA melesat lebih tinggi ke 16,28 persen. Entah ada hubungannya atau tidak, yang jelas rekomendasi ayah lima anak itu manjur. Pelaku pasar pun girang mendulang cuan.

’’Masya Allah. Seneng banget kalau sentimen positif saya dengan izin Allah bisa bikin kawan-kawan untung dan Garuda membaik terus. Bismillah. Tugas kita, positif aja jadi orang,’’ ujar pendiri Pesantren Darul Qur’an itu kepada 2,7 juta pengikutnya di Instagram setelah Garuda kembali perkasa.

Aksi pria yang terlahir dengan nama Jam’an Nurkhatib Mansur tersebut tak berhenti pada GIAA. Sepekan kemudian, dia menyoroti saham sektor infrastruktur, khususnya jalan tol. Tak perlu waktu lama, saham infrastruktur dan konstruksi Jasa Marga (JSMR), Nusantara Infrastructure (META), Waskita Karya (WSKT), hingga PP (PTPP) pun ketiban sentimen positif.

Namun, Yusuf yang kini tengah dalam masa isolasi karena positif Covid-19 menegaskan bahwa hingga kini dirinya tak memiliki afiliasi apa pun dengan perusahaan sekuritas dan BUMN mana pun. Seluruhnya merupakan buah pemikirannya sendiri, tanpa ada pesan terselubung dari pihak lain.

Baca Juga :  Puas Sekali Bisa Membalap di Negara Sendiri

’’Saya manusia bebas. Nggak ada yang menyuruh saya, nggak ada juga yang meminta (rekomendasi) untuk urusan ini,’’ ujarnya dalam percakapan melalui WhatsApp dengan Jawa Pos Kamis pekan lalu (3/12).

Analisis tokcer itu menjadikan Yusuf sebagai primadona yang dielu-elukan pelaku pasar. Julukan Mansurmology (Mansur’s Methodology) lantas disematkan kepadanya. Banyak yang menghubung-hubungkan apa pun yang diunggah Yusuf sebagai ’’kode” untuk memborong saham tertentu.

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Jawaban itu meluncur darinya saat ditanya apa itu Mansurmology. Bagi dia, Allah adalah dasar dari segala sesuatu dan pilar yang paling kukuh. Tak pernah ada cuan yang datang jika tak menyertakan Allah lebih dulu.

Dia menceritakan, istilah Mansurmology muncul karena pemberitaan sebuah media. Sebenarnya bukan sekali ini saja Yusuf diberi julukan.

Beberapa tahun lalu dia juga pernah dikenal dengan Mansurnomics. ’’Itu tentang kekuatan uang receh yang jadi kekuatan superraksasa untuk berbagai hal baik, termasuk urusan investasi,’’ imbuh suami Siti Maemunah tersebut.

Dia menekankan, Mansurmology lebih dari sekadar membeli saham dan mendapat cuan melalui apa yang diperkenalkannya. Dia tak ingin masyarakat memahami Mansurmology karena namanya semata.

’’Teman-teman kalau mau apa-apa kan harus nanya dulu, harus cari tahu dulu kan. Bukan kepada saya, melainkan kepada The One, kepada core of the core. Ya kepada Dia yang mengendalikan, seperti sudah dijelaskan juga di Alquran,’’ tutur pria yang berulang tahun tiap 19 Desember itu.

Yusuf juga mematahkan anggapan bahwa ulama adalah sosok-sosok orang yang jauh dari urusan ekonomi. Justru, lanjut dia, ulama telah bergelut dengan ekonomi dari level yang sangat mikro.

Yusuf mengatakan, sang ibu, Humrifiah atau yang akrab disapa Uum, nenek, serta bibinya yang mengajarkannya pendidikan ekonomi riil sejak kecil. Dengan latar belakang seperti itu, dia tumbuh besar menjadi sosok yang amat dekat dengan ekonomi dan keuangan. Sepak terjang Yusuf dalam urusan saham dan investasi sebetulnya juga bukan hal baru.

Sebelumnya, pada Mei 2018, bos PayTren itu memutuskan membeli saham BRI Syariah atau BRIS saat initial public offering (IPO). Kurang dari tiga tahun, saham BRIS melesat jauh ke level tertinggi, yakni Rp 1.690, pada awal November 2020. Padahal, ketika IPO, saham BRIS yang dibelinya masih Rp 510 per lembar.

Baca Juga :  Tewas Tertembak, Dogiyai Ricuh

Saat ada di level yang tinggi itulah, Yusuf melepas kepemilikan sahamnya. Bisa dipastikan, kenaikan 230 persen itu menambah cuan miliaran bagi Yusuf yang menggenggam saham tersebut sejak awal.

Analis pasar modal Sukarno Alatas menilai sentimen yang diberikan Yusuf memang memiliki pengaruh pada psikologis investor. Itu dipicu sosok Yusuf yang merupakan dai kondang dan tokoh masyarakat.

’’Karena beliau kan tokoh yang lumayan dikenal masyarakat, tentu secara tidak langsung bisa memengaruhi pelaku pasar. Terutama untuk pelaku pasar yang belum terlalu melek pasar modal akhirnya bisa lebih teredukasi,” ujarnya kepada Jawa Pos.

Selain memberikan dukungan langsung pada perkonomian nasional, alasan Yusuf masuk ke investasi itu adalah optimisme pada prospek bisnis emiten syariah yang tetap cerah di masa mendatang. Bagi dia, cuan bukanlah tujuan utama.

Melainkan, menolong perusahaan saat tengah terseok-seok jauh lebih penting. Value itulah yang ingin dia tanamkan melalui Mansurmology.

Lagi pula, lanjut dia, sudah semestinya seluruh warga negara ikut memiliki perusahaan dalam negeri dengan membeli sahamnya. ’’Asing boleh memiliki. Tapi, masak kita sebagai WNI nggak ikut memiliki?’’ imbuh jebolan Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti itu.

Yusuf mengaku masih tertantang untuk mengedukasi lebih banyak masyarakat agar belajar membeli saham. Terutama milenial, bapak-bapak, dan emak-emak.

Pria yang pernah menempuh pendidikan Jurusan Syari’ah, Fakultas Hukum, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu kini tengah membuat sebuah aplikasi yang bersifat edukatif untuk tujuan edukasi tersebut.

Dengan edukasi, dia yakin masyarakat akan lebih mudah mengenal seluk-beluk pasar saham dengan baik. ’’Di Mansurmology, jangan juga saya jadi dukun. Saya memfoto dan meng-upload jendela pesawat dibilang kode, hahaha,” ungkapnya.

Jangan sampai, katanya, jangan sampai juga dia yang diharapkan dalam memberi nasihat. ’’Minta nasihatnya langsung ke Allah, Yang Maha menaikkan dan menurunkan saham di dunia ini,’’ ujarnya. (*/c7/ttg/JPG)

Yusuf Mansur dan Fenomena ’’Mansurmology’’ di Pasar Saham

Ustad Yusuf Mansur

Lewat Mansurmology, Yusuf Mansur memperkenalkan cara mendulang cuan dari pasar saham dengan menyertakan iman dan tauhid. Semua buah pemikirannya sendiri, tanpa afiliasi apa pun dengan perusahaan sekuritas atau BUMN mana pun.

DINDA JUWITA, Jakarta, Jawa Pos

’’BERAPA sih yang dibutuhkan Garuda? Hehehe. Belagu ya? Enggak belagu. Simpel banget. Asli. Cuma Rp 15 triliun, kan? Kecil banget ini,’’ unggah Yusuf Mansur melalui akun Instagram pribadinya @yusufmansurnew awal bulan lalu.

Unggahan itu juga disertai sumber berita dari sebuah laman media online yang memberitakan kinerja bisnis PT. Garuda Indonesia Tbk anjlok akibat pandemi Covid-19. Dai kondang tersebut menilai kerugian yang dialami Garuda sangat kecil apabila bisa ditangani dengan uang 10 juta orang.

Artinya, tiap-tiap orang hanya membutuhkan modal Rp 1,5 juta. Meski begitu, emiten dengan kode perdagangan GIAA tersebut tetap harus memperbaiki kinerja.

Tak disangka-sangka, seusai unggahan di akhir pekan itu, pasar saham dibuat terkejut dengan saham GIAA yang terbang 6,61 persen pada Senin (9/11). Keesokan harinya (10/11), sayap GIAA melesat lebih tinggi ke 16,28 persen. Entah ada hubungannya atau tidak, yang jelas rekomendasi ayah lima anak itu manjur. Pelaku pasar pun girang mendulang cuan.

’’Masya Allah. Seneng banget kalau sentimen positif saya dengan izin Allah bisa bikin kawan-kawan untung dan Garuda membaik terus. Bismillah. Tugas kita, positif aja jadi orang,’’ ujar pendiri Pesantren Darul Qur’an itu kepada 2,7 juta pengikutnya di Instagram setelah Garuda kembali perkasa.

Aksi pria yang terlahir dengan nama Jam’an Nurkhatib Mansur tersebut tak berhenti pada GIAA. Sepekan kemudian, dia menyoroti saham sektor infrastruktur, khususnya jalan tol. Tak perlu waktu lama, saham infrastruktur dan konstruksi Jasa Marga (JSMR), Nusantara Infrastructure (META), Waskita Karya (WSKT), hingga PP (PTPP) pun ketiban sentimen positif.

Namun, Yusuf yang kini tengah dalam masa isolasi karena positif Covid-19 menegaskan bahwa hingga kini dirinya tak memiliki afiliasi apa pun dengan perusahaan sekuritas dan BUMN mana pun. Seluruhnya merupakan buah pemikirannya sendiri, tanpa ada pesan terselubung dari pihak lain.

Baca Juga :  Puas Sekali Bisa Membalap di Negara Sendiri

’’Saya manusia bebas. Nggak ada yang menyuruh saya, nggak ada juga yang meminta (rekomendasi) untuk urusan ini,’’ ujarnya dalam percakapan melalui WhatsApp dengan Jawa Pos Kamis pekan lalu (3/12).

Analisis tokcer itu menjadikan Yusuf sebagai primadona yang dielu-elukan pelaku pasar. Julukan Mansurmology (Mansur’s Methodology) lantas disematkan kepadanya. Banyak yang menghubung-hubungkan apa pun yang diunggah Yusuf sebagai ’’kode” untuk memborong saham tertentu.

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Jawaban itu meluncur darinya saat ditanya apa itu Mansurmology. Bagi dia, Allah adalah dasar dari segala sesuatu dan pilar yang paling kukuh. Tak pernah ada cuan yang datang jika tak menyertakan Allah lebih dulu.

Dia menceritakan, istilah Mansurmology muncul karena pemberitaan sebuah media. Sebenarnya bukan sekali ini saja Yusuf diberi julukan.

Beberapa tahun lalu dia juga pernah dikenal dengan Mansurnomics. ’’Itu tentang kekuatan uang receh yang jadi kekuatan superraksasa untuk berbagai hal baik, termasuk urusan investasi,’’ imbuh suami Siti Maemunah tersebut.

Dia menekankan, Mansurmology lebih dari sekadar membeli saham dan mendapat cuan melalui apa yang diperkenalkannya. Dia tak ingin masyarakat memahami Mansurmology karena namanya semata.

’’Teman-teman kalau mau apa-apa kan harus nanya dulu, harus cari tahu dulu kan. Bukan kepada saya, melainkan kepada The One, kepada core of the core. Ya kepada Dia yang mengendalikan, seperti sudah dijelaskan juga di Alquran,’’ tutur pria yang berulang tahun tiap 19 Desember itu.

Yusuf juga mematahkan anggapan bahwa ulama adalah sosok-sosok orang yang jauh dari urusan ekonomi. Justru, lanjut dia, ulama telah bergelut dengan ekonomi dari level yang sangat mikro.

Yusuf mengatakan, sang ibu, Humrifiah atau yang akrab disapa Uum, nenek, serta bibinya yang mengajarkannya pendidikan ekonomi riil sejak kecil. Dengan latar belakang seperti itu, dia tumbuh besar menjadi sosok yang amat dekat dengan ekonomi dan keuangan. Sepak terjang Yusuf dalam urusan saham dan investasi sebetulnya juga bukan hal baru.

Sebelumnya, pada Mei 2018, bos PayTren itu memutuskan membeli saham BRI Syariah atau BRIS saat initial public offering (IPO). Kurang dari tiga tahun, saham BRIS melesat jauh ke level tertinggi, yakni Rp 1.690, pada awal November 2020. Padahal, ketika IPO, saham BRIS yang dibelinya masih Rp 510 per lembar.

Baca Juga :  Tewas Tertembak, Dogiyai Ricuh

Saat ada di level yang tinggi itulah, Yusuf melepas kepemilikan sahamnya. Bisa dipastikan, kenaikan 230 persen itu menambah cuan miliaran bagi Yusuf yang menggenggam saham tersebut sejak awal.

Analis pasar modal Sukarno Alatas menilai sentimen yang diberikan Yusuf memang memiliki pengaruh pada psikologis investor. Itu dipicu sosok Yusuf yang merupakan dai kondang dan tokoh masyarakat.

’’Karena beliau kan tokoh yang lumayan dikenal masyarakat, tentu secara tidak langsung bisa memengaruhi pelaku pasar. Terutama untuk pelaku pasar yang belum terlalu melek pasar modal akhirnya bisa lebih teredukasi,” ujarnya kepada Jawa Pos.

Selain memberikan dukungan langsung pada perkonomian nasional, alasan Yusuf masuk ke investasi itu adalah optimisme pada prospek bisnis emiten syariah yang tetap cerah di masa mendatang. Bagi dia, cuan bukanlah tujuan utama.

Melainkan, menolong perusahaan saat tengah terseok-seok jauh lebih penting. Value itulah yang ingin dia tanamkan melalui Mansurmology.

Lagi pula, lanjut dia, sudah semestinya seluruh warga negara ikut memiliki perusahaan dalam negeri dengan membeli sahamnya. ’’Asing boleh memiliki. Tapi, masak kita sebagai WNI nggak ikut memiliki?’’ imbuh jebolan Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti itu.

Yusuf mengaku masih tertantang untuk mengedukasi lebih banyak masyarakat agar belajar membeli saham. Terutama milenial, bapak-bapak, dan emak-emak.

Pria yang pernah menempuh pendidikan Jurusan Syari’ah, Fakultas Hukum, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu kini tengah membuat sebuah aplikasi yang bersifat edukatif untuk tujuan edukasi tersebut.

Dengan edukasi, dia yakin masyarakat akan lebih mudah mengenal seluk-beluk pasar saham dengan baik. ’’Di Mansurmology, jangan juga saya jadi dukun. Saya memfoto dan meng-upload jendela pesawat dibilang kode, hahaha,” ungkapnya.

Jangan sampai, katanya, jangan sampai juga dia yang diharapkan dalam memberi nasihat. ’’Minta nasihatnya langsung ke Allah, Yang Maha menaikkan dan menurunkan saham di dunia ini,’’ ujarnya. (*/c7/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya