Friday, September 20, 2024
24.7 C
Jayapura

Penolakan Aksi 15 Agustus Bermunculan

Polisi Diminta Tegas Terhadap Kelompok yang Mengganggu Kamtibmas

JAYAPURA – Rencana aksi massa yang dilakukan Komite Nasional Papua Barat (KNPB)  memperingati  moment lahirnya New York Agreement dengan turun ke jalan mulai menuai penolakan. Sejumlah tokoh masyarakat angkat suara akan hal ini. 

Pertimbangannya adalah masyarakat masih trauma dengan kejadian pada Agustus 2019 lalu termasuk moment pengantaran jenasah gubernur yang akhirnya juga berujung ricuh.

Sekalipun diawal dikatakan akan dilakukan dengan jalan damai namun ujung – ujungnya dipastikan terjadi kericuhan dan aksi – aksi anarkis. Mirisnya lagi tak ada satupun pihak yang  menyatakan siap bertanggungjawab.

Ketua Aliansi Sentani Bersatu, Jhon Maurits Suebu menanggapi bahwa terkait adanya rencana aksi pada 15  Agustus nanti termasuk di Kabupaten Jayapura, masyarakat adat suku Sentani meminta pihak kepolisian untuk tidak memberikan ijin terhadap aksi yang berpotensi mengganggu kenyamanan di wilayah adat  Suku Sentani dari ujung barat hingga ujung timur.

Baca Juga :  Bagikan Paket Sembako di Kampung Rondisi

“Jika kelompok ini terus bersikeras melakukan aksi maka harus ditindak sesuai aturan undang – undang,” kata Jhon dalam video yang dibagikan, Senin (12/8).

Dasar pertimbangannya adalah  kejadian pada 28 Desember 2023 lalu disaat pengantaran jenasah Gubernur Lukas Enembe dikatakan ketika itu banyak pihak mengaku sebagai penanggungjawab untuk pengantaran jenasah  dari Sentani ke arah Kota Jayapura.

Namun ujung – ujungnya terjadi kericuhan dan pertumpahan darah.

“Terakhir di wilayah adat kami ada pertumpahan darah yang dialami para pejabat dan aparat juga. Itu tidak kami inginkan dan tidak menghormati kami,” bebernya.

Dan dari adat sendiri sudah mengusulkan agar pihak yang bertanggungjawab harus membayar denda terhadap Suku Sentani karena tidak menghormati kebesaran masyarakat tempat dimana aksi dilakukan.

Baca Juga :  Tak Pulang Sejak Oktober, Warga Kaget Ada Mayat Tinggal Tulang

Sentani juga memiliki adat yang menghormati dan tidak setuju dengan adanya pertumpahan darah tapi dengan kejadian itu pihaknya merasa ikut tercoreng tidak.

“Sekali lagi kami minta polisi tegas,” tambahnya.

Lalu kata Jhon masyarakat yang hidup di Sentani diminta tetap melakukan aktifitas seperti biasa dan tidak tidak perlu ikut terlibat dari aksi yang melawan aturan.

“Selaku orang yang oleh Dewan Adat Suku Sentani kami menyampaikan begitu. Hargai kami dan  aparat juga harus tegas,”  tutup Jhon Maurits.

Polisi Diminta Tegas Terhadap Kelompok yang Mengganggu Kamtibmas

JAYAPURA – Rencana aksi massa yang dilakukan Komite Nasional Papua Barat (KNPB)  memperingati  moment lahirnya New York Agreement dengan turun ke jalan mulai menuai penolakan. Sejumlah tokoh masyarakat angkat suara akan hal ini. 

Pertimbangannya adalah masyarakat masih trauma dengan kejadian pada Agustus 2019 lalu termasuk moment pengantaran jenasah gubernur yang akhirnya juga berujung ricuh.

Sekalipun diawal dikatakan akan dilakukan dengan jalan damai namun ujung – ujungnya dipastikan terjadi kericuhan dan aksi – aksi anarkis. Mirisnya lagi tak ada satupun pihak yang  menyatakan siap bertanggungjawab.

Ketua Aliansi Sentani Bersatu, Jhon Maurits Suebu menanggapi bahwa terkait adanya rencana aksi pada 15  Agustus nanti termasuk di Kabupaten Jayapura, masyarakat adat suku Sentani meminta pihak kepolisian untuk tidak memberikan ijin terhadap aksi yang berpotensi mengganggu kenyamanan di wilayah adat  Suku Sentani dari ujung barat hingga ujung timur.

Baca Juga :  Sejumlah Oknum Kontraktor 'Lari' dari Tanggung Jawab

“Jika kelompok ini terus bersikeras melakukan aksi maka harus ditindak sesuai aturan undang – undang,” kata Jhon dalam video yang dibagikan, Senin (12/8).

Dasar pertimbangannya adalah  kejadian pada 28 Desember 2023 lalu disaat pengantaran jenasah Gubernur Lukas Enembe dikatakan ketika itu banyak pihak mengaku sebagai penanggungjawab untuk pengantaran jenasah  dari Sentani ke arah Kota Jayapura.

Namun ujung – ujungnya terjadi kericuhan dan pertumpahan darah.

“Terakhir di wilayah adat kami ada pertumpahan darah yang dialami para pejabat dan aparat juga. Itu tidak kami inginkan dan tidak menghormati kami,” bebernya.

Dan dari adat sendiri sudah mengusulkan agar pihak yang bertanggungjawab harus membayar denda terhadap Suku Sentani karena tidak menghormati kebesaran masyarakat tempat dimana aksi dilakukan.

Baca Juga :  Tak Pulang Sejak Oktober, Warga Kaget Ada Mayat Tinggal Tulang

Sentani juga memiliki adat yang menghormati dan tidak setuju dengan adanya pertumpahan darah tapi dengan kejadian itu pihaknya merasa ikut tercoreng tidak.

“Sekali lagi kami minta polisi tegas,” tambahnya.

Lalu kata Jhon masyarakat yang hidup di Sentani diminta tetap melakukan aktifitas seperti biasa dan tidak tidak perlu ikut terlibat dari aksi yang melawan aturan.

“Selaku orang yang oleh Dewan Adat Suku Sentani kami menyampaikan begitu. Hargai kami dan  aparat juga harus tegas,”  tutup Jhon Maurits.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya