Saturday, April 27, 2024
30.7 C
Jayapura

Kasus Pelanggaran HAM Berat, Seharusnya Pelaku Lain Ikut Diseret

Dari Hasil Diskusi ALDP dengan Aktivis HAM

JAYAPURA –  Aliansi Demokrasi Untuk Papua (AIDP) menyebut ada permainan dalam proses persidangan maka Majelis Hakim harus jeli dalam melihat kasus tersebut

Dalam kegiatan yang mengundang sejumlah aktivis HAM dan juga praktisi hukum tersebut awalnya dimulai dengan berbagai macam diskusi terkait proses persidangan tersebut yang dinilai banyak kejanggalan dan juga mengoreksi sejumlah kinerja mereka serta hal-hal apa saja yang disiapkan untuk proses sidang selanjutnya di Gedung P3W Padang Bulan, Jumat, (11/11) kemarin.

Aktivis Aliansi Demokrasi untuk Papua Latifah Anum Siregar mengatakan, dari pembahasan diskusi pihaknya dan tim menilai bahwa  kasus pelanggaran HAM pelakunya tidak satu orang artinya ada sistem komando sehingga ada tersangka lain di lapangan seperti pelaku pemberi kebijakan dan pelaku kebijakan juga berlapis sampai dua lapis ke atas harusnya jadi pelaku.

“Jadi jika itu misalnya pelakunya Danramil maka Dandim dan Danrem ke atas juga kena karena tidak bisa pelakunya satu orang dalam kasus pelanggaran HAM berat,” katanya kepada wartawan.

Baca Juga :  Semua Pihak Diminta Terima Hasil Pilihan Masyarakat

Dia mengatakan pertanggungjawabannya juga harus berlapis mulai dari lapangan dan pelaku yang memberikan komando.

” Untuk itu kita berharap kepada jaksa penuntut umum dan majelis hakim dapat melihat hal ini tidak hanya menjadikan satu orang saja sebagai pelaku dalam peristiwa kasus pelanggaran HAM berat di Paniai,” katanya.

Dia juga menjelaskan dalam sidang itu, ada saksi yang menjelaskan peristiwa dan fakta-fakta di sana tetapi ada juga saksi lain juga mengatakan menolak karena beralasan Paniai sebagai daerah rawan dan harus ada kebijakan khusus dalam hal keamanan.

Sementara itu Ali mengatakan ada kebijakan khusus sehingga peluru yang digunakan juga bukan peluruh karet tetapi peluru benaran yang tajam, hal ini menandakan bahwa unsur sistematis masif dan terstruktur juga terpenuhi.

“Karena di situ ada kebijakan dari negara karena itu daerah rawan ditempatkanlah berbagai macam pasukan dengan tim khusus dari TNI maupun Polri,” katanya.

Hal ini menunjukkan lanjut Anum ada pola pendekatan yang berbeda dengan pola refreshing represif karena tempat itu dianggap sebagai daerah rawan Dan ini juga mesti dilihat secara serius.

Baca Juga :  Waropen Tampilkan Kepiting, 6.000 – 7. 000 Ekor Laku Terjual

Dia juga menyayangkan Danramil dan Polsek yang seharusnya bisa dijadikan pelaku malah menjadi saksi, Tetapi ada juga perwira penghubung dengan pangkat tertinggi dan dia adalah pemberi komando de facto yang harus di tindak.

“Dia (Perwira penghubung) adalah pemberi komando de facto maka dia juga harus bertanggung jawab dan juga kena (Pelaku),  dan ada beberapa fakta saksi menyebutkan bahwa ada dua penembak dan menikam dan jelas terbukti dalam persidangan maka kita berharap hal ini harus dibuka tidak hanya satu orang itu saja,” katanya.

Untuk proses sidang sendiri Siregar mengatakan saat ini kasus Paniai berdarah masuk dalam tahap penuntutan jaksa pada hari Senin mendatang. Maka Pihaknya dan tim melakukan pertemuan bersama karena telah menyelesaikannya  ini merupakan tahap pertama pemantauan dan sudah masuk Pada tahapan pemaparan saksi selesai jadi ada 54 saksi tetapi Jaksa menghadirkan 26 saksi saat melakukan persidangan. (oel/wen)

Dari Hasil Diskusi ALDP dengan Aktivis HAM

JAYAPURA –  Aliansi Demokrasi Untuk Papua (AIDP) menyebut ada permainan dalam proses persidangan maka Majelis Hakim harus jeli dalam melihat kasus tersebut

Dalam kegiatan yang mengundang sejumlah aktivis HAM dan juga praktisi hukum tersebut awalnya dimulai dengan berbagai macam diskusi terkait proses persidangan tersebut yang dinilai banyak kejanggalan dan juga mengoreksi sejumlah kinerja mereka serta hal-hal apa saja yang disiapkan untuk proses sidang selanjutnya di Gedung P3W Padang Bulan, Jumat, (11/11) kemarin.

Aktivis Aliansi Demokrasi untuk Papua Latifah Anum Siregar mengatakan, dari pembahasan diskusi pihaknya dan tim menilai bahwa  kasus pelanggaran HAM pelakunya tidak satu orang artinya ada sistem komando sehingga ada tersangka lain di lapangan seperti pelaku pemberi kebijakan dan pelaku kebijakan juga berlapis sampai dua lapis ke atas harusnya jadi pelaku.

“Jadi jika itu misalnya pelakunya Danramil maka Dandim dan Danrem ke atas juga kena karena tidak bisa pelakunya satu orang dalam kasus pelanggaran HAM berat,” katanya kepada wartawan.

Baca Juga :  Polisi: Sengaja Untuk Memberikan Rasa Takut kepada Masyarakat

Dia mengatakan pertanggungjawabannya juga harus berlapis mulai dari lapangan dan pelaku yang memberikan komando.

” Untuk itu kita berharap kepada jaksa penuntut umum dan majelis hakim dapat melihat hal ini tidak hanya menjadikan satu orang saja sebagai pelaku dalam peristiwa kasus pelanggaran HAM berat di Paniai,” katanya.

Dia juga menjelaskan dalam sidang itu, ada saksi yang menjelaskan peristiwa dan fakta-fakta di sana tetapi ada juga saksi lain juga mengatakan menolak karena beralasan Paniai sebagai daerah rawan dan harus ada kebijakan khusus dalam hal keamanan.

Sementara itu Ali mengatakan ada kebijakan khusus sehingga peluru yang digunakan juga bukan peluruh karet tetapi peluru benaran yang tajam, hal ini menandakan bahwa unsur sistematis masif dan terstruktur juga terpenuhi.

“Karena di situ ada kebijakan dari negara karena itu daerah rawan ditempatkanlah berbagai macam pasukan dengan tim khusus dari TNI maupun Polri,” katanya.

Hal ini menunjukkan lanjut Anum ada pola pendekatan yang berbeda dengan pola refreshing represif karena tempat itu dianggap sebagai daerah rawan Dan ini juga mesti dilihat secara serius.

Baca Juga :  Dua Tersangka Anggota KNPB

Dia juga menyayangkan Danramil dan Polsek yang seharusnya bisa dijadikan pelaku malah menjadi saksi, Tetapi ada juga perwira penghubung dengan pangkat tertinggi dan dia adalah pemberi komando de facto yang harus di tindak.

“Dia (Perwira penghubung) adalah pemberi komando de facto maka dia juga harus bertanggung jawab dan juga kena (Pelaku),  dan ada beberapa fakta saksi menyebutkan bahwa ada dua penembak dan menikam dan jelas terbukti dalam persidangan maka kita berharap hal ini harus dibuka tidak hanya satu orang itu saja,” katanya.

Untuk proses sidang sendiri Siregar mengatakan saat ini kasus Paniai berdarah masuk dalam tahap penuntutan jaksa pada hari Senin mendatang. Maka Pihaknya dan tim melakukan pertemuan bersama karena telah menyelesaikannya  ini merupakan tahap pertama pemantauan dan sudah masuk Pada tahapan pemaparan saksi selesai jadi ada 54 saksi tetapi Jaksa menghadirkan 26 saksi saat melakukan persidangan. (oel/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya