Thursday, December 18, 2025
26.3 C
Jayapura

Pengembalian Dana PON Bukti Hukum Tumpul ke Atas

JAYAPURA – Dugaan kasus korupsi PON XX jilid dua yang melibatkan mantan Ketua PB PON Papua, Yunus Wonda menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Itu lantaran pada Jumat (5/12), Yunus melalui kuasa hukumnya mengembalikan kerugian negara untuk kedua kalinya. Pertama pada, 9 Agustus 2025 mengembalikan dana sebesar Rp 10 miliar. Sementara pada Jumat, 5 Desember sebesar Rp 5 miliar.

Menanggapi terkait dengan itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Cenderawasih, Prof. Dr. Drs. Avelinus Lefaan, BA, MS menyebutkan bahwa tindakan tersebut merupakan bukti bawah hukum masih memandang bulu.

Hal ini prof Ave sampaikan mengingat hukumlah yang menentukan seseorang salah dan tidak salah. Akan tetapi menurutnya kasus hukum bisa dibedakan. Karena tidak semua kesalahan itu adalah salah dan tidak semua kebenaran itu adalah benar.

Baca Juga :  Pemprov-Pemkab Keerom akan Verifikasi Domestik di Kampung Niliti

Semua itu harus didudukan dalam penafsiran hukum. Bisa saja seseorang yang telah melakukan kesalahan atau korupsi tidak semerta-merta melakukan kesalahan, karena dalam prinsip hukum itu ada praduga tak bersalah.

Lanjut Prof Ave menjelaskan seseorang dinyatakan salah apabila keputusan hukum telah jatuh. Di satu sisi negara kita adalah negara hukum, jadi semua orang harus menghormati hukum.

“Banyak sekarang hukum itu, dinilai oleh masyarakat dia itu tumpul ke atas, tumpul kebawa. Artinya hukum lebih banyak memilih orang untuk bisa disalahkan atau dibenarkan. Oleh sebab itu keputusan hukum benar atau salah itu di ketahui oleh pengadil atau hakim,” kata Prof Ave kepada Cenderawasih Pos, via telepon, Selasa (9/12).

Baca Juga :  Teror KKB, 500 Warga Mengungsi

Lanjut Ave terkait dengan pengembalian dana tersebut diyakini masyarakat akan menganggap ini sikap tak adil. Karena disatu sisi ada beberapa terpidana dalam kasus yang sama, sementara dalam menjalankan masa hukuman. Hal inipun menimbulkan banyak spekulasi di tengah masyarakat, apakah tindakan itu benar atau tidak dari prespektif hukum?.

JAYAPURA – Dugaan kasus korupsi PON XX jilid dua yang melibatkan mantan Ketua PB PON Papua, Yunus Wonda menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Itu lantaran pada Jumat (5/12), Yunus melalui kuasa hukumnya mengembalikan kerugian negara untuk kedua kalinya. Pertama pada, 9 Agustus 2025 mengembalikan dana sebesar Rp 10 miliar. Sementara pada Jumat, 5 Desember sebesar Rp 5 miliar.

Menanggapi terkait dengan itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Cenderawasih, Prof. Dr. Drs. Avelinus Lefaan, BA, MS menyebutkan bahwa tindakan tersebut merupakan bukti bawah hukum masih memandang bulu.

Hal ini prof Ave sampaikan mengingat hukumlah yang menentukan seseorang salah dan tidak salah. Akan tetapi menurutnya kasus hukum bisa dibedakan. Karena tidak semua kesalahan itu adalah salah dan tidak semua kebenaran itu adalah benar.

Baca Juga :  Kematian Irene Bukti Gagalnya Sistem Kesehatan Papua

Semua itu harus didudukan dalam penafsiran hukum. Bisa saja seseorang yang telah melakukan kesalahan atau korupsi tidak semerta-merta melakukan kesalahan, karena dalam prinsip hukum itu ada praduga tak bersalah.

Lanjut Prof Ave menjelaskan seseorang dinyatakan salah apabila keputusan hukum telah jatuh. Di satu sisi negara kita adalah negara hukum, jadi semua orang harus menghormati hukum.

“Banyak sekarang hukum itu, dinilai oleh masyarakat dia itu tumpul ke atas, tumpul kebawa. Artinya hukum lebih banyak memilih orang untuk bisa disalahkan atau dibenarkan. Oleh sebab itu keputusan hukum benar atau salah itu di ketahui oleh pengadil atau hakim,” kata Prof Ave kepada Cenderawasih Pos, via telepon, Selasa (9/12).

Baca Juga :  Pemprov-Pemkab Keerom akan Verifikasi Domestik di Kampung Niliti

Lanjut Ave terkait dengan pengembalian dana tersebut diyakini masyarakat akan menganggap ini sikap tak adil. Karena disatu sisi ada beberapa terpidana dalam kasus yang sama, sementara dalam menjalankan masa hukuman. Hal inipun menimbulkan banyak spekulasi di tengah masyarakat, apakah tindakan itu benar atau tidak dari prespektif hukum?.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya