JAYAPURA – Pembakaran pesawat sekaligus dugaan penyanderaan seorang pilot bernama Philip Marthens yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya diyakini bukan tanpa alasan kuat.
Salah satu akademisi Universitas Uncen yang juga pengamat sosial politik, Marinus Yaung menyampaikan bahwa Egianus tidak akan mengambil tindakan yang tak biasa jika tak memiliki alasan kuat.
Ia menduga pembakaran dan penyanderaan yang dilakukan kelompok Egianus ini dikarenakan ada barang milik Egianus yang tak bisa terangkut pesawat. Yaung juga menyebut bahwa jika betul sang pilot disandera oleh kelompok KKB maka itu merupakan hal bodoh yang dilakukan. Mereka justru kehilangan simpati pada kelompok ini lantaran akan melanggar hukum humaniter.
“Saya justru menduga jika kemarahan Egianus ini karena ada barang mereka yang tidak terangkut,” beber Yaung dalam pesan singkatnya, Rabu (8/2). Egianus melakukan tindakan sabotase pesawat Susi Air ini menurutnya karena kelompok Egianus Kogoya marah lantaran pesanan peluru dan amunisi tidak bisa diangkut. Diduga Egianus mendapatkan peluru dengan jumlah yang banyak namun tidak bisa diangkut oleh pesawat.
“Saran saya kepada Panglima TNI dan Kapolri, Pangdam Cendrawasih dan Kapolda Papua, lakukan operasi intelejen dan penegakkan hukum yang lebih tegas lagi kepada siapapun yang masih terlibat jual beli senjata dan amunisi di kabupaten Mimika,” sarannya. Pasalnya dosen Fisip ini mencatat suply utama senjata dan amunisi untuk kelompok Egianus Kogoya di Nduga berasal dari Kabupaten Mimika. Kedua dari kota Wamena atau melalui jalur trans Papua Jayapura ke Wamena.
“Saran kedua saya, gunakanlah pendekatan kemanusian berbasis digitalisasi. Sampaikan pesan – pesan kemanusiaan, kasih, persaudaraan, permintaan maaf, pengampunan, persahabatan, dan rekonsiliasi berbasis kearifan local,” tambahnya. Pasalnya untuk menghadapi komunitas masyarakat Nduga yang terluka batinnya, teraniaya, termarginal, dan terpinggirkan cukup lama akibat nilai – nilai kemanusiannya diinjak – injak atas nama pembangunan nasional, tidak bisa terus dengan kebijakan DOB ( Daerah Otonomi Baru ) dan keamanan teritorial.
Perlu dikolaborasi dengan pendekatan kemanusian berbasis digitalisasi dengan mengedepankan kearifan lokal masyarakat Nduga. “Ada sebuah model yang telah ditemukan dan menurut hemat saya model pendekatan ini sangat Alkitabia dan bisa membantu memulihkan luka batin orang Nduga dan masyarakat Papua kepada pemerintah pusat,” bebernya.
Lalu yang terakhir, pria yang pernah menjadi anggota KPU Kota Jayapura ini menyatakan tidak perlu lagi dilakukan operasi militer lagi untuk mebebaskan Pilot Philip Marthens dari tangan kelompok Egianus Kogoya. Cukup buka komunikasi yang baik dan intensif dengan elit dan pejabat di Pemda Kabupaten Nduga, dan minta mereka bantu bebaskan pilot tersebut.
Disinggung soal dampak politik jika benar pilot tersebut disandera kelompok bersenjata maka kata Yaung ini justru menempelkan label kelompok terorisme kepada KKB dimata internasional. Ini semakin mendapat pembenaran di mata komunitas internasional, dan secara khusus masyarakat dan elit politik New Zealand.
“Kelompok KKB Egianus Kogoya akan semakin kehilangan simpati dan dukungan internasional dari motivasi dibalik penyanderaan ini. Motif menggunakan pesawat sipil untuk mendukung aksi kekerasan bersenjata, bertentangan dengan hukum perang atau hukum humaniter internasional,” imbuhnya. Lalu apakah New Zealand bisa mengajukan protes, kata Yaung negara asal pilot ini sudah mengingatkan para pekerjanya terkait resiko kerja di wilayah konflik seperti Papua.
“Saya pikir negara asal mereka (New Zealand) akan bekerja sesama dgn Susi air dan pemerintah Indonesia untuk bebaskan pilot tersebut dan protes terbuka tidak akan terjadi cuma saran saya tadi, bebaskan dengan cara berkomunikasi dan diplomasi saja, jangan operasi militer,” tutupnya. Sementara terkait informasi ini Direskrim Umum Polda Papua, Kombes Pol Faisal singkat menyatakan bahwa pihaknya tidak mendapat informasi terkait pasokan amunisi dari Timika milik Egianus. “Saya tidak mendapat informasi tentang itu,” singkat Kombes Faisal. Ini juga dibantah oleh Juru Bicara TPN-OPM, Sebby Sembom. “Itu tidak benar (soal amunisi),” tangkis Sebby. (ade/wen)