Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Salah Jika Pemda yang Evaluasi Otsus

JAYAPURA-Polemik soal evaluasi Otsus masih bergulir. Disatu sisi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan niatnya untuk melakukan evaluasi dari penerapan Otsus selama ini di Papua namun disisi lain Pemprov Papua menolak hal tersebut dengan alasan Otsus sudah dievaluasi. Bahkan diperoleh beberapa rumusan yang dituangkan dalam draf Otsus Plus yang tak digubris sehingga lahirlah penolakan. 

Menurut Yusak Reba, salah satu dosen hukum tata negara Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura,  ada beberapa hal yang perlu diluruskan dari situasi belakangan ini terkait polemik evaluasi Otsus. 

Menurut Yusak, yang pantas melakukan evaluasi adalah DPR RI. Karena produk yang menjadi objek adalah undang-undang bukan peraturan daerah. Karenanya jika Pemprov Papua menyatakan sudah melakukan evaluasi sejatinya kurang tepat juga, mengingat menjadi kewenangan DPR RI. 

Akan tetapi muncul pertanyaan lain yakni apakah DPR RI sudah pernah melakukan ini (evaluasi). “Jadi kalau dalam ketentuannya, UU Otsus setelah tahun ketiga berlaku harus dievaluasi dan saya justru melihat ini sudah banyak dilakukan (evaluasi). Baik pemerintah maupun lembaga non pemerintah sehingga jika mau ditanya,  evaluasi mana lagi yang mau dilakukan,” kata Yusak Reba menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos, Selasa (6/8).

Baca Juga :  Seribuan Warga di Wamena Kembali Tolak Dialog Nasional

 “Jadi kalau pemerintah sendiri yang lakukan saya pikir kurang tepat karena ini undang-undang,” tambahnya. Namun bila mau dievaluasi maka patut ditanya apakah DPR RI sudah melakukan evaluasi? Menanyakan kepada pesiden apakah taat menjalankan atau tidak. Apakah DPR RI mempertanyakan apakah presiden komitmen menjalankan UU Otsus. 

Yusak justru melihat bila bicara evaluasi maka sudah terlalu banyak yang melakukan bahkan digagas dengan menawarkan konsep baru sebagai cermin kelemahan Otsus selama ini.   “Itupun dari Papua. Kami belum melihat DPR RI memiliki catatan rinci kepada presiden soal komitmen yang belum dijalankan. Selama ini  selalu disuarakan oleh  Pemda, DPRP, MRP dan juga civil sosiety tapi seolah-oleh Papua yang harus tanya ke pemerintah pusat padahal harusnya DPR RI,” sindirnya. 

Baca Juga :  Menyanyi, Orasi, Belum Dapat Dikualifikasi sebagai Tindak Pidana Makar

Iapun menyarankan untuk membedah sedikit apa yang sudah ada dalam rancangan yang baru, jangan melakukan sesuatu di luar itu. “Saya pikir orang sudah bisa dengan namanya evaluasi sebab tidak terlalu emergency juga. Yang penting adalah kita akan mengakhiri dana alokasi umum sebanyak 2  persen di tahun 2021. Kewenangan khusus akan terus diberikan namun jangan juga juga bergulat seolah-olah ini harta milik kita. Ini undang-undang republik Indonesia,” tegasnya. 

DPR RI kata Yusak juga harus mendorong apa yang menjadi aspirasi pemerintah di Papua. Mengapa Otsus selalu dibenturkan dengan undang-undang lain atau undang-undang sektoral. Lalu yang memiliki kewenangan adalah pemerintah  pusat merubah dengan menerima catatan dari  Papua. “Mengapa Aceh bisa diubah sedangkan Papua susah sekali. Saya lihat pemerintah tak memiliki konstruksi mendesign menata daerah khusus seperti Papua dalam kerangka NKRI sehingga Otsus dibiarkan berjalan dalam ketidakpastian menyesuaikan dengan dinamika pembangunan,” tandasnya. (ade/nat)   

JAYAPURA-Polemik soal evaluasi Otsus masih bergulir. Disatu sisi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan niatnya untuk melakukan evaluasi dari penerapan Otsus selama ini di Papua namun disisi lain Pemprov Papua menolak hal tersebut dengan alasan Otsus sudah dievaluasi. Bahkan diperoleh beberapa rumusan yang dituangkan dalam draf Otsus Plus yang tak digubris sehingga lahirlah penolakan. 

Menurut Yusak Reba, salah satu dosen hukum tata negara Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura,  ada beberapa hal yang perlu diluruskan dari situasi belakangan ini terkait polemik evaluasi Otsus. 

Menurut Yusak, yang pantas melakukan evaluasi adalah DPR RI. Karena produk yang menjadi objek adalah undang-undang bukan peraturan daerah. Karenanya jika Pemprov Papua menyatakan sudah melakukan evaluasi sejatinya kurang tepat juga, mengingat menjadi kewenangan DPR RI. 

Akan tetapi muncul pertanyaan lain yakni apakah DPR RI sudah pernah melakukan ini (evaluasi). “Jadi kalau dalam ketentuannya, UU Otsus setelah tahun ketiga berlaku harus dievaluasi dan saya justru melihat ini sudah banyak dilakukan (evaluasi). Baik pemerintah maupun lembaga non pemerintah sehingga jika mau ditanya,  evaluasi mana lagi yang mau dilakukan,” kata Yusak Reba menjawab pertanyaan Cenderawasih Pos, Selasa (6/8).

Baca Juga :  Satu Orang Sopir Hingga kini Belum Ditemukan Usai Dianiaya

 “Jadi kalau pemerintah sendiri yang lakukan saya pikir kurang tepat karena ini undang-undang,” tambahnya. Namun bila mau dievaluasi maka patut ditanya apakah DPR RI sudah melakukan evaluasi? Menanyakan kepada pesiden apakah taat menjalankan atau tidak. Apakah DPR RI mempertanyakan apakah presiden komitmen menjalankan UU Otsus. 

Yusak justru melihat bila bicara evaluasi maka sudah terlalu banyak yang melakukan bahkan digagas dengan menawarkan konsep baru sebagai cermin kelemahan Otsus selama ini.   “Itupun dari Papua. Kami belum melihat DPR RI memiliki catatan rinci kepada presiden soal komitmen yang belum dijalankan. Selama ini  selalu disuarakan oleh  Pemda, DPRP, MRP dan juga civil sosiety tapi seolah-oleh Papua yang harus tanya ke pemerintah pusat padahal harusnya DPR RI,” sindirnya. 

Baca Juga :  Jenderal OPM Nyatakan Tolak Pembahasan Ala Jakarta

Iapun menyarankan untuk membedah sedikit apa yang sudah ada dalam rancangan yang baru, jangan melakukan sesuatu di luar itu. “Saya pikir orang sudah bisa dengan namanya evaluasi sebab tidak terlalu emergency juga. Yang penting adalah kita akan mengakhiri dana alokasi umum sebanyak 2  persen di tahun 2021. Kewenangan khusus akan terus diberikan namun jangan juga juga bergulat seolah-olah ini harta milik kita. Ini undang-undang republik Indonesia,” tegasnya. 

DPR RI kata Yusak juga harus mendorong apa yang menjadi aspirasi pemerintah di Papua. Mengapa Otsus selalu dibenturkan dengan undang-undang lain atau undang-undang sektoral. Lalu yang memiliki kewenangan adalah pemerintah  pusat merubah dengan menerima catatan dari  Papua. “Mengapa Aceh bisa diubah sedangkan Papua susah sekali. Saya lihat pemerintah tak memiliki konstruksi mendesign menata daerah khusus seperti Papua dalam kerangka NKRI sehingga Otsus dibiarkan berjalan dalam ketidakpastian menyesuaikan dengan dinamika pembangunan,” tandasnya. (ade/nat)   

Berita Terbaru

Artikel Lainnya