Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Menyanyi, Orasi, Belum Dapat Dikualifikasi sebagai Tindak Pidana Makar

Sidang Viktor Yeimo Hadirkan Saksi Ahli dari Unair

JAYAPURA-Sidang perkara dugaan tindak pidana Makar, terhadap Terdakwa Viktor Yeimo (VY) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jayapura, pada Jumat, (31/3) dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli yang dihadirkan terdakwa.

Pada sidang kali ini terdakwa menghadirkan saksi Ahli Pidana bernama Amira Paripurna, S.H, LLM, PhD, selaku Dosen di Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Pada kesempatan itu saksi ahli menjelaskan tentang tindak pidana juga unsur unsur dalam  KUHP yang mengatur tentang tindak pidana Makar.

Dikatakan sebuah tindakan, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, apabila unsur-unsur yang mendukung dan syarat syarat tindak pidana tersebut terpenuhi. Adapun unsur tindak pidana kata dia, terdiri dari unsur objektif dan unsur subjektif.

“Seorang tidak mungkin dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya apabila ia tidak melakukan suatu perbuatan pidana, tetapi walaupun ia melakukan perbuatan pidana, ia tidak selalu dapat dimintai pertanggungjawaban pidana,” kata Amira Paripurna.

Kemudian tindak pidana makar dikatakan  di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana ada beberapa unsur yang mengatur tentang tindak pidana makar, diantaranya, kejahatan terhadap keamanan negara secara sempit diatur dalam Bab I (Satu) Buku Kedua KUHP yang berjudul Kejahatan terhadap Keamanan Negara, sedangkan dalam arti luas dapat dimaknai sebagai keseluruhan tindak pidana terkait negara dan pemerintah sebagai objek, yang dalam kepustakaan disebut sebagai delik politik.

Baca Juga :  Danrem 172/PWY Sesalkan Poliklinik Denkesyah, Faskes Pertama Ikut Terbakar

Selain itu pengaturan pengaturan kejahatan terhadap keamanan negara dimaksudkan untuk melindungi serangan dari individu maupun kelompok yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksakan kehendak mereka terhadap negara atau kelompok warga.

“Dalam perspektif hukum pidana, lembaga makar sendiri diperkenalkan oleh Belanda dalam Undang-Undang Tahun 1920 yang disebut anti revolutie wet. Hal ini merupakan reaksi atas revolusi Bolsyewik di Rusia. Di Eropa, perangkat anti revolusi ini sudah lama digunakan. Di Nederland (Belanda), pada 1920, diperkenalkan undang-undang bernama Anti Revolutie Wet (Undang-Undang Anti Revolusi). Isi dari undang-undang ini kemudian dimasukkan ke dalam Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch (KUHP Belanda),” jelas Amira.

Selain menjelaskan tentang tindak Pidana juga dan juga unsur unsur dalam KUHP yang mengatur Tentang tindak pidana Makar, Amira juga menjelaskan terkait tuntutan pasal 106 KUHP dan Pasal 110 KUHP, terhadap peserta aksi damai, yang menuntut kemerdekaan daerah tertentu, dengan cara menyampaikan orasi, menyanyi, mengibarkan bendera.

Dikatakan jika mengikuti konstruksi berpikir Indriyanto Seno Adji yang menghendaki adanya bentuk kekerasan dan ancaman kekerasan dari permulaan pelaksanaan tersebut, maka apa yang dilakukan dengan cara menyanyi, orasi, belum dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana makar melainkan semata mata murni sebagai penyampaian ekspresi.

Selain itu penggunaan hukum pidana dalam kasus kasus aktual sebaiknya tidak dikedepankan dan dilakukan dengan hati hati serta terlebih dahulu dilakukan penilaian apakah perbuatan perbuatan tersebut bersifat melawan hukum konstitusi, sebab penggunaan pasal pasal makar harus mempertimbangkan keseimbangan antara keamanan negara dengan hak asasi manusia.

Baca Juga :  Terbukti Korupsi, Sekretaris dan Bendahara Bawaslu Asmat Dituntut 4,5 Tahun

Dikatakan juga unjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin oleh undang-undang. Salah satu ketentuan yang mengatur demonstrasi adalah UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

“Dalam undang undang ini, demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum,” jelasnya.

Sebagai bentuk dari penyampaian pendapat di muka umum lanjut dia, merupakan hak legal warga negara yang dijamin negara. Demonstrasi menjadi perwujudan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Pasal 28 UUD 1945 berbunyi, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu, ada juga Pasal 28E Ayat 3 yang berbunyi, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Tak hanya itu, sebagai hak asasi manusia, kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum tentu juga tercantum dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” jelasnya. (rel/wen)

Sidang Viktor Yeimo Hadirkan Saksi Ahli dari Unair

JAYAPURA-Sidang perkara dugaan tindak pidana Makar, terhadap Terdakwa Viktor Yeimo (VY) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jayapura, pada Jumat, (31/3) dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli yang dihadirkan terdakwa.

Pada sidang kali ini terdakwa menghadirkan saksi Ahli Pidana bernama Amira Paripurna, S.H, LLM, PhD, selaku Dosen di Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Pada kesempatan itu saksi ahli menjelaskan tentang tindak pidana juga unsur unsur dalam  KUHP yang mengatur tentang tindak pidana Makar.

Dikatakan sebuah tindakan, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, apabila unsur-unsur yang mendukung dan syarat syarat tindak pidana tersebut terpenuhi. Adapun unsur tindak pidana kata dia, terdiri dari unsur objektif dan unsur subjektif.

“Seorang tidak mungkin dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya apabila ia tidak melakukan suatu perbuatan pidana, tetapi walaupun ia melakukan perbuatan pidana, ia tidak selalu dapat dimintai pertanggungjawaban pidana,” kata Amira Paripurna.

Kemudian tindak pidana makar dikatakan  di dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana ada beberapa unsur yang mengatur tentang tindak pidana makar, diantaranya, kejahatan terhadap keamanan negara secara sempit diatur dalam Bab I (Satu) Buku Kedua KUHP yang berjudul Kejahatan terhadap Keamanan Negara, sedangkan dalam arti luas dapat dimaknai sebagai keseluruhan tindak pidana terkait negara dan pemerintah sebagai objek, yang dalam kepustakaan disebut sebagai delik politik.

Baca Juga :  Kasus DBD di Asmat Bertambah 52 Kasus

Selain itu pengaturan pengaturan kejahatan terhadap keamanan negara dimaksudkan untuk melindungi serangan dari individu maupun kelompok yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksakan kehendak mereka terhadap negara atau kelompok warga.

“Dalam perspektif hukum pidana, lembaga makar sendiri diperkenalkan oleh Belanda dalam Undang-Undang Tahun 1920 yang disebut anti revolutie wet. Hal ini merupakan reaksi atas revolusi Bolsyewik di Rusia. Di Eropa, perangkat anti revolusi ini sudah lama digunakan. Di Nederland (Belanda), pada 1920, diperkenalkan undang-undang bernama Anti Revolutie Wet (Undang-Undang Anti Revolusi). Isi dari undang-undang ini kemudian dimasukkan ke dalam Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch (KUHP Belanda),” jelas Amira.

Selain menjelaskan tentang tindak Pidana juga dan juga unsur unsur dalam KUHP yang mengatur Tentang tindak pidana Makar, Amira juga menjelaskan terkait tuntutan pasal 106 KUHP dan Pasal 110 KUHP, terhadap peserta aksi damai, yang menuntut kemerdekaan daerah tertentu, dengan cara menyampaikan orasi, menyanyi, mengibarkan bendera.

Dikatakan jika mengikuti konstruksi berpikir Indriyanto Seno Adji yang menghendaki adanya bentuk kekerasan dan ancaman kekerasan dari permulaan pelaksanaan tersebut, maka apa yang dilakukan dengan cara menyanyi, orasi, belum dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana makar melainkan semata mata murni sebagai penyampaian ekspresi.

Selain itu penggunaan hukum pidana dalam kasus kasus aktual sebaiknya tidak dikedepankan dan dilakukan dengan hati hati serta terlebih dahulu dilakukan penilaian apakah perbuatan perbuatan tersebut bersifat melawan hukum konstitusi, sebab penggunaan pasal pasal makar harus mempertimbangkan keseimbangan antara keamanan negara dengan hak asasi manusia.

Baca Juga :  Nakes Gerald Sokoy Dua Kali Dimintai Keterangan

Dikatakan juga unjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin oleh undang-undang. Salah satu ketentuan yang mengatur demonstrasi adalah UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

“Dalam undang undang ini, demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum,” jelasnya.

Sebagai bentuk dari penyampaian pendapat di muka umum lanjut dia, merupakan hak legal warga negara yang dijamin negara. Demonstrasi menjadi perwujudan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Pasal 28 UUD 1945 berbunyi, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu, ada juga Pasal 28E Ayat 3 yang berbunyi, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Tak hanya itu, sebagai hak asasi manusia, kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum tentu juga tercantum dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” jelasnya. (rel/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya