Sunday, April 28, 2024
30.7 C
Jayapura

Komisi I Minta Utamakan Negosiasi

Dalam Bebaskan Pilot Susi Air

JAKARTA– Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid meminta Pemerintah dan aparat keamanan mengutamakan proses negosiasi dalam upaya pembebasan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens yang disandera oleh kelompok KKB pimpinan Egianus Kogoya.

“Negosiasi harus diutamakan. Pemerintah dan aparat keamanan Indonesia harus bisa memastikan keselamatan sandera, tapi sekaligus tidak boleh merendahkan harga diri bangsa,” kata Meutya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Dia berharap persoalan penyanderaan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens tak berhenti sampai dengan pemberian uang tebusan sebesar Rp5 miliar sebagaimana kabar yang beredar agar KKB membebaskan pilot asal Selandia Baru itu.

“Pemerintah jangan berhenti pada pemenuhan tuntutan uang tebusan kepada KKB dalam membebaskan pilot Susi Air. Harus ada pertimbangan langkah negosiasi lanjutan untuk meredakan aksi KKB yang masih terus terjadi sampai saat ini di Papua,” ucapnya.

Meski demikian, Meutya mengaku memahami urgensi Pemerintah dan aparat keamanan yang berencana memenuhi permintaan uang tebusan untuk menyelamatkan pilot warga negara asing (WNA) tersebut.

“Keselamatan nyawa manusia memang paling penting, apalagi ini juga terkait dengan persoalan diplomatik dengan negara asal pilot yang disandera,” ucapnya.

Ia juga meyakini Pemerintah dan aparat keamanan telah melakukan berbagai upaya strategis yang tak semuanya dapat disampaikan ke publik, termasuk pertimbangan yang matang atas keputusan pemberian uang tebusan.

“Karena masalah ini juga telah melebar dari urusan keamanan menjadi menyangkut hubungan dengan negara lain,” ujarnya.

Baca Juga :  KSAD Langsung Minta Maaf

Terlepas soal penyanderaan, Meutya meminta Pemerintah mencari penyelesaian komprehensif dari hulu hingga hilir dalam menghadapi KKB lantaran aksi-aksi kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya sudah tidak dapat ditolerir.

“Perlu pendekatan-pendekatan tepat yang komprehensif agar tuntas sampai ke akar-akarnya mengingat kekerasan yang dilakukan KKB terus berkepanjangan,” ujarnya.

Menurut dia, penyelesaian masalah KKB perlu ikut melibatkan masyarakat lokal di Papua, sebab warga Papua memiliki pendekatan dari sisi kearifan lokal. “Selagi memperkuat personel keamanan di Papua, Pemerintah juga perlu mencari tambahan kekuatan lain. Kekuatan dari TNI/Polri bisa ditambah dengan bantuan warga atau komunitas lokal di Papua yang memahami struktur daerah, kondisi budaya serta adat istiadat di sana,” paparnya.

Meutya meminta pula Pemerintah agar membangun program rehabilitasi dan reintegrasi yang menyeluruh untuk mantan anggota KKB yang ingin meninggalkan bentuk-bentuk kekerasan.

“Tapi yang pasti, kita tidak boleh kalah dengan gangguan keamanan yang diciptakan oleh KKB di Papua. Tindak tegas pihak-pihak yang mengancam kedaulatan negara,” ujar dia.

Menurut dia, Pemerintah bisa fokus terhadap pemberian akses pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemulihan psikologis kepada eks anggota KKB. “Dengan mengikis sedikit demi sedikit anggota KKB, maka aktivitas kekerasan mereka akan berkurang. Tentunya ini berkesinambungan dengan tindakan penegakan hukum dan keamanan yang harus dilakukan secara terukur,” kata Meutya.

Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko menilai TNI/Polri perlu diberikan peran yang tepat dalam menjalankan tugasnya menjaga kedaulatan NKRI dari ancaman separatis dan memelihara keamanan serta menciptakan perdamaian di Papua.

Baca Juga :  Olah TKP, Polisi Kembali Ditembak KKB

“Menurut saya kurang tepat kalau (peran utamanya) itu polisi, karena memang bukan domain operation-nya di situ sehingga nanti perlu otoritas yang kuat kepada TNI. Ini kemarin kita bicarakan di rapat Menkopolhukam (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD), dan di rapat Wapres (Wakil Presiden Ma’ruf Amin). Saya juga sudah sampaikan itu harus ada perbaikan untuk operasi ke depan,” kata Moeldoko dalam sesi wawancara dengan Podcast ANTARA TV.

Dalam kesempatan yang sama, Moeldoko menjelaskan ada pertimbangan untuk memikirkan beberapa hal dalam menggelar operasi di Papua.

“Dalam evaluasi operasi terakhir, ada hal-hal yang perlu dipikirkan ulang. Pertama, mendefinisikan ancaman, karena banyak sekali nama, ada KKB (kelompok kriminal bersenjata), ada ini, ini, dan seterusnya. Ini perlu didefinisikan, karena itu akan mempengaruhi pola operasi yang digunakan, dan dari pola operasi itu akan menentukan siapa role utamanya,” kata Moeldoko.

Terkait operasi penyelamatan Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens, Moeldoko meminta publik untuk menunggu. Dia menjelaskan TNI/Polri dituntut untuk berhati-hati demi keselamatan pilot berkebangsaan Selandia Baru itu. “Bukan berarti kami menyerah, tetapi kami butuh waktu untuk menyelesaikan itu sehingga semuanya bisa terselesaikan dengan baik,” kata Kepala Staf Kepresidenan RI. .(antara)

Dalam Bebaskan Pilot Susi Air

JAKARTA– Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid meminta Pemerintah dan aparat keamanan mengutamakan proses negosiasi dalam upaya pembebasan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens yang disandera oleh kelompok KKB pimpinan Egianus Kogoya.

“Negosiasi harus diutamakan. Pemerintah dan aparat keamanan Indonesia harus bisa memastikan keselamatan sandera, tapi sekaligus tidak boleh merendahkan harga diri bangsa,” kata Meutya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Dia berharap persoalan penyanderaan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens tak berhenti sampai dengan pemberian uang tebusan sebesar Rp5 miliar sebagaimana kabar yang beredar agar KKB membebaskan pilot asal Selandia Baru itu.

“Pemerintah jangan berhenti pada pemenuhan tuntutan uang tebusan kepada KKB dalam membebaskan pilot Susi Air. Harus ada pertimbangan langkah negosiasi lanjutan untuk meredakan aksi KKB yang masih terus terjadi sampai saat ini di Papua,” ucapnya.

Meski demikian, Meutya mengaku memahami urgensi Pemerintah dan aparat keamanan yang berencana memenuhi permintaan uang tebusan untuk menyelamatkan pilot warga negara asing (WNA) tersebut.

“Keselamatan nyawa manusia memang paling penting, apalagi ini juga terkait dengan persoalan diplomatik dengan negara asal pilot yang disandera,” ucapnya.

Ia juga meyakini Pemerintah dan aparat keamanan telah melakukan berbagai upaya strategis yang tak semuanya dapat disampaikan ke publik, termasuk pertimbangan yang matang atas keputusan pemberian uang tebusan.

“Karena masalah ini juga telah melebar dari urusan keamanan menjadi menyangkut hubungan dengan negara lain,” ujarnya.

Baca Juga :  Setahun Lebih, Didimus-Esau Miram Boyong Sejumlah Penghargaan

Terlepas soal penyanderaan, Meutya meminta Pemerintah mencari penyelesaian komprehensif dari hulu hingga hilir dalam menghadapi KKB lantaran aksi-aksi kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya sudah tidak dapat ditolerir.

“Perlu pendekatan-pendekatan tepat yang komprehensif agar tuntas sampai ke akar-akarnya mengingat kekerasan yang dilakukan KKB terus berkepanjangan,” ujarnya.

Menurut dia, penyelesaian masalah KKB perlu ikut melibatkan masyarakat lokal di Papua, sebab warga Papua memiliki pendekatan dari sisi kearifan lokal. “Selagi memperkuat personel keamanan di Papua, Pemerintah juga perlu mencari tambahan kekuatan lain. Kekuatan dari TNI/Polri bisa ditambah dengan bantuan warga atau komunitas lokal di Papua yang memahami struktur daerah, kondisi budaya serta adat istiadat di sana,” paparnya.

Meutya meminta pula Pemerintah agar membangun program rehabilitasi dan reintegrasi yang menyeluruh untuk mantan anggota KKB yang ingin meninggalkan bentuk-bentuk kekerasan.

“Tapi yang pasti, kita tidak boleh kalah dengan gangguan keamanan yang diciptakan oleh KKB di Papua. Tindak tegas pihak-pihak yang mengancam kedaulatan negara,” ujar dia.

Menurut dia, Pemerintah bisa fokus terhadap pemberian akses pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemulihan psikologis kepada eks anggota KKB. “Dengan mengikis sedikit demi sedikit anggota KKB, maka aktivitas kekerasan mereka akan berkurang. Tentunya ini berkesinambungan dengan tindakan penegakan hukum dan keamanan yang harus dilakukan secara terukur,” kata Meutya.

Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko menilai TNI/Polri perlu diberikan peran yang tepat dalam menjalankan tugasnya menjaga kedaulatan NKRI dari ancaman separatis dan memelihara keamanan serta menciptakan perdamaian di Papua.

Baca Juga :  KSAD Langsung Minta Maaf

“Menurut saya kurang tepat kalau (peran utamanya) itu polisi, karena memang bukan domain operation-nya di situ sehingga nanti perlu otoritas yang kuat kepada TNI. Ini kemarin kita bicarakan di rapat Menkopolhukam (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD), dan di rapat Wapres (Wakil Presiden Ma’ruf Amin). Saya juga sudah sampaikan itu harus ada perbaikan untuk operasi ke depan,” kata Moeldoko dalam sesi wawancara dengan Podcast ANTARA TV.

Dalam kesempatan yang sama, Moeldoko menjelaskan ada pertimbangan untuk memikirkan beberapa hal dalam menggelar operasi di Papua.

“Dalam evaluasi operasi terakhir, ada hal-hal yang perlu dipikirkan ulang. Pertama, mendefinisikan ancaman, karena banyak sekali nama, ada KKB (kelompok kriminal bersenjata), ada ini, ini, dan seterusnya. Ini perlu didefinisikan, karena itu akan mempengaruhi pola operasi yang digunakan, dan dari pola operasi itu akan menentukan siapa role utamanya,” kata Moeldoko.

Terkait operasi penyelamatan Pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens, Moeldoko meminta publik untuk menunggu. Dia menjelaskan TNI/Polri dituntut untuk berhati-hati demi keselamatan pilot berkebangsaan Selandia Baru itu. “Bukan berarti kami menyerah, tetapi kami butuh waktu untuk menyelesaikan itu sehingga semuanya bisa terselesaikan dengan baik,” kata Kepala Staf Kepresidenan RI. .(antara)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya