“Saya juga ingin minta kita punya lembaga-lembaga representatif seperti DPR, MRP disituasi seperti ini mereka harus hadir untuk bisa mendengarkan aspirasi masyarakat (Mahasiswa) secara langsung,” kata Frits dengan tegas.
Hal ini menurutnya penting dilakukan agar masa aksi juga mendapatkan kepastian dari kedua lembaga tersebut. “Situasi seperti ini mereka harus hadir untuk memediasi, menyampaikan aspirasi dengan baik, ini ‘penting’ kan orang hanya mau menyampaikan aspirasi masa tidak diterima?,” bebernya.
Untuk itu ia meminta kepada pimpinan dari kedua lembaga baik DPR maupun MRP secara keseluruhan di tanah Papua, untuk tidak hanya duduk tenang dan berdiam diri di dalam ruangan ber-AC, tetapi harus turun ke lapangan dan mendengarkan serta melihat langsung yang dirasakan masyarakatnya.
Seperti diketahui adapun aksi ini dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Papua se-kota Jayapura dipicu adanya pemindahan terhadap 4 tahanan politik (tapol) asal Papua dari Sorong ke Makassar. Kondisi ini mengakibatkan di beberapa wilayah di tanah Papua sempat mencekam dan memakan korban.
Menanggapi itu kepala Komnas HAM itu menyatakan siap melakukan investigasi terkait pemindahan 4 tahanan politik tersebut. Menurutnya pemindahan tersebut menimbulkan pertanyaan hukum serius dan mendesak pembebasan 4 tapol dari Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) di Makassar.
“Pemindahan tahanan ini pasti ada mekanisme hukum. Namun, kami akan cek lebih jauh apakah keputusan ini sesuai prosedur dan tidak melanggar hak asasi tahanan. Papua punya pengalaman mengadili kasus makar, seperti Filip Karma, yang berjalan tertib di sini. Jadi mengapa kali ini harus dipindahkan ke luar Papua?” pungkasnya. (jim/ade)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos