Wednesday, January 8, 2025
25.7 C
Jayapura

Putusan MK  Dianggap Angin Segar

JAYAPURA – Makmah Konstitusi akhirnya mengabulkan uji materi atau judicial review mengenai Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Adapun pasal itu mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Dengan pitusan ini berlaku maka, pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi mengacu pada jumlah kursi yang diusulkan partai politik dimana paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Namun setiap lartai politik punya hak yang sama artinya bisa mengusulkan kandidatnya tanpa harus berkoalisi dengan partai politik yang lain.

Pengamat Kebijakan Publik, Methodeus Kossay mengatakan putusan tersebut bentuk kemajuan demokrasi di Indonesia. Sebab selama ini, konteslasi politik hanya dapat dilakukan oleh partai-partai politik tertentu, namun dengan adanya putisan tersebut, maka setiap partai politik punya hak yang sama untuk bertarung didalam peesta demokrasi.

Baca Juga :  Penjabat Bupati Nduga Berharap ini Kejadian Terakhir

“Putusan ini sangat bagus, karena dengan begitu tidak ada lagi, koalisi gemuk atau rivalitas uang sama sehingga masyarakat dipertontonkan dengan riakan kampret dan cebong,” ujarnya, Jumat (3/1).

Terlepas daripada itu, namun Ia menyarankan isi dari pututusan tersebut tetap dilakukan uji publik.  Sebab jika dilihat dari substansi pokok, sudah sangat jelas memberikan kebebasan penuh kepada semua partai politik untuk berpartisipasi didalam Pemilu. Hal ini tentunya akan berdampak pada biaya atau kost politik.

Belajar dari pengalaman selama ini meskipun pencalonan presiden dan wakil hanya di ikuti 2 atau 3 kandidat, tapi biaya atau kost politiknya cukup besar, maka dengan adanya putusan tersebut sudah tentu akan memakan biaya yang sangat tinggi sudah tentu akan merugikan keiangan negara.

Baca Juga :  Mantan Ketua KPA Divonis  8 Tahun Penjara

JAYAPURA – Makmah Konstitusi akhirnya mengabulkan uji materi atau judicial review mengenai Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Adapun pasal itu mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Dengan pitusan ini berlaku maka, pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi mengacu pada jumlah kursi yang diusulkan partai politik dimana paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Namun setiap lartai politik punya hak yang sama artinya bisa mengusulkan kandidatnya tanpa harus berkoalisi dengan partai politik yang lain.

Pengamat Kebijakan Publik, Methodeus Kossay mengatakan putusan tersebut bentuk kemajuan demokrasi di Indonesia. Sebab selama ini, konteslasi politik hanya dapat dilakukan oleh partai-partai politik tertentu, namun dengan adanya putisan tersebut, maka setiap partai politik punya hak yang sama untuk bertarung didalam peesta demokrasi.

Baca Juga :  Presiden Disarankan Keluarkan Perppu Terkait Pemilu 2024

“Putusan ini sangat bagus, karena dengan begitu tidak ada lagi, koalisi gemuk atau rivalitas uang sama sehingga masyarakat dipertontonkan dengan riakan kampret dan cebong,” ujarnya, Jumat (3/1).

Terlepas daripada itu, namun Ia menyarankan isi dari pututusan tersebut tetap dilakukan uji publik.  Sebab jika dilihat dari substansi pokok, sudah sangat jelas memberikan kebebasan penuh kepada semua partai politik untuk berpartisipasi didalam Pemilu. Hal ini tentunya akan berdampak pada biaya atau kost politik.

Belajar dari pengalaman selama ini meskipun pencalonan presiden dan wakil hanya di ikuti 2 atau 3 kandidat, tapi biaya atau kost politiknya cukup besar, maka dengan adanya putusan tersebut sudah tentu akan memakan biaya yang sangat tinggi sudah tentu akan merugikan keiangan negara.

Baca Juga :  Pemprov Papua Jadi Contoh bagi Pemda se-Indonesia

Berita Terbaru

Artikel Lainnya