Wednesday, November 5, 2025
30.3 C
Jayapura

Pemilihan Sekda Harus Terlepas dari Kepentingan Politik

Menurutnya, pemilihan sekda harus dipandang sebagai agenda strategis membangun fondasi pemerintahan daerah yang kuat dan berintegritas. Dalam konteks Papua, di mana tantangan pemerintahan daerah cukup kompleks, baik dari aspek geografis, sosial, maupun politik sehingga kehadiran seorang sekda yang tangguh dan netral akan sangat menentukan efektivitas pembangunan.

Untuk itu, gubernur perlu memastikan bahwa pejabat yang diangkat sebagai Sekda benar-benar memiliki integritas moral, kompetensi birokratis, dan kemampuan manajerial yang baik. Figur seperti ini akan mampu menerjemahkan visi gubernur ke dalam kebijakan dan program yang menyentuh masyarakat Papua secara nyata.

“Pengisian jabatan sekda harus sesuai mekanisme hukum sebagaimana diatur dalam: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN); Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020; dan Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) secara terbuka dan kompetitif,” beber Metho.

Baca Juga :  Kantor Dinas Pendidikan Jadi Alternatif

Dijelaskan bahwa mekanisme pengisian jabatan sekda harus melalui seleksi terbuka atau open bidding dengan melibatkan Panitia Seleksi (Pansel) yang profesional, independen, dan berintegritas tinggi. Langkah ini bertujuan untuk menilai kompetensi, integritas, dan rekam jejak calon secara objektif. Sehingga tata kelola birokrasi di Papua akan menjadi lebih sehat apabila setiap jabatan strategis diisi melalui mekanisme meritokrasi, bukan karena hubungan politik.

Ia juga mengingatkan bahwa pemilihan sekda yang tidak transparan akan berisiko pada munculnya konflik kepentingan, menurunnya moral ASN, serta hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.

“Jika gubernur lebih mempertimbangkan faktor politik, seperti siapa yang berkeringat pada masa pemilu lalu, maka yang dikorbankan adalah profesionalisme birokrasi dan kualitas pelayanan publik. Padahal rakyat Papua menginginkan birokrasi yang melayani, bukan yang berpolitik,” tegas Kossay.

Baca Juga :  Khawatir Dampak Kontak Senjata, 39 KK Pilih Mengungsi

Menurutnya, pemilihan sekda harus dipandang sebagai agenda strategis membangun fondasi pemerintahan daerah yang kuat dan berintegritas. Dalam konteks Papua, di mana tantangan pemerintahan daerah cukup kompleks, baik dari aspek geografis, sosial, maupun politik sehingga kehadiran seorang sekda yang tangguh dan netral akan sangat menentukan efektivitas pembangunan.

Untuk itu, gubernur perlu memastikan bahwa pejabat yang diangkat sebagai Sekda benar-benar memiliki integritas moral, kompetensi birokratis, dan kemampuan manajerial yang baik. Figur seperti ini akan mampu menerjemahkan visi gubernur ke dalam kebijakan dan program yang menyentuh masyarakat Papua secara nyata.

“Pengisian jabatan sekda harus sesuai mekanisme hukum sebagaimana diatur dalam: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN); Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020; dan Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) secara terbuka dan kompetitif,” beber Metho.

Baca Juga :  Hanya Satu Jam, Aksi Demo Dukung ULMWP Bubar dengan Tertib

Dijelaskan bahwa mekanisme pengisian jabatan sekda harus melalui seleksi terbuka atau open bidding dengan melibatkan Panitia Seleksi (Pansel) yang profesional, independen, dan berintegritas tinggi. Langkah ini bertujuan untuk menilai kompetensi, integritas, dan rekam jejak calon secara objektif. Sehingga tata kelola birokrasi di Papua akan menjadi lebih sehat apabila setiap jabatan strategis diisi melalui mekanisme meritokrasi, bukan karena hubungan politik.

Ia juga mengingatkan bahwa pemilihan sekda yang tidak transparan akan berisiko pada munculnya konflik kepentingan, menurunnya moral ASN, serta hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.

“Jika gubernur lebih mempertimbangkan faktor politik, seperti siapa yang berkeringat pada masa pemilu lalu, maka yang dikorbankan adalah profesionalisme birokrasi dan kualitas pelayanan publik. Padahal rakyat Papua menginginkan birokrasi yang melayani, bukan yang berpolitik,” tegas Kossay.

Baca Juga :  BI Segera Gelar Festival Kopi di PTC Entrop

Berita Terbaru

Artikel Lainnya

/