Monday, April 29, 2024
26.7 C
Jayapura

Abisai Rollo Serahkan Satu Ekor Babi 

JAYAPURA-Sebelumnya ia juga melakukan negosiasi dengan keluarga Agustina Meraudje dan saat malam itu juga langsung dibuka.

“Saya menyampaikan bahwa masalah ini nanti akan dibahas di DPR dan saya akan mengundang gubernur untuk memberikan penjelasan. Pak Gubernur juga sangat responsive, bahkan beliau sebenarnya ingin siang ini juga menemui masyarakat yang palang tapi karena besok beliau harus berangkat akhirnya saya sampaikan lebih baik ketemunya sekembali beliau dari Jakarta saja,” beber Rollo.

Ia juga menyerahkan seekor babi yang langsung dipotong dan dibagi bagi. Tak lama Rollo dan pemilik  ulayat berdiri di tengah jalan lokasi yang dipalang kemudian membuka palang bersama-sama.

“Babi ini adalah tanggungjawab saya sebagai ondoafi. Saya harus memberi makan sebelum mengajak masyarakat berdialog,” imbuhnya.

Dia menyampaikan agar jika ada keluhan lagi bisa langsung ke DPR untuk disikapi dengan cara musyawarah. Jadi tidak perlu memalang melainkan diselesaikan dengan cara dialog.

“Saya berharap seperti itu, kalau mau protes jangan dengan memalang yang akhirnya mengganggu kepentingan umum,” harapnya.

Baca Juga :  Dievakuasi Pakai Tali Safety

Dari pantauan koran ini Kamis (3/8) pagi kemarin sejumlah polisi kembali berjaga-jaga di lokasi. Di salah satu sisi jalan tersebut terdapat spanduk besar yang dipasang oleh Polresta Jayapura, “Menghimbau Kepada Masyarakat agar tidak melintas dijalan Holtekam karena sedang dilakukan pemalangan Jalan. Silakan gunakan jalan jalur alternatif atau kampung Nafri,” begitu bunyi spanduk.

Kepala suku Merauje, Nikodemus Merauje selaku penanggung jawab aksi tersebut menjelaskan,  pemalangan yang dilakukan pihaknya itu  karena pemerintah provinsi Papua tidak membayar tuntas tanah ulayat milik suku Merauje yang saat ini sudah dibangun jalan.

“Pemerintah hanya bayar panjar saja, belum selesai semua dan kami harap supaya mereka segera menyelesaikan pembayaran ini,” kata Nikodemus Merauje.

Aksi pemalangan itu juga pernah dilakukan sebelumnya dan dari pemerintah provinsi Papua telah menjanjikan akan diselesaikan pada tanggal 3 April 2023. Hanya saja sampai saat ini janji tersebut belum ditunaikan sehingga mereka kembali melakukan pemalangan.

Baca Juga :  Selain Penembakan, 2 Ibu dan Seorang Anak Diperkosa

“Karena mereka tidak menepati janji pada prinsipnya kami masyarakat Tobati Enggros memalang ulang. Pemerintah kota termasuk dengan pemerintah provinsi Papua termasuk  Pak Kapolres dan Pak Kapolda mereka sudah sepakat tentang Perjanjian itu makanya kita tunggu sampai dengan hari ini, sudah sampai 5 bulan dan hari ini kita pulang kembali,” tegasnya.

Dia mengatakan pemalangan yang terjadi di lakukan oleh keluarga Agustina Merauje di Km 13 itu atas dasar kepemilikan sertifikat atas tanah yang kini sudah dibangun ruas jalan.  Sementara yang dilakukan oleh suku Merauje di ujung jembatan merah holtekam itu karena persoalan hak ulayat.

“Kalau kita lihat dengan kondisi sekarang, ini menyangkut hak mereka.  Palang memalang itu merupakan satu fenomena yang memang masyarakat menuntut haknya.  Kalau berkaitan dengan hak mereka kita bicara, harus kita lindungi. Tapi kalau itu karena anak mabuk, ya bubarkan,  karena itu pasti menghambat,”tambahnya.(ade/roy/wen)

JAYAPURA-Sebelumnya ia juga melakukan negosiasi dengan keluarga Agustina Meraudje dan saat malam itu juga langsung dibuka.

“Saya menyampaikan bahwa masalah ini nanti akan dibahas di DPR dan saya akan mengundang gubernur untuk memberikan penjelasan. Pak Gubernur juga sangat responsive, bahkan beliau sebenarnya ingin siang ini juga menemui masyarakat yang palang tapi karena besok beliau harus berangkat akhirnya saya sampaikan lebih baik ketemunya sekembali beliau dari Jakarta saja,” beber Rollo.

Ia juga menyerahkan seekor babi yang langsung dipotong dan dibagi bagi. Tak lama Rollo dan pemilik  ulayat berdiri di tengah jalan lokasi yang dipalang kemudian membuka palang bersama-sama.

“Babi ini adalah tanggungjawab saya sebagai ondoafi. Saya harus memberi makan sebelum mengajak masyarakat berdialog,” imbuhnya.

Dia menyampaikan agar jika ada keluhan lagi bisa langsung ke DPR untuk disikapi dengan cara musyawarah. Jadi tidak perlu memalang melainkan diselesaikan dengan cara dialog.

“Saya berharap seperti itu, kalau mau protes jangan dengan memalang yang akhirnya mengganggu kepentingan umum,” harapnya.

Baca Juga :  Dievakuasi Pakai Tali Safety

Dari pantauan koran ini Kamis (3/8) pagi kemarin sejumlah polisi kembali berjaga-jaga di lokasi. Di salah satu sisi jalan tersebut terdapat spanduk besar yang dipasang oleh Polresta Jayapura, “Menghimbau Kepada Masyarakat agar tidak melintas dijalan Holtekam karena sedang dilakukan pemalangan Jalan. Silakan gunakan jalan jalur alternatif atau kampung Nafri,” begitu bunyi spanduk.

Kepala suku Merauje, Nikodemus Merauje selaku penanggung jawab aksi tersebut menjelaskan,  pemalangan yang dilakukan pihaknya itu  karena pemerintah provinsi Papua tidak membayar tuntas tanah ulayat milik suku Merauje yang saat ini sudah dibangun jalan.

“Pemerintah hanya bayar panjar saja, belum selesai semua dan kami harap supaya mereka segera menyelesaikan pembayaran ini,” kata Nikodemus Merauje.

Aksi pemalangan itu juga pernah dilakukan sebelumnya dan dari pemerintah provinsi Papua telah menjanjikan akan diselesaikan pada tanggal 3 April 2023. Hanya saja sampai saat ini janji tersebut belum ditunaikan sehingga mereka kembali melakukan pemalangan.

Baca Juga :  Tak Ada Peningkatan Kasus DBD di Papua

“Karena mereka tidak menepati janji pada prinsipnya kami masyarakat Tobati Enggros memalang ulang. Pemerintah kota termasuk dengan pemerintah provinsi Papua termasuk  Pak Kapolres dan Pak Kapolda mereka sudah sepakat tentang Perjanjian itu makanya kita tunggu sampai dengan hari ini, sudah sampai 5 bulan dan hari ini kita pulang kembali,” tegasnya.

Dia mengatakan pemalangan yang terjadi di lakukan oleh keluarga Agustina Merauje di Km 13 itu atas dasar kepemilikan sertifikat atas tanah yang kini sudah dibangun ruas jalan.  Sementara yang dilakukan oleh suku Merauje di ujung jembatan merah holtekam itu karena persoalan hak ulayat.

“Kalau kita lihat dengan kondisi sekarang, ini menyangkut hak mereka.  Palang memalang itu merupakan satu fenomena yang memang masyarakat menuntut haknya.  Kalau berkaitan dengan hak mereka kita bicara, harus kita lindungi. Tapi kalau itu karena anak mabuk, ya bubarkan,  karena itu pasti menghambat,”tambahnya.(ade/roy/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya