Pantauan Cenderawasih Pos kemarin, dua gerbang utama, yakni bagian sebelah utara dan gerbang masuk ruangan IGD masih dipalang menggunakam ranting kayu dan spanduk bertuliskan isi tuntutan, status tanah, dan alasan pemalangan.
Hal lain pasal 43 UU OTSUS yang menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui Hak Hak, Masyarakat Adat Papua. UUPA Nomor 5 tahun 1960, bahwa berdasarkan pasal 2 ayat 2 PMNA/KBPN Nomor 5 tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Serta beberapa acuan lain yang dituangkan dalam spanduk tersebut.
  Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Merauke Stephanus Kapasiang, S.Pd, ditemui disela-sela aksi demo para guru di Kantornya mengakui telah menerima laporan adanya pemalangan terhadap SDN Wasur 2 Merauke tersebut. Mantan guru ini menjelaskan bahwa dirinya telah berkoordinasi dengna pihak aset darah Kabupaten Merauke dan ternyata lahan tersebut memang belum pernah dibayar.
Ancaman tersebut jika pemerintah pusat tidak menjawab aspirasi mereka untuk segera menurunkan Pj Gubernur Papua M Ridwan Rumasukun dan Pj Sekda Derek Hegemur, dari jabatannya saat ini.
 Pj Bupati Tolikara Marthen Kogoya mengatakan, aksi pemalangan tersebut dilakukan oleh masyarakat Distrik Poganeri dan masyarakat Distrik Wunin karena masalah penghilangan atau pengalihan suara yang diperoleh 3 orang calon legislatif (caleg) yakni Musa Erlak (PSI) dari Distrik Wunin, Marthen Kogoya (PSI) dari Distrik Poganeri dan Otis Wenda (PKN) dari Distrik Poganeri.
Menurut Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura Edward Sihotang, palang Puskesmas Komba sampai saat ini belum di buka, sehingga pelayanan kesehatan bagi warga yang tinggal di sekitaran Puskesmas Komba sementara dialihkan ke Puskesmas Sentani di Daerah Kemiri.
  Kapolres I Ketut Suaryana menjelaskan bahwa informasi yang diperoleh pihaknya pemalangan tersebut terkait dengan tuntutan pemakaian lahan selama kurang lebih 18 tahun dengan jumlah tututan sebesar Rp 83 miliar.
Seperti yang terjadi di lokasi Puskesmas Komba, Sentani, dimana pelayanan di Puskesmas tersebut tidak bisa berjalan dengan baik karena adanya aksi pemalangan, sehingga masyarakat sampai sekarang tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan.
Di pintu yang dipalang itu juga sebuah spanduk di pasang yang menjadi ketidakpuasan dari pegawai yang melakukan pemalangan kepada Kepala BWS Merauke Papua Magdalena Tanga. Apalagi pada siang harinya sekitar pukul 14.00 WIT akan ada sertijab sejumlah pegawai diantaranya 2 pegawai OAP yang akan diganti.  Â
  Kantor Dinas Kesehatan dan Puskesmas Rimba Jaya tersebut berhasil dibuka secara paksa oleh Kepolisian Resor Merauke dengan cara pada pintu masuk keluar Puskesmas, gembok pintu masuk dan keluar pada Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke dirusak dengan cara menggunakan martelu.