Wednesday, May 8, 2024
26.7 C
Jayapura

Selain Penembakan, 2 Ibu dan Seorang Anak Diperkosa

IVESTIGASI: Ketua Komnas HAM Papua Frits Ramandey bersama Tim dari Polda Papua saat melakukan Investigasi kasus Deiyai, Sabtu (25/5) ( FOTO : Komnas HAM for Cepos)

Investigasi Komnas HAM di Deiyai

JAYAPURA-Dalam rekonstruksi Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Papua menemukan terjadinya kekerasan yang mengakibatkan  orang meninggal dunia bernama Yulius Mote (18) pasca aksi pembakaran Polsek Tigi yang terjadi di Wagete, Kabupaten Deiyai, Selasa (21/5).

Selain itu, Komnas HAM juga menemukan tindakan brutalisme yang dilakukan sekelompok massa yang melakukan pembakaran rumah warga, pengerusakan tempat usaha, penjarahan dan yang paling sadis adalah pemerkosaan secara bersama-sama terhadap dua ibu dan satu anak usia 10 tahun di Wagete, Kabupaten Deiyai.

Dari data Tim Komnas HAM yang dipimpin langsung Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menyebutkan, dalam kejadian 21 Mei itu terdapat 3 petak rumah warga dibakar oleh massa dan juga sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat turut dibakar masa.

Ia menuturkan, pemerkosaan yang dilakukan sekelompok orang terhadap dua ibu rumah tangga dan satu anak berusia 10 tahun itu terjadi di semak-semak tempat terbuka diperkirakan berjarak 500 meter dari lokasi pemalakan, para korban diperkosa secara bergilir dimana korban saling melihat ketika diri mereka diperkosa.

Yang menyedihkan lanjut Frits, salah satu korban merupakan ibu rumah tangga yang baru saja melahirkan. Sehingga ketika korban diperkosa, korban tetap melindungi anaknya yang baru berusia 30 hari.

“Korban diperkosa dalam kondisi sedang menjalankan ibadah puasa saat itu. Sebelum korban diprekosa para pelaku terlebih dahulu menganiaya korban,” ucap Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Minggu (26/5)

Baca Juga :  Pemkab Jayapura Gandeng Kanwil ATR/BPN Papua

Kejadian tersebut menurut Frits merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kekerasan terhadap perempuan dan anak yang kemudian bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM yang terjadi di daerah tersebut.

Dari keterangan korban lanjut Frits, dari belasan orang yang melakukan pemerkosaan, ada beberapa wajah pelaku dikenali oleh korban. Sebagaimana korban dan pelaku punya hubungan sosial. Dan ini sedang didalami oleh aparat kepolisian dalam hal ini Polda Papua.

“Ini kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa kita biarkan, pelaku wajib ditangkap lalu diproses hukum. Terhadap korban pemerkosaan, Komnas  HAM akan mendekati beberapa pihak terutama Pemda setempat untuk melakukan pemulihan kepada korban pemerkosaan ini,” paparnya.

Terkait dengan kasus Deiyai, Komnas HAM sudah melakukan pertemuan dengan beberapa pihak termasuk korban penembakan yang saat ini masih mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Nabire, memantau Polsek Tigi yang dibakar, melihat kuburan dari salah satu korban yang meninggal dunia, bertemu dengan korban pemerkosaan serta melihat langsung rumah-rumah warga yang dibakar oleh massa. 

Terkait kasus penembakan, Komnas HAM kata Frits sudah mendengarkan  keterangan dari enam anggota Polisi yang saat itu melakukan pengamanan di lokasi tempat kejadian perkara.

“Saat di lapangan, Tim yang saya pimpin ini mengalami kesulitan untuk memastikan korban yang meninggal dunia itu tertembak di mana, ditemukan di mana dan kami belum menemukan saksi yang bisa memberikan kesaksian korban meninggal  dunia ditembak di mana dan jatuh di mana,” ungkap Frits.

Baca Juga :  Murka Tiga Pasukannya Tewas, Egi Ancam Warga Keneyam

Menurutnya, atas kasus ini penegakan hukum harus diambil tidak hanya kepada aparat keamanan namun juga siapa pelaku pembakaran, pemicu konflik kekerasan, pelaku pemerkosaan serta pelaku penembakan hinga mengakibatkan adanya korban yang  meninggal dunia.

“Dalam penegakan hukum paling tidak Polisi telah melakukan langkah terukur. Misalnya Polisi  secara institusi telah memeriksa anggotanya yang hari itu memegang senjata dan melakukan  pengamanan terhadap korban yang ditembak kakinya,” katanya.

Dikatakan, dalam kasus Deiyai Komnas HAM Perwakilan Papua telah berkoordinasi dengan beberapa mitra di Kabupaten Deiyai seperti Pemda setempat juga beberapa pejabat Polda Papua yang melakukan penangan kasus tersebut.

“Kita yakin bahwa temuan Komnas HAM akan ditindak lanjuti secepatnya.  Pemda setempat memegang peran strategis dalam rangka menjadi mediator  yang bisa melakukan langkah-langkah mediasi untuk meredam suasana ini. Namun,  proses ini tidak boleh menggugurkan proses penegakan hukum,” jelasnya.

Frits berharap penagakan kasus ini tidak berlarut-larut, ia berkeyakinan pihak penegak hukum dalam hal ini Polda Papua secepatnya menyelesaikan  kasus ini. Pemda harus hadir dengan melihat kejadian ini serta memberikan santunan kepada korban yang kena tembakan, korban yang meninggal dunia, korban yang rumahnya terbakar juga pemulihan terhadap korban pemerkosaan.

Dari kasus Deiyai ini, Frits mengingatkan agar masyarakat lokal dan aparat harusnya memiliki sensifitas sosial untuk saling  mengenal karakteristik dan menghindari kekerasan  yang sama dikemudian hari.

“Bagaimanapun, negara harus tetap hadir di Deiyai untuk kepentingan pembangunan juga  Kamtibmas,” pungkasnya. (fia/nat) 

IVESTIGASI: Ketua Komnas HAM Papua Frits Ramandey bersama Tim dari Polda Papua saat melakukan Investigasi kasus Deiyai, Sabtu (25/5) ( FOTO : Komnas HAM for Cepos)

Investigasi Komnas HAM di Deiyai

JAYAPURA-Dalam rekonstruksi Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Papua menemukan terjadinya kekerasan yang mengakibatkan  orang meninggal dunia bernama Yulius Mote (18) pasca aksi pembakaran Polsek Tigi yang terjadi di Wagete, Kabupaten Deiyai, Selasa (21/5).

Selain itu, Komnas HAM juga menemukan tindakan brutalisme yang dilakukan sekelompok massa yang melakukan pembakaran rumah warga, pengerusakan tempat usaha, penjarahan dan yang paling sadis adalah pemerkosaan secara bersama-sama terhadap dua ibu dan satu anak usia 10 tahun di Wagete, Kabupaten Deiyai.

Dari data Tim Komnas HAM yang dipimpin langsung Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menyebutkan, dalam kejadian 21 Mei itu terdapat 3 petak rumah warga dibakar oleh massa dan juga sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat turut dibakar masa.

Ia menuturkan, pemerkosaan yang dilakukan sekelompok orang terhadap dua ibu rumah tangga dan satu anak berusia 10 tahun itu terjadi di semak-semak tempat terbuka diperkirakan berjarak 500 meter dari lokasi pemalakan, para korban diperkosa secara bergilir dimana korban saling melihat ketika diri mereka diperkosa.

Yang menyedihkan lanjut Frits, salah satu korban merupakan ibu rumah tangga yang baru saja melahirkan. Sehingga ketika korban diperkosa, korban tetap melindungi anaknya yang baru berusia 30 hari.

“Korban diperkosa dalam kondisi sedang menjalankan ibadah puasa saat itu. Sebelum korban diprekosa para pelaku terlebih dahulu menganiaya korban,” ucap Frits saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Minggu (26/5)

Baca Juga :  Murka Tiga Pasukannya Tewas, Egi Ancam Warga Keneyam

Kejadian tersebut menurut Frits merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kekerasan terhadap perempuan dan anak yang kemudian bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM yang terjadi di daerah tersebut.

Dari keterangan korban lanjut Frits, dari belasan orang yang melakukan pemerkosaan, ada beberapa wajah pelaku dikenali oleh korban. Sebagaimana korban dan pelaku punya hubungan sosial. Dan ini sedang didalami oleh aparat kepolisian dalam hal ini Polda Papua.

“Ini kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa kita biarkan, pelaku wajib ditangkap lalu diproses hukum. Terhadap korban pemerkosaan, Komnas  HAM akan mendekati beberapa pihak terutama Pemda setempat untuk melakukan pemulihan kepada korban pemerkosaan ini,” paparnya.

Terkait dengan kasus Deiyai, Komnas HAM sudah melakukan pertemuan dengan beberapa pihak termasuk korban penembakan yang saat ini masih mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Nabire, memantau Polsek Tigi yang dibakar, melihat kuburan dari salah satu korban yang meninggal dunia, bertemu dengan korban pemerkosaan serta melihat langsung rumah-rumah warga yang dibakar oleh massa. 

Terkait kasus penembakan, Komnas HAM kata Frits sudah mendengarkan  keterangan dari enam anggota Polisi yang saat itu melakukan pengamanan di lokasi tempat kejadian perkara.

“Saat di lapangan, Tim yang saya pimpin ini mengalami kesulitan untuk memastikan korban yang meninggal dunia itu tertembak di mana, ditemukan di mana dan kami belum menemukan saksi yang bisa memberikan kesaksian korban meninggal  dunia ditembak di mana dan jatuh di mana,” ungkap Frits.

Baca Juga :  Pemkab Jayapura Gandeng Kanwil ATR/BPN Papua

Menurutnya, atas kasus ini penegakan hukum harus diambil tidak hanya kepada aparat keamanan namun juga siapa pelaku pembakaran, pemicu konflik kekerasan, pelaku pemerkosaan serta pelaku penembakan hinga mengakibatkan adanya korban yang  meninggal dunia.

“Dalam penegakan hukum paling tidak Polisi telah melakukan langkah terukur. Misalnya Polisi  secara institusi telah memeriksa anggotanya yang hari itu memegang senjata dan melakukan  pengamanan terhadap korban yang ditembak kakinya,” katanya.

Dikatakan, dalam kasus Deiyai Komnas HAM Perwakilan Papua telah berkoordinasi dengan beberapa mitra di Kabupaten Deiyai seperti Pemda setempat juga beberapa pejabat Polda Papua yang melakukan penangan kasus tersebut.

“Kita yakin bahwa temuan Komnas HAM akan ditindak lanjuti secepatnya.  Pemda setempat memegang peran strategis dalam rangka menjadi mediator  yang bisa melakukan langkah-langkah mediasi untuk meredam suasana ini. Namun,  proses ini tidak boleh menggugurkan proses penegakan hukum,” jelasnya.

Frits berharap penagakan kasus ini tidak berlarut-larut, ia berkeyakinan pihak penegak hukum dalam hal ini Polda Papua secepatnya menyelesaikan  kasus ini. Pemda harus hadir dengan melihat kejadian ini serta memberikan santunan kepada korban yang kena tembakan, korban yang meninggal dunia, korban yang rumahnya terbakar juga pemulihan terhadap korban pemerkosaan.

Dari kasus Deiyai ini, Frits mengingatkan agar masyarakat lokal dan aparat harusnya memiliki sensifitas sosial untuk saling  mengenal karakteristik dan menghindari kekerasan  yang sama dikemudian hari.

“Bagaimanapun, negara harus tetap hadir di Deiyai untuk kepentingan pembangunan juga  Kamtibmas,” pungkasnya. (fia/nat) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya