JAYAPURA – Situasi Indonesia saat ini belum sepenuhnya membaik sejak demonstrasi pada 28 Agustus 2025. Hal ini dipicu karena isu kenaikan tunjangan perumahan anggota DPR yang mencapai Rp 50 juta/bulan dan kenaikan gaji anggota DPR sebesar Rp 3 juta/hari.
Selain itu potret para anggota DPR yang berjoget di ruang sidang DPR RI dalam Sidang tahunan MPR RI 2025 yang digelar di kompleks parlemen Senayan, Jakarta mengundang amarah masyarakat. Aksi-aksi meriah para anggota DPR RI ini menuai beragam tanggapan termasuk akademisi.
Kepada Cenderawasih Pos Dosen Hukum Stikom Semarang sekaligus Pengamat Kebijakan Publik, Methodius Kossay menyebut aksi-aksi tersebut seharusnya tidak dilakukan, tidak etis, dan tidak tepat mengingat kondisi ekonomi Indonesia sekarang ini tidak stabil dan kesulitan yang dihadapi oleh ketidakpastian geopolitik dan ekonomi.
Menurutnya peristiwa ini menjadi pelajaran bagi para wakil rakyat di provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia tak terkecuali di Papua untuk selalu transparan dan mengutamakan kepentingan masyarakat dalam mengambil setiap kebijakan. Sebutnya sesuai dengan asas “Das Sollen” dan “Das Sein”, tugas dan wewenang DPR harus seimbang dengan gaji yang diterima setiap bulan.
“Kinerja DPR di daerah sebagai wakil rakyat harus pro-rakyat, amanah, jujur, berintegritas, tepat, profesional, transparan, dan akuntabel, serta bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN),” ucap Methodius dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/9).
Jelasnya DPR juga harus peka dan memahami suara rakyat, bersikap proaktif dan empati terhadap nasib rakyat dan masa depan Indonesia. Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah di provinsi dan kabupaten/kota di Papua, DPR seharusnya melindungi, melayani, memberdayakan, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Hal ini dilakukan sesuai dengan fungsi, tugas, wewenang, serta hak dan kewajibannya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-undangan di bawahnya.