Sunday, April 28, 2024
24.7 C
Jayapura

Kuasa Hukum Tetap Berkeyakinan Penahanan Lukas Enembe Melanggar HAM

>Sidang Gugatan Praperadilan Lukas Enembe

JAYAPURA – Pengadilan Jakarta Selatan (PN) kembali menggelar sidang gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe, pada Selasa (2/5). Adapun agenda sidang gugatan praperadilan adalah pembacaan kesimpulan dari pihak pemohon dan termohon.

Dalam pembacaan kesimpulan, Anggota Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP) Petrus Bala Pattyona mengatakan, bahwa dari hasil sidang terdapat fakta hukum yang nyata dan tidak terbantahkan bahwa Lukas Enembe mengidap sakit permanen, yang sifatnya kronis dan tidak dapat disembuhkan.

“Dalam sidang, baik pemohon (kuasa hukum Bapak Lukas Enembe) dan termohon (KPK) sama-sama menghadirkan bukti-bukti dan saksi-saksi (beberapa dokter dan spesialis), yang secara benar dan terbuka di muka persidangan, menerangkan bahwa Bapak Lukas Enembe, adalah seorang yang sedang sakit dan menderita penyakit permanen yang kronis dan berbahaya bagi keselamatan nyawa Lukas Enembe,” kata Petrus.

Menurutnya, KPK telah nyata-nyata mengabaikan hak kesehatan kliennya dan memaksakan diteruskannya penyidikan, padahal diketahui Lukas Enembe dalam keadaan sakit permanen dan tidak dapat disembuhkan, serta terus ditempatkan dalam tahanan.

Pihaknya meminta agar penyidikan harus dihentikan sampai kondisi kesehatan Lukas Enembe telah pulih kembali dan fit to trial.

“Bapak Lukas Enembe itu berada dalam keadaan komplikasi penyakit serius dan kronis, sehingga tidak sehat untuk mengikuti proses hukum (unfit to trial) dan tidak layak untuk ditempatkan pada Rutan KPK, sebagaimana yang saat ini dilakukan oleh KPK kepada klien kami,” bebernya.

Pihaknya menambahkan, hasil pemeriksaan kesehatan terhadap Lukas Enembe yang dilakukan tim dokter RSPAD Gatot Subroto, yang kemudian dianalisa dan dikaji tim dokter IDI sangat patut dipersoalkan bila dibandingkan dengan hasil pemeriksaan RS Royal Healthcare Singapore, yang selama ini memeriksa Lukas Enembe.

“Dari fakta yang terungkap, pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan Lukas Enembe, hanya dilakukan satu hari saja, yaitu pada tanggal 11 Januari 2023, setelah ditangkap dan dibawa ke Jakarta. Kemudian fakta keesokan harinya yaitu tanggal 12 Januari 2023, Tim Dokter IDI hanya melakukan analisis data hasil pemeriksaan Dokter RSPAD dalam waktu 4 jam (dari jam 10 pagi sampai jam 13.00),” bebernya.

Baca Juga :  Mappi Daerah Pertama di Tanah Papua Terapkan Perda Sesuai PP.106 Tahun 2021

Menurutnya, penyakit gagal ginjal kronis stadium 5, harus ditempatkan dengan fasilitas medis dan perawatan khusus, bukan di tahanan.

Petrus juga membeberkan jika penempatan Lukas Enembe di rutan diragukan keabsahannya. Musabab, kliennya hanya dijadikan obyek penelitian dan bukan pasien dalam fakta persidangan, juga terungkap bahwa antara KPK dan IDI, memiliki perjanjian kerjasama, sehingga hubungannya adalah Pemberi Tugas (Pekerjaan) dan Penerima Tugas (pekerjaan).

“Dalam persidangan, terungkap fakta dari kesaksian Dokter Anton Tonny Mote, yang merupakan dokter pribadi Lukas Enembe yang menyatakan bahwa Lukas menderita sakit dan diterapi sejak tahun 2015. Dimana kondisi terakhir adalah menderita gagal ginjal stage 5 (stadium lima), Stroke empat kali, brain athropy, penurunan fungsi fisik dan fungsi komunikasi, dan hipertensi, serta pembengkakan pada bagian tubuh,” terangnya.

Dilain sisi, Dokter KPK yang ditempatkan di Rutan KPK hanya dokter umum. Sedangkan dari kesaksian Dokter Rutan KPK (dr. Johannes Hutabarat) di muka persidangan, kata Petrus, terungkap fakta persidangan bahwa dokter KPK yang ditempatkan di Rutan KPK adalah hanya dokter umum.

“Fakta fakta dalam keterangan dokter membuktikan bahwa tidak benar jika KPK mengatakan bahwa KPK sangat memperhatikan kondisi kesehatan pemohon di Rutan KPK, sebagaimana selama ini dijelaskan oleh termohon kepada publik melalui pemberitaan media,” terangnya.

Dijelaskan Petrus, KPK melakukan penyelidikan dalam dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran, namun kemudian pada tahap penyidikan, KPK menerbitkan perintah penyidikan, dengan menerapkan pasal dugaan tindak pidana suap/gratifikasi.

Baca Juga :  Sehari Tiga Orang Tewas

Bahwa terungkap sebagai fakta persidangan oleh bukti Pemohon dan Termohon, bahwa benar KPK menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan No. 79/lid.01.00/01/07/2022 tertanggal 27 Juli 2023 dengan fokus pada penyelidikan atas dugaan penyalahgunaan anggaran pada proyek Pemerintah Provinsi Papua periode tahun 2013-2018.

Bahwa dengan Surat Perintah Penyelidikan tersebut, KPK kemudian melakukan serangkaian tindakan antara lain pengambilan keterangan saksi, pengumpulan keterangan di lapangan dan serangkaian alat bukti lainny serta perumusan/penemuan bukti permulaan di tingkat Penyelidikan untuk mencari dan menemukan peristiwa pidana dengan delik penyalahgunaan wewenang vide pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bahwa terungkap sebagai fakta berupa bukti dan jawaban tertulis dari KPK, bahwa KPK kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor 81/Dik.00.01/09/2022 Tanggal 5 September 2022 dengan mencantumkan delik pidana suap/gratifikasi sebagaimana pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 11 dan pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001.

“Oleh karenanya, cara KPK dalam tindakan penetapan tersangka terhadap diri pemohon adalah tidak sah. Sebab tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya dijalankan oleh KPK. Seharusnya, jikapun benar KPK menemukan dugaan terjadinya tindak pidana lain, yang tidak diperintahkan kepadanya dalam Surat Perintah Penyelidikan yang diterimanya, maka KPK haruslah menghentikan Penyelidikan dan membuat Surat Perintah baru kepada Penyidiknya guna melakukan pemeriksaan terhadap dugaan terjadinya tindak pidana yang ditemukan oleh Penyidik sebelumnya,” ujar Petrus.

Kata Petrus, penahanan terhadap Lukas Enembe yang menderita sakit dan penyakit permanen adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

“Bahwa setiap kali penyidik KPK melakukan pemeriksaan baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka, Lukas Ebembe menjawab bahwa dirinya sakit. Sebagai tersangka, pemeriksaan KPK belum sampai kepada substansi sangkaaan suap dan gratifikasi,” pungkasmya. (fia/wen)

>Sidang Gugatan Praperadilan Lukas Enembe

JAYAPURA – Pengadilan Jakarta Selatan (PN) kembali menggelar sidang gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe, pada Selasa (2/5). Adapun agenda sidang gugatan praperadilan adalah pembacaan kesimpulan dari pihak pemohon dan termohon.

Dalam pembacaan kesimpulan, Anggota Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP) Petrus Bala Pattyona mengatakan, bahwa dari hasil sidang terdapat fakta hukum yang nyata dan tidak terbantahkan bahwa Lukas Enembe mengidap sakit permanen, yang sifatnya kronis dan tidak dapat disembuhkan.

“Dalam sidang, baik pemohon (kuasa hukum Bapak Lukas Enembe) dan termohon (KPK) sama-sama menghadirkan bukti-bukti dan saksi-saksi (beberapa dokter dan spesialis), yang secara benar dan terbuka di muka persidangan, menerangkan bahwa Bapak Lukas Enembe, adalah seorang yang sedang sakit dan menderita penyakit permanen yang kronis dan berbahaya bagi keselamatan nyawa Lukas Enembe,” kata Petrus.

Menurutnya, KPK telah nyata-nyata mengabaikan hak kesehatan kliennya dan memaksakan diteruskannya penyidikan, padahal diketahui Lukas Enembe dalam keadaan sakit permanen dan tidak dapat disembuhkan, serta terus ditempatkan dalam tahanan.

Pihaknya meminta agar penyidikan harus dihentikan sampai kondisi kesehatan Lukas Enembe telah pulih kembali dan fit to trial.

“Bapak Lukas Enembe itu berada dalam keadaan komplikasi penyakit serius dan kronis, sehingga tidak sehat untuk mengikuti proses hukum (unfit to trial) dan tidak layak untuk ditempatkan pada Rutan KPK, sebagaimana yang saat ini dilakukan oleh KPK kepada klien kami,” bebernya.

Pihaknya menambahkan, hasil pemeriksaan kesehatan terhadap Lukas Enembe yang dilakukan tim dokter RSPAD Gatot Subroto, yang kemudian dianalisa dan dikaji tim dokter IDI sangat patut dipersoalkan bila dibandingkan dengan hasil pemeriksaan RS Royal Healthcare Singapore, yang selama ini memeriksa Lukas Enembe.

“Dari fakta yang terungkap, pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan Lukas Enembe, hanya dilakukan satu hari saja, yaitu pada tanggal 11 Januari 2023, setelah ditangkap dan dibawa ke Jakarta. Kemudian fakta keesokan harinya yaitu tanggal 12 Januari 2023, Tim Dokter IDI hanya melakukan analisis data hasil pemeriksaan Dokter RSPAD dalam waktu 4 jam (dari jam 10 pagi sampai jam 13.00),” bebernya.

Baca Juga :  Indeks Inovasi Daerah Papua Tahun 2021 Menempati Urutan ke 17

Menurutnya, penyakit gagal ginjal kronis stadium 5, harus ditempatkan dengan fasilitas medis dan perawatan khusus, bukan di tahanan.

Petrus juga membeberkan jika penempatan Lukas Enembe di rutan diragukan keabsahannya. Musabab, kliennya hanya dijadikan obyek penelitian dan bukan pasien dalam fakta persidangan, juga terungkap bahwa antara KPK dan IDI, memiliki perjanjian kerjasama, sehingga hubungannya adalah Pemberi Tugas (Pekerjaan) dan Penerima Tugas (pekerjaan).

“Dalam persidangan, terungkap fakta dari kesaksian Dokter Anton Tonny Mote, yang merupakan dokter pribadi Lukas Enembe yang menyatakan bahwa Lukas menderita sakit dan diterapi sejak tahun 2015. Dimana kondisi terakhir adalah menderita gagal ginjal stage 5 (stadium lima), Stroke empat kali, brain athropy, penurunan fungsi fisik dan fungsi komunikasi, dan hipertensi, serta pembengkakan pada bagian tubuh,” terangnya.

Dilain sisi, Dokter KPK yang ditempatkan di Rutan KPK hanya dokter umum. Sedangkan dari kesaksian Dokter Rutan KPK (dr. Johannes Hutabarat) di muka persidangan, kata Petrus, terungkap fakta persidangan bahwa dokter KPK yang ditempatkan di Rutan KPK adalah hanya dokter umum.

“Fakta fakta dalam keterangan dokter membuktikan bahwa tidak benar jika KPK mengatakan bahwa KPK sangat memperhatikan kondisi kesehatan pemohon di Rutan KPK, sebagaimana selama ini dijelaskan oleh termohon kepada publik melalui pemberitaan media,” terangnya.

Dijelaskan Petrus, KPK melakukan penyelidikan dalam dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran, namun kemudian pada tahap penyidikan, KPK menerbitkan perintah penyidikan, dengan menerapkan pasal dugaan tindak pidana suap/gratifikasi.

Baca Juga :  Terus Benahi Tata Kelola Keuangan, Puncak Tiga Kali Raih Opini  WTP

Bahwa terungkap sebagai fakta persidangan oleh bukti Pemohon dan Termohon, bahwa benar KPK menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan No. 79/lid.01.00/01/07/2022 tertanggal 27 Juli 2023 dengan fokus pada penyelidikan atas dugaan penyalahgunaan anggaran pada proyek Pemerintah Provinsi Papua periode tahun 2013-2018.

Bahwa dengan Surat Perintah Penyelidikan tersebut, KPK kemudian melakukan serangkaian tindakan antara lain pengambilan keterangan saksi, pengumpulan keterangan di lapangan dan serangkaian alat bukti lainny serta perumusan/penemuan bukti permulaan di tingkat Penyelidikan untuk mencari dan menemukan peristiwa pidana dengan delik penyalahgunaan wewenang vide pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bahwa terungkap sebagai fakta berupa bukti dan jawaban tertulis dari KPK, bahwa KPK kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor 81/Dik.00.01/09/2022 Tanggal 5 September 2022 dengan mencantumkan delik pidana suap/gratifikasi sebagaimana pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 11 dan pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001.

“Oleh karenanya, cara KPK dalam tindakan penetapan tersangka terhadap diri pemohon adalah tidak sah. Sebab tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya dijalankan oleh KPK. Seharusnya, jikapun benar KPK menemukan dugaan terjadinya tindak pidana lain, yang tidak diperintahkan kepadanya dalam Surat Perintah Penyelidikan yang diterimanya, maka KPK haruslah menghentikan Penyelidikan dan membuat Surat Perintah baru kepada Penyidiknya guna melakukan pemeriksaan terhadap dugaan terjadinya tindak pidana yang ditemukan oleh Penyidik sebelumnya,” ujar Petrus.

Kata Petrus, penahanan terhadap Lukas Enembe yang menderita sakit dan penyakit permanen adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

“Bahwa setiap kali penyidik KPK melakukan pemeriksaan baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka, Lukas Ebembe menjawab bahwa dirinya sakit. Sebagai tersangka, pemeriksaan KPK belum sampai kepada substansi sangkaaan suap dan gratifikasi,” pungkasmya. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya