Friday, December 27, 2024
32.7 C
Jayapura

Pastor Jhon: Bicaralah untuk menyelesaikan konflik

JAYAPURA – Salah satu tokoh agama di Papua, Pastor Jhon Jonga mengakui bahwa belakangan ini eskalasi tingkat kekerasan bersenjata di Papua terus meningkat. Itu baik yang dilakukan oleh aparat keamanan TNI Polri maupun kelompok yang selama ini memperjuangkan soal ideologi. Ia berpendapat bahwa dengan cara – cara yang dilakukan saat ini rasanya sulit untuk menciptakan Papua benar- benar aman.

Pastor Jhon menyampaikan bahwa untuk merumuskan berbagai macam dasar kekerasan kekerasan yang terjadi hanyalah dengan cara berbicara sebagai sesama manusia. “Saya pikir ini ide lama yang belum dijalankan. Berbicaralah, dialoglah untuk mendengar dan mencaritahu apa yang sebenarnya menjadi masalah. Masalah yang puluhan tahun tak selesai,” kata Pastor Jhon di Entrop, Rabu (29/3).

Namun jika ingin memulai pembicaraan maka perlu melihat konteks budaya dan situasi di Papua dimana Papua menurut Pastor Jhon masih menghadapi pilihan – pilihan yang mengganggu. Contohnya adalah kehadiran DOB. “Ini menjadi kegelisahan dalam arti negara sudah umumkan soal DOB namun kelihatan banyak yang belum siap. DOB terlalu terburu – buru sehingga ini juga membuat situasi semakin panas,” beber Pastor Jhon

Baca Juga :  95 Persen Warganya Peserta JKN, Pemprov Papua Raih Penghargaan UHC Award 2023

Lalu  kedua untuk merumuskan persoalan di Papua saat ini persiapan Pemilu dan semangat Pemilu juga membuat situasi di Papua ikut memanas. Pastor Jhon menyebut kekerasan yang terjadi ditempat lain juga cukup banyak.

  “PR bagi Indonesia adalah krisis kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah. Nah kemarin lagi ada kepres nomor 4 tahun tahun 2023 tentang tim pemantau untuk memberikan rekomendasi terhadap persoalan Papua dimana penyelesaian masalah Papua dilakukan  dengan non yudicial. Kami lihat ini belum ada dampak sementara persoalan Papua berjalan terus,” singgungnya.

Kata Pastor seharusnya pemerintah bisa menampung satu semangat persaudaraan yang lebih adil dan menghargai HAM sehingga tidak ada yang merasa didiskriminasi. “Semua yang direncanakan termasuk Kepres  ini harusnya negara memfasilitasi untuk berbicara dengan rakyat. Rakyat perlu di dengar soal hidup dan persoalannya sebab jika tidak bicara dan saling mendengar maka sebanyak apapun kepres rasanya sulit. Negara harus mengakui juga ada kelemahan negara secara bertahun – tahun,” bebernya.

Baca Juga :  Polres Jayawijaya Lakukan Olah TKP

  “Lalu dalam posisi apapun negara harus mengakui rakyatnya sehingga sekalipun rakyatnya bodoh, negara harus bisa merangkul. Salah satu sumber konflik adalah ketika masyarakat di Papua tidak didengar oleh negara dan disitulah mereka merasa tidak dihargai,” tutup Pastor Jhon. (ade/wen)

JAYAPURA – Salah satu tokoh agama di Papua, Pastor Jhon Jonga mengakui bahwa belakangan ini eskalasi tingkat kekerasan bersenjata di Papua terus meningkat. Itu baik yang dilakukan oleh aparat keamanan TNI Polri maupun kelompok yang selama ini memperjuangkan soal ideologi. Ia berpendapat bahwa dengan cara – cara yang dilakukan saat ini rasanya sulit untuk menciptakan Papua benar- benar aman.

Pastor Jhon menyampaikan bahwa untuk merumuskan berbagai macam dasar kekerasan kekerasan yang terjadi hanyalah dengan cara berbicara sebagai sesama manusia. “Saya pikir ini ide lama yang belum dijalankan. Berbicaralah, dialoglah untuk mendengar dan mencaritahu apa yang sebenarnya menjadi masalah. Masalah yang puluhan tahun tak selesai,” kata Pastor Jhon di Entrop, Rabu (29/3).

Namun jika ingin memulai pembicaraan maka perlu melihat konteks budaya dan situasi di Papua dimana Papua menurut Pastor Jhon masih menghadapi pilihan – pilihan yang mengganggu. Contohnya adalah kehadiran DOB. “Ini menjadi kegelisahan dalam arti negara sudah umumkan soal DOB namun kelihatan banyak yang belum siap. DOB terlalu terburu – buru sehingga ini juga membuat situasi semakin panas,” beber Pastor Jhon

Baca Juga :  BTM: Soal Evaluasi Otsus, Tidak Bisa Melawan Kehendak Negara

Lalu  kedua untuk merumuskan persoalan di Papua saat ini persiapan Pemilu dan semangat Pemilu juga membuat situasi di Papua ikut memanas. Pastor Jhon menyebut kekerasan yang terjadi ditempat lain juga cukup banyak.

  “PR bagi Indonesia adalah krisis kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah. Nah kemarin lagi ada kepres nomor 4 tahun tahun 2023 tentang tim pemantau untuk memberikan rekomendasi terhadap persoalan Papua dimana penyelesaian masalah Papua dilakukan  dengan non yudicial. Kami lihat ini belum ada dampak sementara persoalan Papua berjalan terus,” singgungnya.

Kata Pastor seharusnya pemerintah bisa menampung satu semangat persaudaraan yang lebih adil dan menghargai HAM sehingga tidak ada yang merasa didiskriminasi. “Semua yang direncanakan termasuk Kepres  ini harusnya negara memfasilitasi untuk berbicara dengan rakyat. Rakyat perlu di dengar soal hidup dan persoalannya sebab jika tidak bicara dan saling mendengar maka sebanyak apapun kepres rasanya sulit. Negara harus mengakui juga ada kelemahan negara secara bertahun – tahun,” bebernya.

Baca Juga :  Turkam Langkah Efektif Membangun Masyarakat

  “Lalu dalam posisi apapun negara harus mengakui rakyatnya sehingga sekalipun rakyatnya bodoh, negara harus bisa merangkul. Salah satu sumber konflik adalah ketika masyarakat di Papua tidak didengar oleh negara dan disitulah mereka merasa tidak dihargai,” tutup Pastor Jhon. (ade/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya