Wednesday, December 25, 2024
25.7 C
Jayapura

Pak Harto Gemar Mi Godok Pedas dan tanpa Acar

Bakmi Jawa Harjo Geno, Klangenan Presiden Soeharto di Jogja (3)

Bakmi Jawa adalah comfort food orang Jogja. Ada banyak warung bakmi tenar di seantero Jogja. Namun, kuah kental kaldu ayam dalam mi godok Bakmi Jawa Harjo Geno memikat selera Soeharto. Setiap berkunjung ke Jogja, presiden kedua RI itu selalu memesan mi godok racikan Pak Harjo.

SEPTIAN NUR HADI, Jogjakarta

HUJAN membasahi Jalan Mangkuyudan, Kecamatan Mantrijeron, Jogjakarta, pada Jumat malam, pertengahan Desember lalu. Hawa dingin membuat bakmi Jawa yang sedap dan hangat terbayang-bayang di kepala. Benar saja, warung-warung bakmi didatangi pembeli. Termasuk warung Bakmi Jawa Harjo Geno. Pembeli datang, lagi dan lagi.

Haenry Yanuar rela menempuh jarak puluhan kilometer untuk menuju warung bakmi legendaris tersebut. Sebelum bertolak dari kediamannya di Jalan Kaliurang, Ngemplak, Sleman, dia memesan bakmi lebih dulu lewat WhatsApp. Yang dia pesan adalah seporsi mi godok dan magelangan.

’’Mi godok lebih enak dimakan saat cuaca dingin,’’ ungkap Haenry kepada Jawa Pos. Sambil bercerita, dia juga menyantap mi yang tersaji di hadapannya. Sebab, mi godok memang paling tepat disantap saat masih panas atau hangat, saat uap yang menguarkan aroma sedap belum hilang sepenuhnya.

Sebenarnya mi godok seperti yang Haenry nikmati malam itu sangat mudah ditemui. Namun, kelezatan mi godok Bakmi Jawa Harjo Geno tidak tertandingi. Cita rasanya khas. Kuah kaldu ayamnya yang kental juga membuat mi godok terasa lebih gurih.

Daya tarik itulah yang membuat pelanggan seperti Haenry tidak mau berpaling dari Bakmi Jawa Harjo Geno. Haenry yang kini berusia 23 tahun itu mengaku kenal mi godok di warung tersebut sejak balita. Jika tidak sedang musim hujan, dia datang sepekan sekali ke kedai Bakmi Jawa Harjo Geno. Tapi, pada musim hujan, dia datang dua kali dalam sepekan.

Bukan hanya orang awam, gurihnya Bakmi Jawa Harjo Geno juga memikat Presiden Ke-2 RI Soeharto. Almarhum kali pertama mencicipi Bakmi Jawa Harjo Geno pada September 1996. Tepatnya, saat presiden yang populer dengan nama Pak Harto itu berkunjung ke Gedung Agung, Jogjakarta.

Baca Juga :  Banyak Dengar Keluhan, Janji Akan Segera Kembali Bersama Instansi Teknis

Tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, ajudan presiden mendadak datang ke warung bakmi tersebut. Saat itu warung masih dinakhodai Suharjo alias Pak Harjo. Mugi Lestari, istri Pak Harjo, mengatakan bahwa suaminya sendiri yang menemui ajudan presiden. Menurut Pak Harjo, sang ajudan memintanya datang ke Gedung Agung.

’’Pastinya kaget. Wong nggak ada apa-apa kok tiba-tiba diundang ke Gedung Agung. Diminta menjamu pak presiden dan tamu negara pula. Rasanya campur aduk. Senang dan grogi juga. Takut mengecewakan,” kata perempuan kelahiran Jogjakarta tersebut.

Tanpa berpikir panjang, menurut Mugi, undangan itu pun diiyakan oleh suaminya. Pak Harjo membawa rombong bakminya ke Gedung Agung. Sebelum acara berlangsung, tim dokter kepresidenan mengecek semua bahan makanan yang akan diolah menjadi sajian lezat. Semuanya dicicipi terlebih dahulu. Mulai mi, sayuran, telur, nasi, hingga bumbu penyedap. Semua dicek secara detail tanpa ada yang terlewatkan. Setelah dinyatakan aman dan steril, Pak Harjo baru mendapatkan lampu hijau untuk memasak.

’’Pak Harto minta dibuatkan seporsi mi godok. Pedas dan tanpa acar,” ucap Mugi menirukan kalimat mendiang suaminya waktu itu. Bergegas pesanan tersebut dibuat. Kurang dari sepuluh menit, seporsi mi godok siap disantap. Pak Harjo sendiri yang membawa langsung seporsi mi olahannya itu ke hadapan sang presiden. Momen bersejarah tersebut diabadikan dalam foto ukuran 20R yang kini menghiasi warung Bakmi Jawa Harjo Geno.

Kesan pertama di Gedung Agung itu ternyata membuat Pak Harto ketagihan. Tiap kali sedang berada di Jogjakarta, Pak Harto memesan kembali mi godok Bakmi Jawa Hargo Geno. Pesanan disampaikan ajudan presiden. Jumlahnya beragam. Mulai puluhan sampai ratusan porsi.

Pak Harjo meninggal dunia pada November 2020, setelah sekitar 32 tahun mengelola warung bakmi yang makin lama makin tenar tersebut. Karena itu, sebagai istri, Mugi meneruskan usaha kuliner yang dirintis pada 1958 tersebut. Kini, perempuan 47 tahun itu yang menjadi juru masaknya.

Baca Juga :  Harus Makin Maju dan Bersih, Warganya Beriman, Kamtibmas Terjaga

Berganti koki tiga kali, kualitas Bakmi Jawa Harjo Geno tetap sama. Mugi yang menjadi juru masak ketiga sama sekali tidak mengganti racikan resep atau teknik memasak. Masih sama seperti saat dipegang Pak Harjo. Pak Harjo pun tidak pernah menyimpang dari pakem yang digariskan mendiang ayahnya, Mbah Atemo Pawiro Geno. Pria yang meninggal dunia pada 1988 itu adalah perintis Bakmi Jawa Harjo Geno.

Sejak awal berdiri sampai sekarang, menu Bakmi Jawa Harjo Geno dimasak di atas tungku berbahan bakar arang. Teknik memasak itu menghasilkan tingkat kematangan dan aroma bakmi yang khas. Aturan lain yang dipatenkan Mbah Atemo dan Pak Harjo adalah tidak boleh memasak beberapa porsi sekaligus. Harus satu porsi tiap kali masak.

Jadi, meskipun pesanannya sama-sama bakmi atau sama-sama nasi, Mugi tidak memasaknya sekaligus. Tapi, satu per satu. ’’Dulu pernah ada yang komplain soal rasa. Itu akibat masaknya sekaligus dalam satu wajan. Alhasil, bumbu yang diberikan nggak sesuai dengan porsinya. Rasanya jadi beda. Kurang gurih atau nggak sedap,” ujar ibu empat anak tersebut.

Karena itu, meskipun pesanan menumpuk dan antrean banyak, Mugi tetap memasak satu per satu. Bahkan, meskipun antrean 1?20 itu adalah mi godok semuanya. Sesuai ajaran suaminya, Mugi harus tuntas memasak mi dalam waktu tidak lebih dari 10 menit.

Selain itu, Bakmi Jawa Harjo Geno tidak pernah menambahkan acar sebagai pugasan dalam sajian mereka. Menurut Mugi, acar akan mengubah rasa mi. Karena itu, sebagai pelengkap mi, dia menambahkan cabai rawit dalam tiap porsi bakmi. ’’Tujuannya adalah menjaga rasa,” terangnya.

Warung Bakmi Jawa Harjo Geno buka setiap hari, mulai pukul 17.30 hingga 23.00 WIB. Tapi, sebelum pukul sebelas malam, biasanya kedai sudah tutup karena baik mi maupun nasi sudah ludes. Sebab, pelanggan tidak hanya datang dari Jogjakarta, tapi juga kota-kota lain. Bahkan, ada juga yang tokoh publik. Di antaranya, Roy Marten, Surya Saputra, Katon Bagaskara, Nugie, dan Aming. (*/c7/hep/JPG)

Bakmi Jawa Harjo Geno, Klangenan Presiden Soeharto di Jogja (3)

Bakmi Jawa adalah comfort food orang Jogja. Ada banyak warung bakmi tenar di seantero Jogja. Namun, kuah kental kaldu ayam dalam mi godok Bakmi Jawa Harjo Geno memikat selera Soeharto. Setiap berkunjung ke Jogja, presiden kedua RI itu selalu memesan mi godok racikan Pak Harjo.

SEPTIAN NUR HADI, Jogjakarta

HUJAN membasahi Jalan Mangkuyudan, Kecamatan Mantrijeron, Jogjakarta, pada Jumat malam, pertengahan Desember lalu. Hawa dingin membuat bakmi Jawa yang sedap dan hangat terbayang-bayang di kepala. Benar saja, warung-warung bakmi didatangi pembeli. Termasuk warung Bakmi Jawa Harjo Geno. Pembeli datang, lagi dan lagi.

Haenry Yanuar rela menempuh jarak puluhan kilometer untuk menuju warung bakmi legendaris tersebut. Sebelum bertolak dari kediamannya di Jalan Kaliurang, Ngemplak, Sleman, dia memesan bakmi lebih dulu lewat WhatsApp. Yang dia pesan adalah seporsi mi godok dan magelangan.

’’Mi godok lebih enak dimakan saat cuaca dingin,’’ ungkap Haenry kepada Jawa Pos. Sambil bercerita, dia juga menyantap mi yang tersaji di hadapannya. Sebab, mi godok memang paling tepat disantap saat masih panas atau hangat, saat uap yang menguarkan aroma sedap belum hilang sepenuhnya.

Sebenarnya mi godok seperti yang Haenry nikmati malam itu sangat mudah ditemui. Namun, kelezatan mi godok Bakmi Jawa Harjo Geno tidak tertandingi. Cita rasanya khas. Kuah kaldu ayamnya yang kental juga membuat mi godok terasa lebih gurih.

Daya tarik itulah yang membuat pelanggan seperti Haenry tidak mau berpaling dari Bakmi Jawa Harjo Geno. Haenry yang kini berusia 23 tahun itu mengaku kenal mi godok di warung tersebut sejak balita. Jika tidak sedang musim hujan, dia datang sepekan sekali ke kedai Bakmi Jawa Harjo Geno. Tapi, pada musim hujan, dia datang dua kali dalam sepekan.

Bukan hanya orang awam, gurihnya Bakmi Jawa Harjo Geno juga memikat Presiden Ke-2 RI Soeharto. Almarhum kali pertama mencicipi Bakmi Jawa Harjo Geno pada September 1996. Tepatnya, saat presiden yang populer dengan nama Pak Harto itu berkunjung ke Gedung Agung, Jogjakarta.

Baca Juga :  Rute Berubah, Biaya Bertambah

Tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, ajudan presiden mendadak datang ke warung bakmi tersebut. Saat itu warung masih dinakhodai Suharjo alias Pak Harjo. Mugi Lestari, istri Pak Harjo, mengatakan bahwa suaminya sendiri yang menemui ajudan presiden. Menurut Pak Harjo, sang ajudan memintanya datang ke Gedung Agung.

’’Pastinya kaget. Wong nggak ada apa-apa kok tiba-tiba diundang ke Gedung Agung. Diminta menjamu pak presiden dan tamu negara pula. Rasanya campur aduk. Senang dan grogi juga. Takut mengecewakan,” kata perempuan kelahiran Jogjakarta tersebut.

Tanpa berpikir panjang, menurut Mugi, undangan itu pun diiyakan oleh suaminya. Pak Harjo membawa rombong bakminya ke Gedung Agung. Sebelum acara berlangsung, tim dokter kepresidenan mengecek semua bahan makanan yang akan diolah menjadi sajian lezat. Semuanya dicicipi terlebih dahulu. Mulai mi, sayuran, telur, nasi, hingga bumbu penyedap. Semua dicek secara detail tanpa ada yang terlewatkan. Setelah dinyatakan aman dan steril, Pak Harjo baru mendapatkan lampu hijau untuk memasak.

’’Pak Harto minta dibuatkan seporsi mi godok. Pedas dan tanpa acar,” ucap Mugi menirukan kalimat mendiang suaminya waktu itu. Bergegas pesanan tersebut dibuat. Kurang dari sepuluh menit, seporsi mi godok siap disantap. Pak Harjo sendiri yang membawa langsung seporsi mi olahannya itu ke hadapan sang presiden. Momen bersejarah tersebut diabadikan dalam foto ukuran 20R yang kini menghiasi warung Bakmi Jawa Harjo Geno.

Kesan pertama di Gedung Agung itu ternyata membuat Pak Harto ketagihan. Tiap kali sedang berada di Jogjakarta, Pak Harto memesan kembali mi godok Bakmi Jawa Hargo Geno. Pesanan disampaikan ajudan presiden. Jumlahnya beragam. Mulai puluhan sampai ratusan porsi.

Pak Harjo meninggal dunia pada November 2020, setelah sekitar 32 tahun mengelola warung bakmi yang makin lama makin tenar tersebut. Karena itu, sebagai istri, Mugi meneruskan usaha kuliner yang dirintis pada 1958 tersebut. Kini, perempuan 47 tahun itu yang menjadi juru masaknya.

Baca Juga :  Sempat Mandeg Karena Covid, Kini Wadah Pembentukan Kader Bangsa Aktif Lagi

Berganti koki tiga kali, kualitas Bakmi Jawa Harjo Geno tetap sama. Mugi yang menjadi juru masak ketiga sama sekali tidak mengganti racikan resep atau teknik memasak. Masih sama seperti saat dipegang Pak Harjo. Pak Harjo pun tidak pernah menyimpang dari pakem yang digariskan mendiang ayahnya, Mbah Atemo Pawiro Geno. Pria yang meninggal dunia pada 1988 itu adalah perintis Bakmi Jawa Harjo Geno.

Sejak awal berdiri sampai sekarang, menu Bakmi Jawa Harjo Geno dimasak di atas tungku berbahan bakar arang. Teknik memasak itu menghasilkan tingkat kematangan dan aroma bakmi yang khas. Aturan lain yang dipatenkan Mbah Atemo dan Pak Harjo adalah tidak boleh memasak beberapa porsi sekaligus. Harus satu porsi tiap kali masak.

Jadi, meskipun pesanannya sama-sama bakmi atau sama-sama nasi, Mugi tidak memasaknya sekaligus. Tapi, satu per satu. ’’Dulu pernah ada yang komplain soal rasa. Itu akibat masaknya sekaligus dalam satu wajan. Alhasil, bumbu yang diberikan nggak sesuai dengan porsinya. Rasanya jadi beda. Kurang gurih atau nggak sedap,” ujar ibu empat anak tersebut.

Karena itu, meskipun pesanan menumpuk dan antrean banyak, Mugi tetap memasak satu per satu. Bahkan, meskipun antrean 1?20 itu adalah mi godok semuanya. Sesuai ajaran suaminya, Mugi harus tuntas memasak mi dalam waktu tidak lebih dari 10 menit.

Selain itu, Bakmi Jawa Harjo Geno tidak pernah menambahkan acar sebagai pugasan dalam sajian mereka. Menurut Mugi, acar akan mengubah rasa mi. Karena itu, sebagai pelengkap mi, dia menambahkan cabai rawit dalam tiap porsi bakmi. ’’Tujuannya adalah menjaga rasa,” terangnya.

Warung Bakmi Jawa Harjo Geno buka setiap hari, mulai pukul 17.30 hingga 23.00 WIB. Tapi, sebelum pukul sebelas malam, biasanya kedai sudah tutup karena baik mi maupun nasi sudah ludes. Sebab, pelanggan tidak hanya datang dari Jogjakarta, tapi juga kota-kota lain. Bahkan, ada juga yang tokoh publik. Di antaranya, Roy Marten, Surya Saputra, Katon Bagaskara, Nugie, dan Aming. (*/c7/hep/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya